Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Nian

2 Februari 2023   20:10 Diperbarui: 7 Februari 2023   23:10 574
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Suatu tahun, ketika penduduk desa kembali bersiap untuk bersembunyi di pegunungan, mereka dikunjungi oleh seorang biksu Tao yang sudqah tua. Orang tua itu meminta tempat berteduh satu malam, tetapi penduduk desa menolak. Apakah dia tidak pernah mendengar tentang monster Nian yang akan segera menyerang?

Biksu Tao yang bijak mendengarkan cerita penduduk desa yang ketakutan dan deskripsi mereka tentang binatang buas itu, mengelus janggut putihnya yang panjangnya sepinggang sambil berpikir. Kemudian, melompat berdiri, biksu Tao menyatakan bahwa dia dan hanya dia sendiri yang tahu bagaimana menghentikan makhluk mitos ini.

'Lebih penting menjadi pintar, daripada menjadi kuat,' tambah biksu tua mengedipkan mata sambil menepuk-nepuk sisi kepalanya. 'Aku kenal monster itu, dan aku tahu apa yangh bisa mengalahkannya. Izinkan aku tinggal dan akan kutunjukkan caranya.'

Awalnya, penduduk desa tidak mempercayai kata-katanya yang dianggap terlalu berani, tetapi mereka sudah terlalu putus asa. Biksu itu memberi tahu mereka ke mana harus pergi, dan apa yang harus mereka lakukan, dan masing-masing warga desa menjalankan perintahnya.

Saat Nian menunjukkan dirinya lagi, mereka sudah siap.

Nian Shou mendarat dengan gelak tertawa terbahak-bahak di rumah penduduk desa pertama, tetapi tidak ada jeritan ketakutan. Sebaliknya, ada spanduk merah yang ditempatkan di kedua sisi pintu, dan juga di bagian atas. Lentera merah tergantung di atap dan bersinar dari dalam jendela. Nian mundur dengan jijik. Tidak ada rona yang lebih dibencinya.


Suara anak-anak segera menarik perhatiannya. Dia melompat ke lorong terdekat. air liur menggenang dari mulutnya, ingin sekali merebut makanan segar, namun lagi-lagi gerakannya terhenti. Seseorang telah mendandani camilannya dengan pakaian merahnya merah, dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tawa mengejek mereka berdering membuat sakit kepalanya.

Nian mendesis marah. Seperti yang telah direncanakan, pintu rumah-rumah memuntahkan penduduk desa untuk mengelilinginya dengan berbagai bunyi-bunyian. Dentang simbal dan panci yang bergemerincing memekakkan telinganya yang tajam. Petasan ditembakkan dan kembang api berdesing membutakan matanya yang terbiasa dengan malam tanpa cahaya. Semuanya---mulai dari lentera kertas di sepanjang atap hingga manisan buah-buahan yang dipegang anak-anak di tangan mereka---diurapi dengan warna merah.

Bingung dan ketakutan, Nian Shou melompat menjauh dari desa, mundur ke rumahnya di bawah laut. Dia tidak akan pernah lagi mengganggu orang-orang yang dengan mudah mengalahkannya."

Nainai mengacak-acak rambut Santo yang pendek dan kaku. "Dan begitulah cerita itu diceritakan oleh nainaiku ketika aku masih kecil. Dan itulah sebabnya, bahkan sampai hari ini, Perayaan Imlek ditandai dengan cahaya paling terang, suara paling keras, dan pakaian serta dekorasi paling merah."

"Nainai," tanya Santo saat nainainya hendak mematikan lampu kamar tidur, "mengapa Nian takut dengan warna merah?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun