Mohon tunggu...
Akaha Taufan Aminudin
Akaha Taufan Aminudin Mohon Tunggu... Sastrawan

Koordinator Himpunan Penulis Pengarang Penyair Nusantara HP3N Kota Batu Wisata Sastra Budaya SATUPENA JAWA TIMUR

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Menulis Ulang Kontrak Setelah Kerusuhan 2025

19 September 2025   15:47 Diperbarui: 19 September 2025   15:47 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Photo Denny JA Ketua Umum SATUPENA PUSAT 

MENULIS ULANG KONTRAK SOSIAL SETELAH KERUSUHAN 2025

- Epilog Buku: Lahirnya Generasi Rentan dan Keresahan Ekonomi di Balik Aksi Protes 2025

Oleh Denny JA

Pagi 2 September 2025, udara Jakarta masih menyisakan bau ban terbakar. Jalanan di sekitar Senayan penuh pecahan kaca. Warna hitam asap masih melekat di dinding halte TransJakarta yang terbakar semalam.

Di antara reruntuhan, seorang ibu penjual nasi uduk di Bendungan Hilir menatap hampa. Dagangannya terbakar habis ketika kerusuhan meletus.

Dengan suara serak, ia berkata: "Saya ikut menangis, bukan hanya karena warung habis, tapi karena saya ikut menjadi korban."

Kisah itu menjadi simbol: protes yang awalnya damai---menuntut keadilan ekonomi, menolak kenaikan fasilitas DPR, dan menuntut perlakuan adil aparat. Lalu ia berubah menjadi kerusuhan yang memukul rakyat sendiri.

Namun di balik duka itu, justru lahir momentum perubahan. Seperti badai yang meruntuhkan pohon-pohon rapuh, kerusuhan 2025 memaksa negara menumbuhkan tunas baru.

Yaitu koreksi kebijakan, perombakan kekuasaan, dan janji menulis ulang kontrak sosial. Tapi seberapa substansial perubahan yang direncanakan?

-000-

Gelombang protes langsung menghantam DPR. Lembaga yang selama ini dianggap abai dipaksa menanggalkan kemewahan.

*Ahmad Sahroni, Eko Patrio, Uya Kuya, Nafa Urbach, dan Adies Kadir dinonaktifkan oleh partai masing-masing.  

Mereka menjadi simbol bagaimana popularitas dan fasilitas bisa runtuh saat berhadapan dengan gelombang rakyat.

Penghentian tunjangan perumahan DPR. Sejak  31 Agustus 2025, fasilitas ini dihapus. Publik yang selama ini marah karena "rumah mewah atas nama rakyat" akhirnya mendengar jawaban konkret.  

Moratorium kunjungan kerja ke luar negeri. Sejak 1 September 2025, anggota DPR dilarang bepergian kecuali undangan kenegaraan.  

Tidak ada lagi foto-foto plesiran berkedok studi banding yang membuat rakyat panas hati.

Evaluasi fasilitas tambahan. Biaya telepon, transportasi, listrik, semua dijanjikan akan dipangkas.  

Langkah-langkah ini bukan sekadar kosmetik. Mereka adalah pengakuan: DPR harus berubah jika ingin tetap dipercaya.

-000-

Reshuffle Kabinet: Mengganti Wajah, Mengubah Nada

Presiden Prabowo Subianto bergerak cepat. Pada awal
September 2025, reshuffle diumumkan:

*Sri Mulyani digantikan Purbaya Yudhi Sadewa sebagai Menteri Keuangan.  

*Menko Polhukam diganti, untuk menegaskan bahwa penanganan keamanan harus lebih proporsional dan menghormati hak rakyat.  

*Kepala komunikasi presiden digeser, agar suara pemerintah lebih jernih di telinga publik.  

Pergantian ini adalah pengakuan politik: bahwa jabatan bukanlah kursi abadi. Mereka adalah mandat yang hanya hidup bila dipercaya rakyat.

Purbaya Yudhi Sadewa, Menkeu baru, langsung membuat gebrakan. Melalui KMK No. 276/2025, ia menempatkan Rp 200 triliun dana pemerintah di lima bank besar nasional.

*BRI, BNI, Mandiri masing-masing Rp 55 triliun  
*BTN Rp 25 triliun  
*BSI Rp 10 triliun  

Dana ini bukan untuk disimpan, tapi wajib disalurkan ke kredit produktif, terutama UMKM.

Tujuannya jelas: menurunkan bunga pinjaman, memperlonggar kredit, memperkuat daya beli rakyat, dan menumbuhkan lapangan kerja.

Inilah bentuk konkret kontrak sosial baru: negara hadir bukan hanya dengan pidato, tetapi dengan aliran dana yang bisa menyelamatkan dapur rakyat.

-000-

Juga dikeluarkan Paket Stimulus Ekonomi 8+4+5. Ini diluncurkan pemerintah Indonesia sebagai upaya strategis menjaga momentum pertumbuhan ekonomi di tengah tantangan global.

Dengan nilai Rp16,23 triliun, program ini didesain tidak hanya untuk mendorong konsumsi jangka pendek, tetapi juga memperluas daya serap tenaga kerja dan memperkuat fondasi sosial.

Delapan inisiatif utama berfokus pada penguatan daya beli masyarakat, antara lain diskon iuran BPJS Ketenagakerjaan untuk pengemudi ojol.

Juga  bantuan pangan 10 kg beras bagi 18,3 juta keluarga, hingga pembebasan PPh 21 bagi pekerja sektor pariwisata.

Program ini menyasar kelompok rentan sekaligus sektor yang paling terdampak.

Empat program diperpanjang hingga 2026, memberi kepastian bagi UMKM dan pekerja industri padat karya agar tetap mendapat insentif.

Sementara lima program unggulan diarahkan ke penciptaan lapangan kerja masif---dari koperasi desa, kampung nelayan, revitalisasi tambak, modernisasi kapal, hingga perkebunan rakyat.

Esensi paket ini menyalurkan anggaran negara secara optimal tanpa memperlebar defisit APBN.

Harapannya, efek berantai dari konsumsi, investasi, dan tenaga kerja baru akan memperkuat pertumbuhan PDB menuju target 5,2 persen pada akhir 2025.

Ini bukan sekadar stimulus, melainkan strategi memperkokoh kontrak sosial: negara hadir untuk menjaga kesejahteraan rakyatnya.

-000-

Respon pemerintah Prabowo sudah sangat cepat dan menolong. Namun perubahan lebih substansial dapat dikerjakan lebih radikal lagi jika kita membaca buku Thomas Piketty: Capital in the Twenty-First Century. Persoalan sesungguhnya adalah ketimpangan struktural.

Piketty mempelajari sejarah dunia, dan menemukan hukum besi ketidak-adilan. Hukum ini juga bisa berlaku untuk Indonesia.

Ia menunjukkan ketika pengembalian modal lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi (r > g), kekayaan menumpuk pada segelintir orang.

Warisan menjadi lebih penting daripada kerja keras. Ketimpangan pun membesar, kontrak sosial lama runtuh, dan rakyat kehilangan rasa memiliki terhadap negara.

Bukankah Indonesia sedang menuju jurang yang sama? Gini ratio stagnan, jurang kaya-miskin melebar, dan generasi muda hidup dalam bayang-bayang "generasi rentan": buruh kontrak, pekerja informal, ojol yang bekerja 12 jam tanpa kepastian.

Kerusuhan 2025 adalah alarm. Ia mengingatkan bahwa tanpa koreksi mendasar, kontrak sosial Indonesia akan hancur, digantikan bara ketidakadilan yang membakar.

Pelajaran dari Piketty jelas: kontrak sosial baru harus dibangun di atas keadilan distribusi, bukan hanya pertumbuhan.

Negara harus berani memperluas pajak progresif, mengurangi kekuasaan oligarki, dan memastikan akses pendidikan serta kesehatan benar-benar merata.

Di sini, pemikiran John Rawls relevan: keadilan sejati lahir ketika kebijakan dirancang seolah-olah kita tak tahu posisi kita dalam masyarakat---apakah kaya atau miskin, pejabat atau rakyat biasa.

-000-

Ada filsafat yang lahir dari kerusuhan 2025: keadilan adalah kemampuan institusi untuk berubah nyata.

*Bukan lagi sekadar janji, tetapi pemotongan fasilitas.  
*Bukan sekadar pidato, tetapi reshuffle pejabat.  
*Bukan sekadar angka APBN, tetapi Rp 200 triliun yang mengalir ke UMKM.  

Namun, keadilan sejati hanya lahir jika perubahan ini berlanjut menjadi reformasi mendasar.

Yaitu sistem pajak yang lebih adil, pembatasan oligarki, dan literasi digital agar media sosial tidak lagi jadi bara kerusuhan, melainkan ruang demokrasi sehat.

-000-

Agustus--September 2025 akan tercatat sebagai bulan ketika rakyat Indonesia menunjukkan bahwa suara mereka bukan gema kosong.

DPR dipaksa meruntuhkan benteng fasilitas mewahnya. Kabinet diguncang reshuffle. Kebijakan fiskal digeser dari parkir dana ke kredit rakyat. Semua itu lahir dari suara rakyat yang menolak diam.

Namun, sejarah juga mengingatkan: perubahan bisa sekadar kilat di malam badai---bercahaya sesaat, lalu padam.

Tugas kita adalah menjadikannya petir yang membuka jalan, agar setelah badai lahir pelangi yang menetap.

Kontrak sosial Indonesia harus ditulis ulang:

1.Negara Hadir Meredam Keresahan Generasi Rentan  
2.Ekonomi Dibangun Lebih Adil  
3.Media Sosial Dijadikan Ruang Sehat, Bukan Bara Kerusuhan  

-000-

Sejarah Indonesia sesungguhnya selalu dibangun di atas kontrak sosial yang bergeser seiring krisis.

Pada era Orde Baru, kontrak sosial yang berlaku adalah stabilitas politik ditukar dengan pertumbuhan ekonomi. Rakyat menerima represi politik sejauh dapur tetap mengepul, bensin murah, dan harga pangan terkendali.

Namun krisis moneter 1998 merobohkan fondasi tersebut; stabilitas tak lagi bisa dibeli ketika legitimasi ekonomi hancur. Reformasi 1998 melahirkan kontrak sosial baru: kebebasan politik dengan janji kesejahteraan demokratis.

Dua dekade kemudian, janji itu pun mulai rapuh karena demokrasi yang dikooptasi oligarki dan ketidakadilan ekonomi yang makin mencolok.

Dalam konteks itu, kerusuhan 2025 bukan sekadar letupan spontan, melainkan tanda bahwa kontrak sosial reformasi sudah mencapai batas sejarahnya.

Generasi muda yang hidup dalam ketidakpastian kerja menolak status quo; kelas menengah yang terhimpit biaya hidup kehilangan kepercayaan; rakyat kecil merasa ditinggalkan oleh elit yang makmur.

Maka, kontrak sosial masa depan hanya bisa bertahan bila negara berani menyatukan dua hal yang selama ini pincang. Yaitu dipulihkannya demokrasi politik agar lebih sehat dan keadilan ekonomi yang nyata.

Tanpa kombinasi itu, Indonesia akan terus mengulangi siklus kerusuhan setiap dua dekade, dari 1998 ke 2025, menuju krisis berikutnya.

Kontrak sosial baru juga menuntut keberanian negara menghadapi oligarki secara nyata. Misalnya melalui regulasi politik pembiayaan partai, transparansi aset pejabat, serta reformasi hukum yang menutup celah korupsi institusional.

Tanpa reformasi struktural, kebijakan populis hanya akan jadi kosmetik sesaat, bukan penopang jangka panjang kesejahteraan bangsa.

Sejarah selalu memberi ruang bagi bangsa yang berani menata ulang dirinya.

Untuk mewujudkan keadilan yang nyata, pemerintah harus berani mengambil langkah tegas.

Misalnya, orang superkaya dengan penghasilan di atas Rp100 miliar setahun dikenakan pajak sangat tinggi, hingga 75%.

Uang yang terkumpul dari pajak itu tidak boleh menguap ke birokrasi, melainkan langsung dipakai untuk membangun universitas gratis bagi anak muda, serta klinik kesehatan desa yang buka 24 jam dan dikelola masyarakat setempat.

Semua penggunaan dana diawasi dengan teknologi digital transparan, sehingga setiap rupiah bisa ditelusuri publik.

Dengan begitu, negara benar-benar menjalankan prinsip sederhana: kebijakan dibuat seakan-akan kita tidak tahu akan lahir sebagai orang kaya atau miskin. Karena itulah, sistem dibangun agar adil untuk semua, bukan hanya untuk segelintir orang.

Jika kontrak sosial baru benar-benar ditulis dengan tinta keadilan, maka Indonesia tak hanya selamat dari siklus krisis dan kerusuhan, tetapi bangkit sebagai teladan dunia.

Kita harus menjadi sebuah negeri yang memilih cahaya kebersamaan ketimbang bara perpecahan. Dan menjadikan keadilan bukan sekadar mimpi, melainkan napas sehari-hari rakyatnya.***

Jakarta, 19 September 2025

Referensi

*Piketty, Thomas. Capital in the Twenty-First Century. Harvard University Press, 2014.

*Castells, Manuel. Networks of Outrage and Hope: Social Movements in the Internet Age. Polity Press, 2012.

*Rawls, John. A Theory of Justice. Harvard University Press, 1971.

Pegadaian MengEMASkan Indonesia 

MengEMASkan Indonesia 

-000-

Ratusan esai Denny JA soal filsafat hidup, political economy, sastra, agama dan spiritualitas, politik demokrasi, sejarah, positive psychology, catatan perjalanan, review buku, film dan lagu, bisa dilihat di FaceBook Denny JA's World

https://www.facebook.com/share/p/161s1XXRVz/?mibextid=wwXIfr

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun