Aku berharap suaraku tidak terlalu serak sehingga terdengar seperti penderita depresi akut. Padahal, tanpa bicara pun, rambutku yang kusut masai ditambah kantong hitam di bawah mataku akan bicara dengan sendirinya. Jadi, sebodo amat.
"Tuhan, kita belum pernah ketemu lagi sejak tamat SMA! Gimana kabar lu?"
Mengapa dia berbicara denganku? Aku benci ini. Kami bahkan dulu tidak berteman. Mengapa dia sekarang dia mengusikku?
"A-a-aku baik-baik saja. Kamu?"
"Oh, tahu,deh. Kagak ada yang spesial. Gue baru aja nerbitin buku pertama gue!"
Dia mengangkat tangannya, dan di tangannya buku hardcover tebal dengan wajahnya sendiri di sampulnya. "Bagaimana Menjalani Hidup: Motivasi untuk Kaum Muda yang Bingung dan Pemalu".
Oh, bagus, buku inspirasi lagi. Tentu saja dia menulis buku motivasional. Juli tidak bingung dan bukan pemalu.
"Selamat. Aku tidak tahu kamu seorang penulis."
"Yah, aslinya sih, kagak. E tapi gue baca buku Laya Soul yang judulnya You Don't Have to Learn Everything the Hard Way: What I Wish Someone Had Told Me, dan gue benar-benar-"
Pada titik ini aku ingin segera pergi meninggalkannya. Aku tidak peduli tentang semua ini. Aku hanya ingin keluar dari sini secepat mungkin. Mungkin aku bisa berpura-pura ada panggilan telepon masuk. Maaf, ada urusan keluarga, aku benar-benar harus pergi, tapi senang bertemu denganmu lagi, semoga berhasil dengan bukunya dan mungkin lain kali kita bertemu untuk minum kopi.
Atau mungkin aku bisa berpura-pura sakit? Jelas aku terlihat sakit, jadi tidak akan terlalu berlebihan.