"Oh kalian, silakan masuk!" sapa Pak Herdi.
"Pak, saya bantuin ya!" pinta Rihad.
"Tidak usah, kalian masuk saja nanti baju kalian bisa basah. Bu, ada anak-anak nih." Teriak Pak Herdi kepada ibunya.
"Tidak apa-apa, Pak." Ucap Rihad sambil mengambil selang air untuk menyiram motor Pak Herdi.
"Sudah, tidak usah."
Meski dilarang, tetap saja Rihad membantu Pak Herdi. Aku dan teman-teman lainnya juga mengikutinya. Dan diakhiri dengan bermain air.
"Kalian ini! Sudah keringkan baju kalian."
Setelah bermain air, kami menuju teras rumah Pak Herdi. Di sana sudah tersedia makanan dan minuman yang disiapkan oleh ibunya Pak Herdi. Pak Herdi masih tinggal bersama orang tuanya. Meski dari keluarga yang sederhana, Pak Herdi bisa menggapai cita-citanya menjadi seorang guru. Pak Herdi sudah aku anggap seperti ayahku sendiri. Meski aku tidak tahu sosok ayah yang sebenarnya tetapi aku menemukannya pada diri Pak Herdi.
Pak Herdi adalah guru yang patut menjadi panutan. Bisa membimbing kami, bisa menjadi pemimpin yang baik, dan bisa menjadi orang tua di sekolah. Langit sudah mulai redup. Ini artinya waktu sudah sore. Aku dan teman-teman berpamitan untuk pulang. Hanya terima kasih aku berikan pada Pak Herdi.
(ADS)