"Dan apa alasannya, kalau boleh kutanya? Pulau Bali? Jadi, sedikit udara laut itu membuatmu berubah pikiran?" Suaranya terdengar tajam, ironis.
"Bukan. Bukan udaranya. Kejernihannya."
Dia menatapnya dengan tenang.
"Di sana aku menyadari bahwa aku telah menjauhkan diri. Di sini---di lab ini, di dunia ini---aku tak lagi sepenuhnya menjadi diriku sendiri. Aku mulai berfungsi tanpa perasaan. Aroma yang kukembangkan di Kintamani. Itulah pertama kalinya selama bertahun-tahun aku merasakan apa yang benar-benar mampu kulakukan---ketika aku bebas."
Pietro tertawa pelan, tak percaya.
"Bebas? Anggun, kau memiliki kebebasan penuh di sini. Kami memberimu sumber daya, menjanjikanmu timmu sendiri. Kau telah memenangkan penghargaan. Dan sekarang kau ingin membuang semua itu karena kau... bermain-main dengan lavender di perkebunan?"
"Aku tidak membuang apa pun. Aku membawa sesuatu. Sesuatu yang lebih penting bagiku daripada gelar dan kampanye."
Sesaat berlalu ketika Pietro hanya menatapnya. Lalu dia melangkah ke pintu dan menutupnya pelan-pelan. Ketika dia berbalik, suaranya lebih dingin.
"Kau akan mengerti bahwa aku membutuhkan surat pengunduran diri resmi di atas kertas."
"Aku sudah menyiapkannya. Di tasku."
"Dan kau benar-benar yakin? Tidak ada cuti? Tidak ada pengunduran diri sementara? Kau tahu kalau kau pergi sekarang ... tidak ada jalan kembali."