Dan aku lihat Dani berlari-lari. Sepertinya dia sudah menyelesaikannya.
"Sekarang kalian buat lingkaran. Nanti satu persatu baca puisinya di tengah-tengah." Ucap Pak Herdi memberi arahan.
Kami pun membuat lingkaran. Aku duduk di samping Windi yang dari tadi berdekatan. Pak Herdi menyuruh Windi untuk maju pertama. Aku tahu alasannya, agar Windi menjadi contoh untuk teman-teman lainnya. Setelah mendengarkan Windi membaca puisinya tentang 'Alam Bernyanyi', kami bersorak sorai untuk memberikan pujian kepada Windi.
"Bagus Windi, kamu pantas selalu juara. Puisi kamu seperti puisi yang ditulis sastrawan saja." Puji Pak Herdi.
Tepuk tangan dariku dan teman-teman membuat suasan menjadi riang.
"Kamu hebat, Win!" pujiku pada Windi.
"Terima kasih."
"Sekarang, Dani coba baca puisinya di depan." Ucap Pak Herdi menyuruh Dani.
Dani dengan wajah malu menuju depan. Keraguan untuk puisinya membuat dia tidak berani membacanya. Keberanian selama ini tidak diwujudkan saat ini.
"Kenapa kamu Dani?"
"Tidak, Pak. Aku malu!"