Deni mengayunkan joran pancingnya. garis tipis jaring laba-laba terpantul samar-samar saat angin mengambil umpan. Keranjang itu bagai titik yang menari di cakrawala sebelum menghilang ke dalam lubang hitam di tengah badai.
Aku mengendurkan joranku. Tali pancing belum kulempar, memperhatikan abangku. Hembusan angin menarik topiku. Basah dingin mulai menetes ke leherku.
Deni menarik tali pancingnya. Jorannya bergetar. Aku menyeka kacamataku dan melihat sesuatu berkibar seperti koran tertiup angin. Deni menariknya lebih dekat saat badai mencoba menariknya kembali. Aku bisa melihat selimut yang basah bergaris putih-biru. Lebih dekat, lebih dekat.
"Dapat!" Seringai Deni bersinar secerah matahari.
Meskipun wajahku basah dan jari kakiku dingin, aku kembali menyeringai.
Dia beberapa kali mengajakku , tapi aku tidak pernah ikut lagi. Terlalu sibuk, bergaul dengan teman-teman ketika menyelesaikan sekolah menengah atas dan mulai kuliah.
Tidak pernah terlintas dalam benakku bahwa badai bukanlah satu-satunya kekuatan yang dapat mencuri. Kanker, serangan jantung, atau dalam kasus Deni, truk tronton yang merobek mobil pikap-nya yang berkarat. Sepanjang hidupku, dia melindungiku dari kehilangan, dan sekarang aku mempunyai lubang sebesar Deni dalam hidupku.
Aku dan Ibu bersiap membersihkan apartemen Deni yang penuh dengan boneka binatang dan figurin superhero, buku catatan dengan kertas kaku yang melengkung, kemeja dan selimut yang kusut. Semua benda yang dia ambil dari badai, dan semuanya diberi label dengan kode "Penemuan dalam Badai" dan situs web.
Aku mengetikkan alamat web ke ponselku.
"Menyatukan kembali Anda dengan harta karun Anda," kata situs tersebut. Wajah Deni tersenyum, tertulis sebagai penangkap harta karun badai terbaik.
Aku membayangkan dia mengenakan baju zirah, menyelamatkan harta karun dari badai seperti pahlawan dalam buku cerita menyelamatkan putri dari naga. Sekali melihat Ibu dan aku tahu kami akan menyimpan semuanya kalau-kalau ada yang mengklaimnya.