"Bye!"
Dia sudah berlari menuju kerumunan penggemarnya sebelum aku bisa menyelesaikan kalimatku. Sial, aku tidak bisa menerima ini begitu saja. Aku tidak menginginkannya, meskipun gratis.
Aku mencoba berpikir sejenak, tapi pikiranku ambyar oleh kerumunan yang terus bertambah di sekitarku. Baiklah, persetan. Aku mengambil bukunya dan berlari ke pintu keluar.
Begitu kembali ke mobilku di parkiran, aku menghela napas lega. Lama tidak keluar rumah. Pengalaman ini menguras habis tenagaku. Aku melihat buku di tanganku dengan kening berkerut. Persetan, aku punya bukunya, mungkin aku akan membaca sekilas saja. Atau aku bisa menjualnya secara online.
Aku membuka sampulnya dan ada sesuatu yang tidak terduga. Sepertinya catatan tulisan tangan Juli.
"Hi, Rafi. Gue tahu kita dulu nggak pernah ngobrol. tapi gue selalu ingat lu! Telpon gue kapan aja! <3"
Nomor teleponnya tertulis di bawah catatan itu. Tapi, tunggu, kenapa? Mengapa dia menulis kalimat itu? Mengapa ada '<3'? Ya Tuhan, apakah dia ingin berkencan denganku? Tidak ada yang mau berkencan denganku, apalagi gadis secantik dia. Itukah sebabnya dia memanggilku "Say" tadi? Ya Tuhan, aku belum gila, kan?
Aku tidak bisa berpikir sekarang. Biar nanti-nati saja mikirnya. Untuk saat ini, aku akan membaca isi bukunya.
Aku menatap halaman pertama yang dipenuhi kata, mencoba untuk fokus pada anekdot apa pun yang dia putuskan untuk memulai hal ini. Tapi pikiranku terus meleset dari halaman, mengembara ke jalur pemikiran yang berbeda. Apakah aku ingin berkencan dengannya? Aku hampir tidak kenal Juli. Aku tak pernah berkencan dengan gadis mana pun, apalagi yang secantik dia. Apakah aku terlalu berlebihan? Mungkin dia baik ke semua orang. Pasti itu, kan? Tidak mungkin seseorang seperti dia merasakan sesuatu pada orang sepertiku. Benar-benar luar biasa.
Buru-buru aku menutup buku itu. Aku akan membacanya nanti. Saat ini, aku tidak bisa fokus pada apa pun.
***
Detik demi detik berlalu. Aku berada di apartemen kecilku.