Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Apoteker - Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Artikel Utama

Tata Kelola Obat dalam Sorotan KPK

2 Februari 2019   08:20 Diperbarui: 2 Februari 2019   15:07 592
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi obat-obatan | Sumber: pixabay.com/stevepb

Sampai saat ini dari 14.405 item obat yang beredar, yang masuk dalam Fornas baru 573 item (informasi terakhir tahun 2016 sudah masuk e-catalogue bertambah menjadi 927 item) dan 1018 sediaan, ditambah dengan 327 item yang masuk dalam DOEN. Bayangkan jumlah item obat JKN yang disediakan Fornas dibandingkan dengan jenis/item obat yang beredar di masyarakat.

Menurut data LKPP tahun 2015 jumlah transaksi e-catalogue obat sebesar Rp. 3.307 miliar, naik tajam dibanding tahun 2014 sebesar Rp. 1.198.-miliar. Jumlah ini sangat kecil dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan peserta JKN untuk obat. 

Pada tahun 2015 total biaya pelayanan kesehatan peserta JKN yang dibelanjakan oleh BPJS Kesehatan sebesar Rp. 60 triliun. Jika sekitar hanya 25% untuk Obat JKN (karena obat generik dan item tertentu generik berlogo) nilainya Rp. 15 triliun. 

LKPP mencatat transaksi melalui e-catalogue hanya Rp. 3,3 triliun, berarti ada potensi "loss" Rp. 11,7 triliun. Ada dua kemungkinan "loss" tersebut, yaitu Faskes belanja obat tidak melalui e-catalogue dan diterima BPJS Kesehatan, dan kemungkinan lainnya belanja obat dibebankan kepada peserta JKN (OOP=Out Of Pocket), sedangkan biaya obat sudah dihitung dalam paket INA-CBGs.

Potensi masalah obat JKN

Dari kajian KPK terkait Tata Kelola Obat JKN yang telah banyak diuraikan diatas, pihak KPK menyoroti beberapa simpul sebagai potensi masalah dalam tata kelola obat dalam JKN, bahkan mungkin juga sudah terjadi moral hazard dan fraud yang jika tidak segera diselesaikan akan menjadi persoalan hukum.

Pertama; Ketidaksesuai FORNAS dan e-catalogue. Hal ini terkait dengan tidak semua item obat Fornas ditampilkan di e-catalogue, dan sebaliknya terdapat obat yang tidak masuk Fornas muncul di e-catalogue. 

Kondisi tersebut tentu berakibat pada tidak ada kepastian, dan tidak adanya acuan referensi harga untuk BPJS Kesehatan dalam membayar klaim obat, dan berakibat Faskes kesulitan untuk pengadaan obat. 

Bagi Kemenkes juga mengalami kesulitan dan tidak ada dasar berpijak untuk mengevaluasi kebijakan pengadaan obat JKN yang secara tersistem sudah disusun.

Kita tidak memahami apa kesulitan Kemenkes agar mempercepat proses penetapan obat Fornas berikut data pendukung sehingga e-catalogue dapat diakses awal tahun. Optimalkan Tim Fornas bekerja, jangan ada kepentingan lain yang bermain. 

Disamping itu harus diupayakan seluruh item Fornas masuk ke dalam e-catalogue jangan di angsur-angsur akan menyulitkan Faskes. Jika tidak hal ini akan menyulitkan untuk menentukan harga obat sebagai referensi untuk obat Fornas yang belum tayang di e-catalogue, setelah proses pengadaan e-catalogue obat selesai dilaksanakan LKPP. Disinilah peluang Fraud bisa terjadi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun