Mohon tunggu...
Arfi Zon
Arfi Zon Mohon Tunggu... Penulis - PNS dan Penulis

Seorang Pegawai Negeri Sipil yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Mudik Horor (Bab 6)

27 Juli 2021   17:11 Diperbarui: 27 Juli 2021   17:28 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

Setelah beberapa menit mobil berjalan sangat pelan, akhirnya terpaksa berhenti. Karena jalan sudah tidak terlihat sama sekali.

Kabut putih terus turun begulung-gulung. Dari dalam mobil kami tidak bisa melihat apa-apa lagi selain kabut putih sekeliling. Seperti ketika berada dalam pesawat terbang saat memasuki awan.

"Duh, gimana ni, Yah, kita tidak bisa lagi lanjut. Jalanan tidak terlihat sama sekali." Setelah sekian lama diam, istri akhirnya kembali berkata-kata.

"Entahlah Bun. Kita tunggu saja sebentar. Biasanya kabut tebal begini tidak lama. Nanti akan segera menipis karena terbawa angin."

Setelah menunggu lebih sepuluh menit, ternyata kabut putih tebal itu sama sekali tidak menipis. Kami seperti berada dalam selubung tebal. Aku dan istri tak tahu lagi harus berbuat apa.

"Ayah, Bunda, ayo kita bacakan ayat-ayat suci. Ini bukan alam kasat mata. Kita sedang terjebak di alam ghaib."

Si sulung berkata-kata lirih. Namun wajahnya sangat serius. Sesaat aku terkesima mendengar kata-katanya. Dari tadi tak terpikirkan olehku apa yang baru saja dia katakan itu.

Aku juga sama sekali tidak menyangka dia bisa membuat analisis seperti itu. Karena, aku menganggap dia masih bocah kecil. Belum mampu berpikir kritis.Tapi aku lupa, dia seorang santri. Meski baru dua tahun mondok, tentunya sedikit banyak sudah punya bekal ilmu agama yang memadai.

Si Sulung langsung membacakan ayat-ayat suci. Aku dan istri juga segera mengikuti. Kami bacakan ayat-ayat yang kami hafal.

Belum genap lima menit kami melantunkan ayat-ayat suci, apa yang dikatakan si sulung terbukti benar. Kabut putih itu pelan-pelan menipis, kemudian lenyap sama sekali. Kami kembali bisa melihat kondisi sekeliling. Aku coba pelajari situasi sekitar. Mencari tahu, apakah posisi kami masih berada pada posisi saat sebelum terkurung kabut tebal tadi atau sudah beralih.

Ternyata masih sama. Aku bisa meyakini, bahwa kami masih berada di lokasi dan jalanan yang berbeda dengan saat berangkat tadi. Keadaan sekitar masih saja berupa padang rumput savana, bukan hutan belantara. Jika yang disebut si sulung tadi benar, berarti saat ini kami masih berada di alam ghaib.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun