Pertama kali aku pingsan, saya sendirian. Aku terbangun dan selama satu detik yang menakutkan aku tidak mengingat Tari Tatu.
Tidak tepat demikian.Â
Aku ingat menghabiskan waktu bersamanya selama berbulan-bulan, ya, tapi rasanya seperti menonton film. Aku sama sekali tidak merasakan apa pun padanya.
Semua perasaan itu kembali muncul setelah sedetik. Intensitas hubungan kami, realitanya. Tapi sejak saat itu aku ketakutan. Aku mulai mengisi jurnalku dengan semua rincian hidupku, begitu takut hingga aku lupa.
Jika aku tidak bisa melekat pada emosiku, ingatanku, apa lagi yang bisa membuatku merasa aman?
Kedua kalinya aku pingsan saat aku bersama Tari Tatu. Kami berada di kamarku, berbaring di tempat tidur. Dia menyisir rambutku dengan lembut, mengepangnya menjadi gulungan hitam tebal.
Hanya butuh satu detik bagiku untuk berpindah posisi dari berbaring di tempat tidur menjadi tegak. Rasa sakit yang sangat menjalar di pelipisku.
Aku merasakan mataku berputar ke belakang, lalu aku terjatuh, lalu tidak ada apa-apa lagi.
Aku sadar dengan menatap wajah Tari Tatu yang ketakutan menggantung di atasku. Hal itu terjadi lagi.
Perasaan hampa yang menganga.Â
Dan kemudian semuanya kembali dan aku berhasil tersenyum gemetar. Lega karena aku masih memilikinya untuk saat ini.