Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Tata Kelola Obat dalam Sorotan KPK

2 Februari 2019   08:20 Diperbarui: 2 Februari 2019   15:07 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi obat-obatan | Sumber: pixabay.com/stevepb

Ketujuh;Belum optimalnya Monev terkait pengadaan obat. Ternyata KPK menemukan belum di datanya item obat Fornas yang tidak masuk ke e-catalogue oleh kemenkes. Belum juga di datanya realisasi belanja obat yang lengkap dan akurat oleh Kemenkes. 

Dan belum semua Industri farmasi penyedia e-catalogue melaporkan realisasi pemenuhan komitmen (online dan offline) sesuai PMK 63/2014 kepada Kemenkes.

Akibatnya sudah bisa diduga, Kemenkes tidak memiliki dasar untuk mengevaluasi kebijakan pengadaan obat JKN. Industri farmasi tidak memenuhi permintaan Faskes dengan alasan sudah memenuhi komitmen kontrak dari pembelian offline. Hal ini menunjukkan tingkat kepatuhan Industri farmasi yang rendah.

Dalam hal ini Kemenkes disarankan untuk membuat pendataan terkait obat Fornas yang tidak tayang di e-catalogue, dan melakukan evaluasi untuk mencari penyebab dan solusi perbaikan.

Sempurnakan aplikasi e-monev obat sehingga dapat mencatat data realisasi belanja obat secara akurat dan mendorong penggunaannya kepada seluruh stakeholder terkait.

Kedelapan; Lemahnya koordinasi antar lembaga. Memang koordinasi antar lembaga tidak mudah. Koordinasi antar unit kerja eselon 1 Kementerian pun juga masih susah. Tetapi apapun ceritanya, koordinasi itu sangat penting untuk menyelesaikan masalah yang mempunyai irisan tugas antar lembaga.

Koordinasi LKPP dan Kemenkes; Tidak ada SOP bersama yang mengatur secara jelas jadwal dan mekanisme penyampaian RKO serta pelaksanaan pengadaan e-catalogue obat yang melibatkan dua lembaga tersebut. 

Contoh; Proses lelang tahun 2016 terhambat karena adanya permintaan pembatalan proses lelang secara mendadak oleh Kemenkes. Juga tidak sinkronnya data yang dimiliki LKPP dan Kemenkes terkait e-catalogue (misal. Jumlah obat tayang dan nilai transaksi belanja).

Koordinasi Kemenkes dengan BPOM; penyampaian data pendukung untuk proses pengadaan e-catalogue terkait NIE (Nomor Ijin Edar) obat tidak akurat sehingga menghambat proses lelang. Kemenkes mendapat informasi terkait NIE melalui website BPOM yang tidak terkini (out of date).

Sedangkan BPOM belum menyediakan data secara khusus terkait NIE obat yang diperlukan untuk proses pengadaan e-catalogue . akibatnya sudah diduga proses lelang obat gagal atau terlambat.

Oleh karena itu, segeralah Kemenkes, LKPP, dan BPOM duduk bareng, membangun SOP bersama pelaksanaan e-catalogue (mudah2an sudah dilaksanakan), termasuk batasan waktu setiap tahapan, dan membangun sistem terintegrasi untuk kebutuhan informasi NIE yang terkini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun