Untuk mengenali atau menulis parodi, kamu harus paham unsur dasarnya:
Mengenali sumber asli.
Parodi selalu berangkat dari sesuatu yang sudah dikenal luas: film, lagu, tokoh, gaya bicara, atau ide populer.Melebih-lebihkan atau membelokkan.
Teknik utamanya adalah exaggeration atau twist. Bayangkan film "Titanic" diparodikan dengan kapal bebek, atau drama Korea yang tokohnya kepleset saat adegan romantis.-
Ada unsur kritik atau pembacaan ulang.
Parodi bukan sekadar lucu. Ia bisa menyentil klise, ketimpangan, bahkan ideologi tersembunyi dalam karya aslinya. Butuh konteks.
Jika penonton tak tahu yang diparodikan, mereka tak akan menangkap kelucuannya. Karena itu, parodi sering ditujukan untuk penonton yang "melek budaya."
Parodi vs Satire: Mirip Tapi Beda Arah Tertawanya
Banyak orang mengira parodi dan satire itu sama, padahal keduanya punya pendekatan berbeda meski sama-sama mengundang tawa dan kritik.
Parodi biasanya fokus pada gaya atau bentuk suatu karya. Ia meniru, lalu membelokkannya menjadi lucu. Objek yang diparodikan bisa berupa film, lagu, gaya bicara, iklan, bahkan gaya berpakaian tokoh terkenal.Â
Misalnya, ketika sinetron Indonesia diparodikan dengan adegan lebay, efek suara dramatis, atau logika cerita yang sengaja dibikin tidak masuk akal, itu parodi. Yang ditertawakan adalah bentuk dan gayanya.
Sementara itu, satire lebih menyorot pada isi atau substansi. Ia tidak selalu meniru, tapi lebih kepada menyindir fenomena sosial, perilaku tokoh publik, atau kebijakan tertentu dengan gaya tajam dan kritis.Â
Nada satire seringkali terasa lebih pahit, sinis, bahkan getir, meskipun dikemas dalam bentuk humor.