/4/
negeri Matahari Terbit menjejakkan kaki 1942
serupa angin sepoi, menjelma badai
kota Palopo diamuk Samurai
darah tumpah di jalan-jalan
kengerian makin mencekam
hingga ke jiwa terdalam rakyat Luwu
tojabi, lelaki tua renta
berkali-kali terkapar di jalan
dipapar kerasnya kayu hitam
tubuhnya limbung membaui tanah
10 hari tak pernah  makan
tak ada yang berani
orang-orang diterkam ngeri
lelaki itu dirubung duka
hingga jasadnya mengering
di balik jeruji  besi berkarat Â
tapi aku tak pernah gentar
hidupku adalah pengabdianku pada rakyat
aku berdiri tegap
menyusuri jalan terjal, gelap mencekam
mengokohkan jiwa
membangkitkan semangat rakyat
yang telah porak-poranda
memunguti satu persatu serpihan asa
kuramu dan kubangun kembali cita-cita
kukobarkan suluh yang hampir padam
tak ada kata berhenti berharap
untuk sebuah kemerdekaan
/5/
tiga serdadu membawa bendera Belanda
memaksa masuk ke istana
menghardik dan mengancam
kesombongan, keangkuhan tergambar jelas
di wajah mereka yang kaku
serupa dinding-dinding beton
tommygunnya diarahkan ke kepalaku
"turunkan bendera Merah Putih
yang berkibar di luar Istana
jika tidak, kami akan membunuh Datu
dan semua yang ada di dalam ruangan ini!"
suara bentakan, ancaman ketiganya menggema
menggetarkan dinding Istana
lalu hinggap di keheningan
tak ada yang bersuara; menjelma patung
mungkin mereka menganggapku penakut
lelaki payah yang tak punya nyali
berkidik menyaksikan moncong senjata di kepala
yang siap memuntahkan peluru
aku berdiri
tubuhku bergetar menahan amarah
mataku membara
menghujam serdadu tengik
yang berdiri di hadapanku
tatapanku belati
"kalau bendera Belanda itu saya kibarkan
pasti saya dibunuh oleh rakyat
jika bendera Merah Putih
yang sedang berkibar di luar saya turunkan,
saya pun pasti dibunuh oleh rakyat
karena itu, saya lebih memilih mati
dibunuh oleh saudara-saudara
dari pada saya harus mati dibunuh
oleh rakyat saya sendiri "