Kabut perlahan-lahan mundur, secara bertahap mengungkap kehancuran berupa kiamat purba.
Kuda yang terluka meronta-ronta. Roda kereta yang terbalik berputar dan berderit. Di sebelah kirinya, seekor makhluk raksasa melingkar menjemput kematian, lingkaran tubuhnya yang besar menciptakan simpul yang mustahil terjadi. Jerit kesakitan diteriakkan oleh salah satu dari sembilan nyawa.
Awan gelap di atas kepala bergolak dan bergemuruh. Petir melintas melompat di antara kelompok awan. Perisai langit menggelegar dan menggedor seperti gong yang pecah. Sebuah meteor yang membara masuk ke bawah tabir dan meledak seperti kembang api yang agung. Gumpalan-gumpalan bersinar terlempar jauh menyisakan jejak berkilauan terang. Saat kematiannya, sosok bersayap asap jatuh lemas dan tak bernyawa.
Pertempuran belum usai. Para dewa telah berbaris maju untuk berperang, dan mereka telah memanggil binatang buas terhebat ke hadapan mereka. Dalam bentrokan, mesin-mesin perang yang hebat ini terjerat dan tersiksa, direnggut dan dihancurkan, tak lebih dari semacam alat yang dicampakkan dan ditinggalkan.
Binatang buas itu juga ada di sini, tak jauh di depan Santo. Nian Shou terlambat bergabung dalam pertempuran. Raungan---bukan sorak kemenangan, tapi jerit ketakutan ---tertahan di tenggorokannya yang tercekik. Sisi-sisinya bergetar di depan derak cahaya dan bunyi baru. Tidak ada kemuliaan yang menunggu anak muda ini.
Binatang itu berlari ke gundukan berumput gemuk. Bukit ini berguncang karena serbuan, dan pita merah tumpah dari mana-mana.
Nian Shou mundur, melolong. Bulu emasnya kusut karena darah kematian teman dan musuh. Di mana pun tampak mengalir air merah: sungai merah, lautan merah. Pada waktunya, tidak akan ada rona yang lebih dibencinya.
Binatang itu akhirnya merasakan pengejarnya yang kecil, dan dia berputar. Mata bulat dan seringai lebarnya mencerminkan tarian barongsai, tapi mata itu terbelalak ketakutan. Melihat Santo laksana bola kegelapan yang besar, memantulkan titik-titik cahaya langit. Bocah itu melihat banyak kenangan tercermin. Seekor tikus dalam perangkap. Seekor kucing yang ketakutan dan sendok seorang wanita tua.
Seekor Tikus pintar dengan kemauan dan jalan, meninggalkan seekor Kucing terjebak di jeram pengkhianatan.
***
Santo selalu menjadi yang paling kerdil di keluarganya. Kakak perempuannya sudah kuliah di perguruan tinggi bergengsi, tapi dia masih kelas tiga. Dan berkat ulang tahunnya di bulan September, beberapa teman sekelasnya sudah lebih dulu meninggi sepanjang tahun.