Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Lelang Online

11 November 2021   18:52 Diperbarui: 14 November 2021   01:06 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seseorang yang menggadaikan jiwanya. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Saat ini, dia bahkan tidak mendapatkannya lagi. Istrinya sepertinya tidak suka menunjukkan kasih sayang kepada pria yang dinikahinya, pecundang yang memaksa dia dan bayinya hidup dalam kemelaratan.

Sementara dia makan nasi goreng dengan telur dadar, Joko mendengarkan dengan penuh minat istrinya mengoceh tentang harinya dan berbagai kebutuhan anak-anak. Popok, bahan makanan, perlengkapan mandi, dan pakaian sekolah untuk anak berusia lima tahun yang akan masuk ke taman kanak-kanak dan kini muncul di ruang depan, mewarnai gambar di lantai. Joko mengangguk dan mendengus sepanjang percakapan dan bertanya-tanya untuk kesekian kalinya mengapa dia harus memiliki empat anak.

Putranya, yang tertua, dianggap sebagai "kecelakaan yang menyenangkan," kehamilan yang tidak direncanakan ketika mereka baru menikah. Namun Joko telah menghasilkan cukup uang untuk membuat semuanya berjalan lancar. Gadis kecilnya lahir dua tahun kemudian. Seorang anak yang direncanakan, karena dia dan istrinya menginginkan sepasang anak laki-laki dan perempuan. Kemudian istrinya hamil lagi beberapa bulan setelah dia kehilangan pekerjaannya. Kali ini sepasang bayi kembar.

Bagaimana aku bisa membiarkan ini terjadi? pikir Joko. Bagaimana aku bisa begitu bodoh memiliki keluarga sebesar ini yang tidak dapat aku nafkahi?

Joko merasakan matanya basah dan minta diri untuk pergi ke kamar mandi. Dia memberi tahu istrinya bahwa perutnya melilit sepanjang hari, yang cukup untuk memuaskan rasa ingin tahunya. Begitu dia mengunci pintu dan merasa aman, dia duduk di toilet dan menangis terisak-isak.

***

Keesokan harinya, Joko kembali ke ElectriCity. Sif pagi yang tenang dan sebelum dia menyadarinya, sampai sudah waktu istirahat makan siang.

Dia berjalan ke food court untuk makan, tetapi tidak mampu membeli yang ada dalam menu dari berbagai kios makanan. Dia menemukan satu-satunya meja kosong dan menggigit sandwich selai stroberi yang dibuat istrinya untuknya. Rotinya kasar dan sedikit berjamur, tapi Joko tetap menelannya. Dia tidak punya pilihan. Hanya itu yang harus dia makan.

"Jok!" suara rekan kerjanya Luhut menggelegar dan duduk di kursi di seberangnya.

Luhut berusia akhir dua puluhan, salah satu bajingan yang tampan. Dia memiliki rambut ikal, bahu lebar dan tampak seperti pemain sinetron stripping. Pria yang menawan dan sering menunjuk pelanggan wanita muda yang ingin dia layani saat keduanya berdiri bersama di lantai penjualan ElectriCity. Kemudian Luhut akan berjalan ke gadis itu dan dengan mudah mendapatkan nomor teleponnya yang tercetak di struk pembelian. Tapi Luhut tak pernah sombong tentang kelebihannya itu. Joko menyukainya.

Joko mengangguk dan melirik nampan makanan Luhut. Sushi. Kesukaan Joko.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun