tak ada yang diperkenankan menemuiku
hanya rokok Ripper  pemberian Bau Massepe Datu Suppa
yang diperbolehkan masuk
hanya ucapan terima kasih bisa kuberikan
pada penguasa Pare-Pare itu
yang masih menghargaiku
walau menjadi tawanan
hanya beberapa jam merebahkan tubuh
pukul 01.50, perjalanan kembali dimulai
Makassar pukul 04.30, 6 Juni 1946; teramat sepi
tubuhku kian layu
rumah Tuan Obesch (Oversteg) seorang Belanda
berdiri kokoh, di bangunan dari penderitaan rakyat
secangkir teh, basa basi sebelum dijebloskan
ke dalam penjara di tangsi Jongaya
tak mengurangi dendamku peda penjajah
/14/
terkurung dalam ruang gelap dan pengap
5 Â bulan, 14 hari menghitung waktu dalam dendam
meramu hidup dalam perjara
tanpa kamar mandi dan toilet
mengajariku merasai penderitaan rakyat
di luar sana; meregang nyawa
suara senjata di luar tangsi
hampir setiap malam menyak-nyalak
kekacauan, tembak-menembak
serupa irama tanpa partitur
dan pengasingan ini belum berakhir
aku harus berjalan tanpa pengikut
bahkan Permaisuri, harus rela berpisah
cintanya yang teramat tulus
memaksa diri menemaniku
walau tubuhnya rapuh di dera sakit
air mata yang mengalir di pipinya
sebagai penanda perpisahan
meruntuhkan ketegaranku
kepedihan begitu menusuk-nusuk
mencengkeram; meremukkan jiwa
Andi Tenripadang Â
perempuan pemberani; perempuan tangguh
yang mengiringi kepergianku dengan segala doa
melepasku dengan cintanya
yang terus bertumbuh subur
/15/
sebuah truk bergerak
membawaku menuju Bonthain
aku tersenyum menyaksikan tubuhku
duduk di bak belakang
terguncang bersama hasil panen yang ditumpuk
saling tindih
di bawah terik matahari, pukul 12.00