Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Lelang Online

11 November 2021   18:52 Diperbarui: 14 November 2021   01:06 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seseorang yang menggadaikan jiwanya. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

Aku benci hidupku, pikir Joko, mengulangi pada dirinya sendiri kalimat tiga kata yang dia ucapkan sekitar satu juta kali setiap hari. Seharusnya tidak seperti ini...

Tiga tahun lalu, hidupnya sangat berbeda. Dia adalah seorang analis dan pemrograman komputer yang bekerja di sebuah perusahaan perangkat lunak terkemuka. Dia mempunyai gaji delapan digit dan tinggal di rumah sederhana dengan tiga kamar tidur. Kemudian ekonomi menjadi kacau. 

Perusahaannya bangkrut, dan asetnya, yang dikembangkan oleh Joko, dibeli oleh salah satu raksasa perangkat lunak yang lebih besar. Itu terjadi begitu cepat, hanya dalam hitungan hari.

Tanpa tanda-tanda, Joko kehilangan pekerjaannya dan hampir tidak mungkin menemukan pekerjaan lain di bidangnya. Dia telah beralih dari prospek 'karyawan yang tak tergantikan' menjadi penjual gawai dan aksesori di mal. Alih-alih mengendarai Toyota Yaris-nya ke tempat kerja, ia harus naik angkutan umum. Dia tidak mampu membayar cicilan rumah sehingga harus pindah ke rusun yang suram di bagian kota yang murah dan kumuh.

Memikirkan seberapa jauh dia jatuh sering membuatnya emosional, dan sekarang dia merasakan pedih di matanya. Ini adalah bagian terburuk dari rutinitas hariannya.

Di tempat kerja, dia bisa tetap sibuk dan menyingkirkan kesengsaraannya. Di rumah, jeritan anak-anaknya yang terus-menerus menenggelamkan pikiran hitam apa pun yang ada di kepalanya. Tapi perjalanan pulang dengan bus yang tenang, sambil duduk dalam celana jins murah, benar-benar menyakitkan.

Joko sangat ingin berteriak, mengamuk, mengutuk, dan memukul sesuatu, tetapi dia tidak ingin membuat keributan. Dia hanya menggertakkan gigi kuat-kuat dan menunggu dengan sabar sampai bus berhenti di tempat tujuan.

***

Turun dari bus dan masuk ke lingkungannya, sebuah kompleks rusunawa yang terbengkalai di pinggiran kota, Joko disergap oleh aroma pedas yang kuat. Tetangganya kebanyakan pendatang yang membuka jendela saat memasak hidangan asli mereka dan aroma rempah-rempah yang menyengat menghantam liang hidungnya, memperparah sakit kepalanya yang semakin berdenyut. Namun demikian, dia terus berjalan dengan susah payah di sepanjang trotoar yang retak sambil mengalihkan pandangannya dari grafiti penis yang digores kasar di dinding bangunan.

Dia bisa mendengar pertengkaran sengit dari pasangan asal Sumatera dari suatu tempat di kompleks serta suara serak musik metal berbahasa Sunda. Semuanya merupakan serangan terhadap indranya. Dia mempercepat langkahnya, hampir berlari mendaki tangga menuju pintu unit kontrakannya.

Istrinya sudah menunggunya saat Joko melangkah masuk. Dua balita masing-masing bergayut di lengannya dan seorang bocah tiga tahun menarik-narik dasternya. Seharusnya ada seorang anak lagi, berusia lima tahun, di suatu tempat di dalam rumah itu, tetapi Joko tidak melihatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun