Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Bayi Identik (Serial Saraswati: Pakar Paranormal)

22 Januari 2022   20:49 Diperbarui: 22 Januari 2022   20:51 565
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Terima kasih sudah datang secepatnya, Profesor," kata Detektif Sanjo. "Kasus ini agak mendesak."

"Saya sudah bilang jangan repot-repot dengan gelar."

Profesor Doktor Saraswati, pakar paranormal, berputar perlahan, menikmati kamar bayi yang mewah. Karpet tebal dari Teheran melapisi lantai. Karakter kartun yang dilukis dengan tangan di dinding. Bayi kembar yang baru lahir dengan piyama yang serasi di boks kayu mahoni.

Seorang wanita berlinang air mata dalam pakaian wanita karir bagai melayang di atas bayi. Seorang wanita yang yang lebih kecil dalam gaun sutra melayang, secara harfiah, di samping seorang petugas polisi berseragam di sudut. Sayap hitamtembus pandangnya membuatnya tetap tinggi di udara, meskipun pergelangan tangannya diborgol oleh petugas yang menjaganya.

"Saya melihat Anda menahan seorang palasik," kata Saras.

Detektif Sanjo menyeka alisnya dengan lengan baju. "Ya. Ya, kami menangkapnya."

Saras menatapnya. "Masih tidak nyaman dengan penduduk kota kita?"

"Minggu lalu aku mengetahui bahwa tukang pos itu adalah seekor naga. Benar-benar naga."

"Oh, Erau. Dia mengantarkan ke lingkunganku juga. Secepat kilat." Dia tersenyum pada detektif itu. "Karena dia punya sayap. Anda tidak memperhatikan bahwa dia tidak naik mobil pos?"

Sanjo memasukkan tangannya ke dalam saku. "Mari fokus pada masalah kita ada di sini."

"Itu bayinya," kata wanita berbaju wanita kantoran. Dia terisak. "Umurnya baru dua minggu."

Saras menaikkan alisnya. "Anda terlihat sehat untuk seseorang yang memiliki anak kembar dua minggu lalu."

Wanita itu kembali terisak.

Sanjo berbicara pelan. "Nyonya Lesty bukan melahirkan anak kembar. Dia datang untuk memeriksa tidur putrinya dan menemukan peri ini menggendong bayinya. Dia berteriak, dan peri itu meletakkan bayinya di buaian. Baru kemudian, Nyonya Lesty menyadari bayinya ada dua. Salah satunya adalah putri kandungnya---"

Saras menarik napas panjang. "Yang lainnya adalah palasik peniru manusia."

Sanjo mengangguk. "Palasik ini sedang dalam proses menukar anak palasik itu dengan yang asli, tapi kita tidak tahu seberapa jauh dia telah melakukannya. Apakah bayi yang dia taruh itu bayi yang asli, atau duplikatnya?"

"Bolehkah saya mencoba?" Saras meletakkan tangannya dengan lembut di bahu Nyonya Lesty. Wanita itu masih menangis saat mengangguk dan memberi jalan.

Saras mengamati kedua bayi di dalam buaian. Kedua serupa persis, kepalan tangan yang menggenggam, hidung mungil yang sama, dan rambut jagung yang serupa. Salah satu bayi mengedipkan mata mengantuk. Yang lain diam-diam mengepalkan salah satu tinjunya.

"Keduanya identik dalam segala hal," kata Detektif Sanjo. "Aku bahkan sudah meminta dokter memeriksanya."

Saras menatap si palasik yang terbang dengan cemberut di dekat petugas yang waspada. "Saya kira Anda tidak bersedia memberi tahu kami yang mana, bukan?"

Palasik itu mencibir. "Percuma, kau tetap tidak akan percaya padaku jika aku mengatakannya."

"Benar sekali. Detektif Sanjo, saya mengusulkan uji coba. Saya meminta Anda menggendong bayi-bayi itu."

"Apa?" seru sang detektif.

Saras mengabaikannya. "Dan saya  minta Nyonya Lesty berdiri di seberang ruangan. Bayi mana pun yang menangis saat dia memanggilnya adalah putri kandungnya."

Saras menarik Sanjo ke buaian dan dengan lembut meletakkan kedua bayi itu di pelukannya. Keduanya mulai merengek, dan Sanjo menggeser badannya, mencari jalan keluar.

Saras membawa Nyonya Lesty ke seberang ruangan. "Sekarang panggil putri Anda," katanya.

Nyonya Lesty mengusap air mata di pipinya dan mencoba tersenyum. "Sayang, ini Mama! Mama di sini!"

Bayi di lengan kiri Sanjo merintih dan air mata menggenang di matanya. Bayi di lengan kanan si Detektif mengeluarkan ratapan yang menusuk hati.

"Hah!" kata si palasik. "Tidak ada cara sederhana yang akan berhasil melawan palasik. Kau seharusnya melakukan yang lebih baik dari itu."

"Sebenarnya," kata Saras, "kita sudah mendpat semua bukti yang kita butuhkan."

Saras mengambil bayi tangan kanan Detektif Sanjo dan menyerahkannya kepada Nyonya Lesty.

"Ini putri Anda, Nyonya."

Nyonya Lesty mendekap bayi itu di dadanya. "Bagaimana Anda tahu?"

Saras menunjuk ke bayi yang masih rewel di tangan kiri Detektif Sanjo.

"Mata bayi ini sembab. Bayi manusia yang baru lahir tidak memiliki saluran air mata yang berfungsi sampai mereka berusia satu bulan."

Dia tersenyum pada palasik di seberang ruangan. "Terkadang sebuah penipuan bisa menjadi sedikit terlalu detail sehingga terbongkar dengan sendirinya."

Bibir palasik itu melengkung. Dia menjentikkan jarinya, dan bayi yang menggeliat di pelukan Sanjo menghilang.

Detektif itu berteriak kaget, lalu melihat sekeliling dengan malu-malu dan berdeham. "Kurasa kita sudah selesai di sini. Ayo bawa penculik ini ke kantor polisi."

Saat petugas lain mengawal palasik keluar, Sanjo memperhatikan Saras. "Kamu memiliki banyak pengetahuan yang tidak umum, Profesor. Apa sebenarnya yang Anda ajarkan? Mitos? Biologi? Kedokteran?"

Saras tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Itu salah satu misteri yang harus Anda pecahkan sendiri, Detektif."

Bandung, 22 Januari 2022

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun