Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Lelang Online

11 November 2021   18:52 Diperbarui: 14 November 2021   01:06 591
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi seseorang yang menggadaikan jiwanya. Sumber: Shutterstock via Kompas.com

"Hei," kata istrinya, terdengar lelah, seolah-olah sedang mengumpulkan energi untuk menyambutnya. "PAM belum dibayar. Token listrik sebentar lagi habis. Dari Grapari ada pemberitahuan tunggakan. TV kabel juga mati."

"Semua hari ini?" tanya Joko. Dia bahkan belum sempat menggantung kunci rumahnya di rak kecil di dinding. "Semua sekaligus?"

"Kamu ingat ini tanggal berapa?"

Joko mengangguk, tiba-tiba teringat paket telepon seluler dan televisi kabel dia ambil dengan diskon premium melalui tunjangan karyawan ElectriCity. Tapi perusahaan baru-baru ini membatalkan tunjangan. Semua layanan itu tidak terjangkau lagi dengan penghasilannya yang sekarang.

"Aku akan mengurusnya," katanya, meski tidak tahu bagaimana caranya. "Bagaimana dengan internet?"

"Kami masih memilikinya," jawab istrinya. "Apakah kamu lapar?"

"Ya."

"Aku akan menyiapkan makan malam."

Joko melihat istrinya melangkah ke dapur kecil di belakang ruang depan sambil dua bayi, sementara anak berusia tiga tahun mengikutinya. Anak-anak tak dekat dengannya, tetapi dia tidak keberatan. Dia benar-benar tidak memiliki kekuatan untuk menjadi ayah yang penuh perhatian saat ini.

Menunggu makan malamnya, Joko memperhatikan istrinya saat dia menggendong anak-anak kecil yang merengek di lengannya sambil mencoba menenangkan anak berusia tiga tahun yang merintih di kakinya. Joko mencintainya, tetapi bisa merasakan cinta istrinya semakin jauh.

Sebelumnya, ketika dia sukses, istrinya biasa menyambutnya di pintu dengan ciuman penuh gairah. Ketika anak-anak lahir, berganti ke belaian lembut namun bermakna di bibir. Tetapi ketika Joko kehilangan pekerjaan sebagai sistem analis dan mereka harus pindah ke rusun yang kumuh, yang dia dapatkan hanyalah kecupan di pipi. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun