Mohon tunggu...
Christanto Panglaksana
Christanto Panglaksana Mohon Tunggu... Penulis

Warga pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Polri Mau Dibawa Ke Mana? Tim Reformasi dan Bayang-bayang RUU Kepolisian

17 September 2025   19:00 Diperbarui: 17 September 2025   20:12 20
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gedung Mabes Polri, Jalan Trunojoyo Nomor 3, Jakarta Selatan. (KOMPAS.com/Devina Halim)

Reformasi Kepolisian dalam Bayang-bayang Politik Kekuasaan

Sejarah reformasi kepolisian di Indonesia selalu terkait dengan dinamika politik kekuasaan. Lahirnya Polri pasca-reformasi 1998 dimaksudkan untuk membebaskan kepolisian dari subordinasi militer dan memperkuat fungsinya sebagai institusi sipil. 

Namun, dalam praktik, ketergantungan pada dukungan politik eksekutif dan legislatif membuat reformasi kepolisian sering tidak berjalan tuntas. 

Rencana kehadiran Tim Reformasi Polri yang diinisiasi Presiden Prabowo pun patut dipandang dalam kerangka itu: Apakah hal itu sungguh mendorong perbaikan atau hanya instrumen stabilisasi kekuasaan?

Memang, tidak ada reformasi yang netral dari kepentingan politik. Tapi, persoalannya terletak pada seberapa jauh politik kekuasaan berorientasi pada kepentingan publik. 

Jika mandat tim sejak awal tidak memiliki fondasi moral yang kuat, reformasi bisa menjadi sekadar kosmetik untuk meredam kritik, bukan agenda perubahan yang serius.

Lebih jauh, legitimasi politik tim juga terkait dengan persepsi publik. Reformasi Polri hanya akan diterima bila ia dilihat sebagai langkah serius membenahi persoalan mendasar kepolisian: kekerasan berlebihan, korupsi internal, penyalahgunaan wewenang, dan hilangnya kepercayaan masyarakat. 

Tanpa legitimasi publik, tim akan kehilangan daya dorong. Dengan demikian, tim akan berada di persimpangan: Apakah ia akan merepresentasikan aspirasi rakyat, atau sekadar perpanjangan tangan elit penguasa?

Kritik publik terhadap inisiatif reformasi Polri selalu muncul karena pengalaman di masa lalu menunjukkan kecenderungan "setengah hati". Banyak rekomendasi sebelumnya, baik dari Kompolnas maupun tim independen, berhenti di meja birokrasi tanpa implementasi nyata. 

Risiko yang sama bisa berulang bila tim reformasi saat ini tidak didesain dengan mekanisme pengawalan publik yang kuat. Oleh karena itu, persoalan legitimasi politik bukan sekadar formalitas, melainkan soal apakah rakyat percaya bahwa reformasi kali ini akan sungguh berbeda.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun