Ibu Joyce menukik masuk sebelum Chandra melontarkan bogem ketiga. Santo segera meminta maaf seperti yang disuruh dan kembali ke tempat duduknya, tetapi sulit untuk menahan seringainya. Dia tidak akan menerima hukuman lebih lanjut. Lagi pula, itu adalah 'kecelakaan' karena tanda silang hitam masih menodai kertasnya sendiri.
Sambil kembali menggambar, Santo mengenang Festival Imlek pertama yang dia rayakan. Dia melahap tiga batang bintang hulu hingga cemong. Stoberi berlapis gula yang ditusuk seperti sate. Meleleh di mulutnya, tetapi dengan cepat membuat perutnya kenyang.
Duduk di kelas, Santo masih bisa mencecap rasa stroberi itu.
***
Santo perlahan-lahan menjatuhkan petasan, dan kemudian geretan. Dengan gerakan hati-hati, dia melepas topinya, lalu mantel merahnya. Nian tidak mundur, membuntuti langkah bocah itu yang lambat dan disengaja. Pahanya tersentak pada sentuhan pertama, tetapi tidak mundur. Dan saat Santo menempatkan satu tangan pertama---dan kemudian tangan lainnya---di sekitar leher besar berbulu monster itu, matanya terpejam. Bunyi mengeong terdengar melemah.
Anak laki-laki dan hewan itu berpelukan seperti ini cukup lama. Badai di atas perlahan menghilang. Para prajurit perlahan-lahan kembali menyerahkan diri mereka ke halaman sejarah.
Napas yang terhenti mereda menjadi dengkur tidur yang lembut. Matahari akan segera terbit, memanggil raja-raja kuno baru untuk berperang dan menumpahkan darah.
Dengan Macan datanglah kekuatan. Dengan Tikus datang kelihaian. Tapi di samping kekuatan dan kelihaian, sekarang ada kebaikan, dan mungkin itu sudah cukup.
Nian Shou belum pernah mengunjungi Pecinan, dan Santo curiga itu ada hubungannya dengan nainai. Bocah laki-laki itu ingat bagaimana nainai membenturkan sendok dan wajan dengan suara berisik. Pasti suara itu mengusir semua makhluk astral datang ke Pecinan untuk merayakan Imlek.
Malam ini adalah malam pertama Tahun Baru Imlek. Orang yang lebih tua akan begadang sampai tengah malam, atau sampai pagi.
Santo sebaliknya, tetap bersekolah di pagi hari. Petasan meledak seperti senapan mesin di depan kedai-kedai dan rumah, mengusir roh jahat dan membuat manusia tetap ceria. Namun di dalam, Santo tersentak kaget setiap kali rentetan mercon meledak. Dia tidak bisa menyalahkan monster karena menghindari pemusnahan.