Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nian

2 Februari 2023   20:10 Diperbarui: 7 Februari 2023   23:10 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

***

Butuh beberapa saat bagi nainai untuk memaksa pintu kamar Santo, tetapi bahkan kunci dan jeruji tidak akan mampu menahannya. Matanya yang membelalak menatap kekacauan itu. Ada bekas lumpur di celana Santo dan jejak kaki kotor di lantai kamar tidur, yang telah disapu dengan hati-hati untuk menyambut keberuntungan tahun baru.

"Apa yang kamu lakukan?" Nainai berteriak mengeluarkan jurus Auman-Singa-Memecahkan-Jantung.

Mulut Santo menganga seperti ikan yang baru saja dipanggang nainai, tapi tidak ada kata yang keluar. Dia menunjuk dengan gugup ke jendela, yang terbuka sedikit tetapi hanya cahaya meriah pendar kembang api ceria dan warna dominan merah Pecinan yang terlihat. Dia tidak bisa-atau tidak ingin-menjelaskan apa yang dia lihat, atau bagaimana dia mengotori pakaiannya.

Adegan itu membuat Santo mendapatkan dua jeweran kilat di telinganya dan kehilangan hak istimewa untuk begadang hingga larut malam. Anak laki-laki itu mengernyitkan dahi pada setiap kecaman neneknya, tetapi anehnya dia tidak membalas.

Dengan peringatan terakhir untuk segera menyelesaikan pekerjaan rumah, Nainai kembali ke tugasnya di dapur, meskipun sebelumnya memberikan pandangan khawatir sekilas ke belakangnya.


Lama setelah kepergian Nainai, Santo terus menatap jendela. Tangannya yang goyah mengembara dan angka perkaliannya merayap ke pinggir halamannya. Ketika kegelapan akhirnya turun di dalam ruangan, lagu kebangsaan dari televisi yang teredam dan musik opera Beijing dikejauhan membujuk Santo untuk tertidur. Namun dia masih meringkuk diam-diam di bawah selimutnya. Terkadang, cabang yang tertiup angin menggores kaca jendela dengan suara mengancam dari pohon yang tidak ada di dunianya.

Otot-otot Santo yang tegang mengencang dalam siklus selama seminggu kurang tidur, sebelum mata yang lelah akhirnya berkedip terbuka ke matahari yang hangat menyambut hari baru di Tahun Baru.

TAMAT

Bandung, 2 Februari 2023

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun