***
Butuh beberapa saat bagi nainai untuk memaksa pintu kamar Santo, tetapi bahkan kunci dan jeruji tidak akan mampu menahannya. Matanya yang membelalak menatap kekacauan itu. Ada bekas lumpur di celana Santo dan jejak kaki kotor di lantai kamar tidur, yang telah disapu dengan hati-hati untuk menyambut keberuntungan tahun baru.
"Apa yang kamu lakukan?" Nainai berteriak mengeluarkan jurus Auman-Singa-Memecahkan-Jantung.
Mulut Santo menganga seperti ikan yang baru saja dipanggang nainai, tapi tidak ada kata yang keluar. Dia menunjuk dengan gugup ke jendela, yang terbuka sedikit tetapi hanya cahaya meriah pendar kembang api ceria dan warna dominan merah Pecinan yang terlihat. Dia tidak bisa-atau tidak ingin-menjelaskan apa yang dia lihat, atau bagaimana dia mengotori pakaiannya.
Adegan itu membuat Santo mendapatkan dua jeweran kilat di telinganya dan kehilangan hak istimewa untuk begadang hingga larut malam. Anak laki-laki itu mengernyitkan dahi pada setiap kecaman neneknya, tetapi anehnya dia tidak membalas.
Dengan peringatan terakhir untuk segera menyelesaikan pekerjaan rumah, Nainai kembali ke tugasnya di dapur, meskipun sebelumnya memberikan pandangan khawatir sekilas ke belakangnya.
Lama setelah kepergian Nainai, Santo terus menatap jendela. Tangannya yang goyah mengembara dan angka perkaliannya merayap ke pinggir halamannya. Ketika kegelapan akhirnya turun di dalam ruangan, lagu kebangsaan dari televisi yang teredam dan musik opera Beijing dikejauhan membujuk Santo untuk tertidur. Namun dia masih meringkuk diam-diam di bawah selimutnya. Terkadang, cabang yang tertiup angin menggores kaca jendela dengan suara mengancam dari pohon yang tidak ada di dunianya.
Otot-otot Santo yang tegang mengencang dalam siklus selama seminggu kurang tidur, sebelum mata yang lelah akhirnya berkedip terbuka ke matahari yang hangat menyambut hari baru di Tahun Baru.
TAMAT
Bandung, 2 Februari 2023