Mohon tunggu...
Dimas Jayadinekat
Dimas Jayadinekat Mohon Tunggu... Author, BNSP Certified Screenwriter, Public Speaker, Enterpreneur Coach

Penulis buku Motivasi Rahasia NEKAT (2012), Penulis Skenario lepas di TVRI dan beberapa rumah produksi (2013-kini), Penulis Rubrik Ketoprak Politik di Tabloid OPOSISI dan Harian TERBIT (2011-2013), Content Creator di Bondowoso Network, Pembicara publik untuk kajian materi Film, Skenario, Motivasi, Kewirausahaan, founder Newbie Film Centre

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Serial Menulis Komedi: Parodi Sebagai Cara Menertawakan Dunia Lewat Tiruan Cerdas

22 Juli 2025   15:00 Diperbarui: 22 Juli 2025   09:24 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Untuk mengenali atau menulis parodi, kamu harus paham unsur dasarnya:

  1. Mengenali sumber asli.
    Parodi selalu berangkat dari sesuatu yang sudah dikenal luas: film, lagu, tokoh, gaya bicara, atau ide populer.

  2. Melebih-lebihkan atau membelokkan.
    Teknik utamanya adalah exaggeration atau twist. Bayangkan film "Titanic" diparodikan dengan kapal bebek, atau drama Korea yang tokohnya kepleset saat adegan romantis.

  3. Ada unsur kritik atau pembacaan ulang.
    Parodi bukan sekadar lucu. Ia bisa menyentil klise, ketimpangan, bahkan ideologi tersembunyi dalam karya aslinya.

  4. Butuh konteks.
    Jika penonton tak tahu yang diparodikan, mereka tak akan menangkap kelucuannya. Karena itu, parodi sering ditujukan untuk penonton yang "melek budaya."

Parodi vs Satire: Mirip Tapi Beda Arah Tertawanya

Banyak orang mengira parodi dan satire itu sama, padahal keduanya punya pendekatan berbeda meski sama-sama mengundang tawa dan kritik.

Parodi biasanya fokus pada gaya atau bentuk suatu karya. Ia meniru, lalu membelokkannya menjadi lucu. Objek yang diparodikan bisa berupa film, lagu, gaya bicara, iklan, bahkan gaya berpakaian tokoh terkenal. 

Misalnya, ketika sinetron Indonesia diparodikan dengan adegan lebay, efek suara dramatis, atau logika cerita yang sengaja dibikin tidak masuk akal, itu parodi. Yang ditertawakan adalah bentuk dan gayanya.

Sementara itu, satire lebih menyorot pada isi atau substansi. Ia tidak selalu meniru, tapi lebih kepada menyindir fenomena sosial, perilaku tokoh publik, atau kebijakan tertentu dengan gaya tajam dan kritis. 

Nada satire seringkali terasa lebih pahit, sinis, bahkan getir, meskipun dikemas dalam bentuk humor.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun