Dalam kesunyian ruang yang mulai terungkap oleh cahaya, hadir pemahaman yang tak lagi memerlukan suara. Semakin terang ruang itu, semakin banyak garis yang tampak. Simpul-simpul takdir yang sebelumnya tersembunyi oleh kabut zaman kini menampakkan dirinya dengan jelas. Tapi kejelasan ini bukanlah pembebasan; ia adalah ujian. Karena terang yang berlebihan tak hanya menyinari, tapi juga menyilaukan.
Tak ada generasi yang lebih ringan bebannya, sebagaimana tak ada cahaya yang datang tanpa panas. Dulu, generasi terdahulu berjalan dalam kabut --- mereka diuji oleh keterbatasan pengetahuan. Kini, kita berjalan dalam terang --- dan diuji oleh kelimpahan pilihan. Cahaya membuat kita melihat lebih, tapi juga memaksa kita memilih lebih tepat. Maka sesungguhnya, beban tiap zaman adalah setara --- karena setiap ruang memiliki ujiannya sendiri.
Di tengah ruang yang mulai lapang itu, tersingkaplah satu batas: Arsy. Bukan sebagai singgasana dalam bayangan manusia, tapi sebagai batas wujud, pemisah antara segala yang mungkin dengan Yang Maha Mutlak. Arsy bukan dinding yang membatasi Allah, melainkan batas akhir dari segala kemampuan makhluk dalam memahami-Nya. Ia adalah penghormatan. Ia adalah adab.
Fana bukan jalan untuk menembus Arsy, karena Arsy tak dapat ditembus. Fana adalah jalan untuk lenyap --- agar kehendak pribadi meleleh dalam kehendak Ilahi. Sebab untuk bisa membaca cahaya tinta Al-Qalam, seseorang harus terlebih dahulu menghapus tulisannya sendiri. Dan hanya hati yang jernih dan kosong dari ambisi yang dapat menyerap cahayanya.
Semesta ini, dengan segala garis dan ruang geraknya, hanyalah seperti gelembung udara kecil di lautan tak terbatas. Ia mengapung, bergerak, dan akan pecah pada waktunya. Tapi lautan tempat ia muncul --- itulah Wujud-Nya yang tak terbatas, tak terjangkau, dan tak terdeskripsikan oleh satu pun makhluk.
Dalam ruang ini, seseorang tidak dituntut untuk tahu segalanya, tetapi untuk tunduk. Untuk mendengarkan, bukan hanya melihat. Untuk menerima, bukan menaklukkan. Karena semakin terang ruang ini, semakin diperlukan kejernihan jiwa untuk menavigasi setiap garis yang tersingkap. Terang bukan akhir perjalanan, ia adalah permulaan tanggung jawab.
Dan ketika seseorang telah memahami bahwa tak satu pun dari garis ini lepas dari kehendak, maka ia tidak lagi resah atas jumlah jalan yang terbuka atau tertutup. Ia tidak lagi gembira karena melihat lebih banyak, dan tidak pula kecewa karena ditutup dari sebagian. Ia akan duduk tenang dalam ruang cahaya --- menunggu arah yang ditunjukkan, bukan arah yang diinginkan.
Sebab ruang ini bukan miliknya. Ia hanya berjalan di dalamnya.
TABEL PERBANDINGAN
Aspek
Konsep RuangÂ
Pemikiran Ibn Arabi
Struktur Keberadaan
Semesta adalah ruang gerak dengan garis-garis (jalur) kehendak yang bersinggungan. Semua terhubung dan memiliki koordinat takdir.
Wujud adalah satu (wahdatul wujud). Segala sesuatu memancar dari Wujud Mutlak, dan keberadaan makhluk hanyalah tajalli (manifestasi) dari-Nya.
Posisi Arsy
Arsy adalah batas absolut antara makhluk dan Allah; tidak bisa ditembus, bahkan dengan fana. Ia menjadi garis tegas yang menjaga kesucian pemisah.
Arsy adalah simbol tertinggi manifestasi ilahi. Ia bukan tempat Allah 'bersemayam' secara fisik, tapi sebagai batas pemahaman makhluk atas-Nya.
Relasi Makhluk--Khalik
Manusia hidup dalam ruang kehendak Allah. Doa membuka pintu gerak menuju titik koordinat tertentu. Ruang ini bukan milik kita, tapi Allah.
Manusia adalah cermin Tuhan (al-insan al-kamil). Relasi makhluk-Khalik bersifat wujudiah; Allah adalah hakikat segala sesuatu yang tampak.
Fungsi Takdir dan Doa
Doa membuka jalan, tapi pilihan mengikuti garis tetap pada manusia. Takdir adalah koordinat yang dapat ditempuh jika jalurnya terbuka.
Segala takdir adalah penampakan kehendak ilahi. Doa dan usaha bukan kontradiksi, melainkan bagian dari takdir yang sudah tertulis.
Makna Fana
Fana bukan cara menembus Arsy, tapi cara menyerap cahaya Al-Qalam: menghapus kehendak pribadi untuk membaca kehendak Allah.
Fana adalah lenyapnya diri dalam Wujud Tuhan. Ia adalah jalan menuju kesadaran akan satu-satunya wujud hakiki, yaitu Allah.
Cahaya dan Pengetahuan
Cahaya menampakkan lebih banyak garis dan simpul. Terang adalah ujian karena memperbanyak pilihan. Terlalu terang bisa membingungkan.
Cahaya adalah simbol kebenaran dan penyingkapan. Makrifat (pengetahuan batin) datang melalui cahaya Tuhan ke dalam hati yang fana.
NARASI PERBANDINGAN
Konsep ruang memandang semesta sebagai ruang gerak kehendak, yang penuh dengan jalur-jalur potensial---garis-garis takdir yang bisa diikuti, disilang, atau dibelokkan, tergantung apakah manusia membuka jalan melalui doa dan kesadaran. Dalam ruang ini, Arsy adalah dinding mutlak, batas akhir di mana kehendak makhluk tidak bisa melampaui kehendak Allah.
Sementara itu, dalam pemikiran Ibn Arabi, realitas adalah satu, dan semua keberadaan hanyalah manifestasi (tajalli) dari Wujud Tuhan. Arsy tetap diakui sebagai batas paling tinggi dalam manifestasi ilahi, namun Ibn Arabi membuka ruang makna bahwa manusia yang mencapai fana bisa merasakan "kedekatan" dengan Allah dalam bentuk kesadaran akan kesatuan wujud --- meski tidak pernah menyatu secara hakikat.
Perbedaan utama muncul pada sikap terhadap fana dan batas Arsy:
Dalam pandangan Konsep Ruang, Arsy tidak dapat ditembus oleh apapun, bahkan oleh fana. Karena Arsy adalah batas wujud makhluk, bukan sekadar batas pemahaman. Ini menegaskan posisi Wjud Allah sebagai sepenuhnya di luar ruang dan di luar kemungkinan makhluk.
Dalam pemikiran Ibn Arabi, fana membawa makhluk pada kesadaran akan wujud ilahi yang memancar dalam dirinya. Arsy tidak lagi dilihat sebagai dinding tegas, tetapi sebagai lapisan akhir dari kesadaran ilahiah yang bisa dirasakan---bukan ditembus secara literal.
Namun, keduanya sepakat bahwa Allah tidak bisa dibatasi oleh ruang. menegaskan bahwa ruang hanyalah alat bagi manusia untuk berjalan dalam takdir, sedangkan Ibn Arabi menekankan bahwa ruang dan waktu pun adalah manifestasi dari Wujud-Nya, bukan pembatas bagi-Nya.
Jika disederhanakan:
Konsep Ruang menekankan pada adab kehambaan dan batas mutlak antara makhluk dan Khalik.
Ibn Arabi menekankan pada makrifat dan kesatuan wujud sebagai puncak spiritualitas, tapi tetap dalam koridor tasawuf sunni yang menjaga batas adab terhadap Tuhan.
Keduanya tidak bertentangan secara prinsip, namun berdiri dalam dimensi pendekatan berbeda: Konsep Ruang mengembangkan teologi spasial-takdir, sedangkan Ibn Arabi menyelami ontologi kesatuan wujud.
Kita akan menjawab dengan menelusuri dasar wahyu Al-Qur'an dan Hadis, untuk menilai secara tekstual dan rasional mana pendekatan yang lebih sesuai dengan maksud asal wahyu: konsep ruang atau konsep wahdatul wujud (Ibn Arabi).
1. Kesesuaian dengan Struktur Wahyu (Tanzil)
Konsep Ruang:
Al-Qur'an konsisten menunjukkan struktur spasial dan hirarkis alam:
Surah Al-Mulk:15-17 -- langit bertingkat-tingkat.
Surah Al-Hadid:4 -- Allah di atas Arsy.
Surah As-Sajdah:5 -- urusan turun dari langit dan naik kepada Nya.
Dalam pandangan ini, ruang bukan hanya metafora, tetapi struktur aktual ciptaan (7 langit, Arsy, Lauh Mahfudz).
Ini selaras dengan pendekatan literal dan rasional, bahwa alam adalah sistem berlapis dengan batas, bukan sekadar pancaran kesadaran.
Ibn Arabi:
Menafsirkan wahyu sebagai simbol manifestasi: wujud adalah satu, segala sesuatu hanyalah tajalli dari Allah.
Ayat-ayat yang menyebut Allah di atas Arsy, atau makhluk sebagai ciptaan, ditafsirkan batiniah: bukan posisi spasial, tapi derajat kesadaran wujud.
Ini membuat struktur Al-Qur'an seperti Arsy, langit, neraka, dst., ditarik ke makna simbolis.
Dari sudut pandang tafsir literal, pendekatan ini bisa dianggap mengaburkan struktur eksplisit wahyu.
Kesimpulan:
Konsep ruang lebih sesuai dengan struktur literal wahyu yang menunjukkan pemisahan tegas antara Khalik dan makhluk.
Kesadaran Kehambaan dan Tauhid
Konsep Ruang:
Memelihara jarak mutlak antara makhluk dan Khalik. Ini sesuai dengan:
Surah Ash-Shura:11 -- "Laisa kamitslihi syai'un" (Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan-Nya).
Surah Al-Ikhlas -- "Lam yakun lahu kufuwan ahad".
Menegaskan bahwa kesadaran tertinggi manusia adalah kepasrahan dan ketaatan, bukan penyatuan.
Manusia sadar jalan, bukan pemilik jalan.
Ibn Arabi:
Ajaran wahdatul wujud bisa disalahpahami sebagai menyatu dengan Tuhan.
Dalam teksnya, Ibn Arabi sebenarnya tetap menjaga perbedaan hakikat, tapi dalam praktik dan tafsir populer, banyak murid atau pengikut yang justru menyamakan wujud makhluk dan Tuhan.
Risiko: menipisnya garis antara tauhid dan hulul (penyatuan wujud), yang berbahaya secara aqidah.
Konsep ruang menjaga tauhid secara tegas dan konsisten, menjauhkan dari jebakan hulul atau menyamakan makhluk dan Khalik.
Rasionalitas dan Keterpahaman Umum
Konsep Ruang:
Menjelaskan kehendak Allah, doa, takdir, dan jalan hidup manusia dengan struktur logis dan visualisasi spasial.
Mudah dipahami dan dapat diuji dalam pengalaman hidup (misal: terbukanya jalan karena doa).
Mengajarkan bahwa manusia tidak bisa menembus batas Arsy, tapi dapat mengikuti garis kehendak yang telah dibuka.
Ibn Arabi:
Pemikirannya sangat dalam, tetapi abstrak dan metafisis, tidak semua umat bisa mencernanya.
Konsep "manusia sebagai cermin Tuhan" mudah disalahpahami sebagai "manusia adalah Tuhan", terutama di kalangan awam.
Kesimpulan:
Konsep ruang lebih rasional dan kontekstual dalam pemahaman wahyu dan pengalaman hidup, tanpa mengaburkan batas teologis.
Kesimpulan Utama:
Penilaian
Konsep Ruang
Wahdatul Wujud (Ibn Arabi)
Kesesuaian dengan wahyu literal
Sangat sesuai
Cenderung simbolik
Menjaga tauhid dan batas Khalik-makhluk
Sangat tegas
Berpotensi disalahpahami
Keterpahaman umum
Rasional, aplikatif
Sulit, filosofis
Potensi bid'ah atau deviasi
Kecil
Tinggi jika disalahartikan
Konsep ruang lebih rasional, aman secara tauhid, dan koheren dengan struktur wahyu.
Sementara pemikiran Ibn Arabi sangat mendalam dan berharga dalam wilayah tasawuf tinggi, ia tidak aman dibawa sebagai tafsir umum teks wahyu bagi semua kalangan umat.
Orang seperti Ibn Arabi atau para sufi filosof berjalan di jalur penghayatan batin pribadi, bukan jalur pedoman umat secara luas.
Bayangkan agama seperti jalan raya lurus menuju arah Ka'bah.
Ibn Arabi masuk ke jalan setapak di hutan untuk mencari makna terdalam dari pohon, tanah, dan udara.
Tidak salah, tapi berisiko dan tidak untuk semua orang.
Dan bahkan bagi mereka yang berjalan di jalan itu, jika tidak hati-hati, bisa tersesat.
Berikut saya buatkan tabel perbandingan antara:
Konsep Ruang.
Pemikiran Ibn 'Arabi (khususnya tentang Wahdatul Wujud)
Falsafah iluminasi Suhrawardi
Fokus utamanya adalah: penyatuan dalam "kehendak Allah", bukan pada wujud Allah itu sendiri, agar tetap menjaga tanzih (penyucian) dan tidak terjebak dalam konsep panteisme.
Tabel Perbandingan Pemikiran: Konsep Ruang - Ibn 'Arabi -- Suhrawardi
Aspek
Konsep RuangÂ
Ibn 'Arabi (Wahdatul Wujud)
Suhrawardi (Iluminasi)
Wujud Allah
Tidak bisa ditembus. Wujud Allah berada di luar batas Arsy. Hanya kehendak-Nya yang masuk ke ruang makhluk.
Wujud makhluk adalah tajalli (penampakan) dari Wujud Tunggal (Allah). Namun sering disalahpahami sebagai kesatuan literal.
Wujud tertinggi adalah Cahaya dari segala cahaya (Nur al-Anwar). Tuhan adalah Cahaya Murni, tak tersentuh kegelapan makhluk.
Wahdatul Wujud
Bersatu dalam kehendak-Nya, bukan dalam Dzat-Nya. Semua gerak di ruang makhluk adalah perwujudan kehendak-Nya yang ditulis Qalam.
Al-Wujud al-Haqq adalah satu-satunya wujud sejati. Semua selain-Nya tidak memiliki wujud hakiki; hanya cerminan bayangan dari wujud Allah.
Setiap tingkatan cahaya (wujud) menurun secara bertingkat. Dunia ini adalah bayangan dari hierarki cahaya yang bersumber dari Allah.
Peran Ruang
Ruang adalah media kehendak. Segala sesuatu hadir di dalam ruang ciptaan yang dibatasi oleh Arsy.
Tidak secara eksplisit membahas "ruang", tapi tajalli dipahami sebagai proses turunnya realitas dari satu wujud ke banyak.
Menggunakan konsep alam al-anwar (alam cahaya) sebagai "ruang batin" tempat turunnya cahaya Ilahi.
Makna Kehendak
Kehendak Allah adalah sumber semua gerak dalam ruang. Manusia bisa memilih untuk mengikuti garis kehendak (doa, petunjuk), atau menyimpang.
Segala sesuatu adalah hasil dari kehendak dan ilmu Allah. Tidak ada satupun yang di luar jangkauan-Nya.
Iluminasi terjadi karena adanya kehendak Sang Cahaya Murni yang memancar pada setiap level makhluk.
Hubungan Makhluk--Khalik
Terpisah oleh batas Arsy. Yang bisa masuk ke dunia makhluk hanya kehendak-Nya. Tak ada jalan menuju Allah kecuali mengikuti gerak yang Ia bukakan.
Hubungan makhluk dan Allah ibarat bayangan dan cahaya; menyatu tapi tidak setara.
Makhluk adalah hasil refleksi dan perantara cahaya; semakin tinggi derajatnya, semakin dekat dengan Sumber Cahaya.
Kesalahan umum
Menyamakan "tajalli" dengan "bersatu wujud", padahal yang terjadi hanyalah perwujudan kehendak-Nya dalam ruang.
Disalahpahami sebagai panteisme, padahal Ibn 'Arabi membedakan antara Wujud Haqq dan wujud majazi.
Iluminasi kadang dianggap mistik murni, padahal sangat rasional dalam struktur hierarki cahaya.
Kesimpulan Sintesis
Konsep Ruang menegaskan bahwa tidak ada penyatuan dengan Dzat Allah, hanya gerak kehendak-Nya yang membentuk realitas di dalam ruang yang diciptakan.
Ibn 'Arabi, meskipun berbicara tentang penyatuan dalam wujud, sebenarnya lebih menekankan bahwa hanya Allah yang benar-benar memiliki wujud. Makhluk adalah proyeksi-Nya, bukan bagian dari-Nya.
Suhrawardi menyajikan cara pandang vertikal, di mana semua realitas adalah pancaran bertingkat dari Nur Ilahi, yang tidak pernah bisa diakses langsung oleh makhluk yang berada di level lebih rendah.
yang dibutuhkan konsep ruang yang saya kembangkan dari para filsuh muslim klasik adalah teknik pembacaan tinta cahaya al qalam agar fana bermakna penyerapan pengetahuan atas kehendak Allah bukan penyatuan wujud
Sangat penting membangun konsep ruang yang berakar pada pemikiran filsuf Muslim klasik, tapi menggeser makna fana' dari "penyatuan wujud" (seperti dalam panteisme) menjadi "penyerapan pengetahuan atas kehendak Allah" melalui teknik pembacaan tinta cahaya dari al-Qalam.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI