/10/
kami terus berjalan menyusuri semak belukar
menebas deretan pohon-pohon bakau
yang tumbuh berpelukan
kaki-kami kami melepuh
berkubang di dalam lumpur
menapaki bebatuan
melibas rumput dan perdu
di bawah terik matahari
dan pekatnya malam
kecuali orang tua dan ibu hamil
tak ada yang ditandu
aku ingin merasakan penderitaan para pejuang
semua merasakan perjalanan sesungguhnya
perjalanan menuju kemenangan
yang harus direbut
dengan perjuangan pantang menyerah
aku bisa merasakan betapa rakyat
teramat mengasihiku
begitu menghormatiku
meninggalkan Cappasolo menuju Pongko
1 Februari 1946
aku merasakan waktu terpenjara
rasanya begitu lama
sejak meninggalkan Istana Luwu
tapi kusaksikan gelora berkobar-kobar
di balik wajah-wajah lelah
rakyat dan para pemuda pejuang
sungguh membuatku malu pada diri
rasanya aku hanya memberi beban
sorot mata mereka siap siaga menjagaku
memenuhi semua kebutuhanku
meski dalam keadaan yang serba kekurangan
dan menjadi incaran moncong senjata
7 Februari 1946, perjalanan belum berakhir
serupa mengeja waktu
langkah kami gontai
terseret menuju Wellang Pellang Â
menyisir kampung Pombakka .
hingga langkah berakhir di Batu Pute
bukanlah perjalanan yang mudah
rintangan menerjang dari berbagai arah
kami terus bergerak
menyeret langkah
karena kami mencium aroma harapan
meski di ujungnya
ada kematian yang menghadang
/11/
Batu Pute
pepohonan lebat tertancap kokoh
mengelilingi bukit terjal
menggiring udara sejuk
dengan sapuan angin lembut beriringan
mewujud hening
kurasa tempat ini menjadi benteng terbaik
mengatur perlawanan; membungkam penindasan
riak, bergelombang terus menghantam
tapi rakyat Luwu tak pernah menyerah