Akhirnya, tak ada pilihan. Terpaksa aku biarkan istri terus menyetir. Aku akan pandu terus sambil berharap mentalnya masih cukup stabil.
"Begini, Bun. Sejak dari Baturaja, sepertinya kita sudah tersesat entah kemana. Setelah putar balik tadi, kita malah tidak menuju ke arah semula. Ini bukan jalanan yang sama dengan jalanan saat ayah yang nyetir ketika Bunda tertidur. Sepertinya kita semakin disesatkan oleh google map."
"Terus terang, sekarang kita benar-benar kehilangan arah. Tak punya panduan apa-apa untuk dipedomani. Ayah tidak percaya lagi mengikuti panduan aplikasi."
Istri masih tetap diam. Tidak bereaksi sama sekali.
Di luar, tiba-tiba hujan turun amat deras. Saking derasnya, suaranya berdentang-dentang di atap mobil. Memekakkan suasana dalam kabin. Guntur menggelegar dua kali diiringi kilatan petir. Benar-benar mencekam.
"Bun, kurangi kecepatan. Pelan-pelan saja. Jalanan tidak terlihat jelas."
Baru saja aku menyelesaikan kalimat itu, tiba-tiba hujan berhenti. Benar-benar berhenti total. Bahkan gerimispun tidak. Suasana sekitar langsung cerah. Hanya sekitar dua puluh detik hujan deras tadi terjadi.
'Aneh,' pikirku.
Suasana kembali senyap. Yang terdengar hanya suara getaran mesin mobil yang merambat ke kabin.
Sesaat aku dan istri sama-sama terdiam. Sibuk dengan kecamuk pikiran masing-masing, sebelum kami tiba-tiba dikejutkan lagi oleh suara lirih dari jok belakang.
"Ayah, Bunda, kita ada di mana, nih?"