Mohon tunggu...
Adriyanto M
Adriyanto M Mohon Tunggu... Menyimak Getar Zaman, Menyulam Harapan

Ruang kontemplasi untuk membaca dinamika dunia dengan harapan dan semangat, merangkai ide dan solusi masa depan.

Selanjutnya

Tutup

Cerbung

[FULL NOVEL] PENDHARAKA: Fantastic Four Nusantara - Bab 16

15 Juni 2025   19:36 Diperbarui: 20 Juni 2025   09:44 81
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Buku Novel Superhero Indonesia: "PENDHARAKA: Fantastic Four Nusantara"

Bab 16: Kebangkitan Sang Ratu

Sebelum lanjut, baca Prolog, Bab 1, Bab 2, Bab 3 , Bab 4, Bab 5, Bab 6, Bab 7, Bab 8, Bab 9, Bab 10, Bab 11, Bab 12, Bab 13, Bab 14, dan Bab 15.

Jika suka dengan cerita ini, jangan sungkan like dan comment, akan sangat berarti bagi tim penulis.

Beberapa minggu berlalu di sebuah dusun terpencil yang menjadi tempat perlindungan sementara bagi keempat Pendharaka setelah pertempuran dahsyat di Gunung Halimun. Angin, atau Gayatri, berangsur pulih dari luka-lukanya di bawah perawatan sabar Tanah yang memiliki pengetahuan tentang tanaman obat, serta energi penyembuh Tirta yang dialirkan melalui air jernih pegunungan. Sayap anginnya yang robek tak lagi mengeluarkan percikan energi kesakitan, namun bekas lukanya tetap ada, pengingat akan pertempuran dan pengorbanan yang telah mereka lalui. Secara fisik, ia masih lemah, namun secara spiritual, sesuatu dalam dirinya telah berubah. Kekuatan leluhur yang dialirkan oleh ayahnya, Pangeran Wirasakti, sebelum pengorbanan heroiknya, berdenyut dalam dirinya, menunggu untuk dibangkitkan sepenuhnya.

Di hari-hari pemulihannya yang panjang, Angin sering merenung, memegang erat kalung melati kuncup peninggalan Ratu Sekar dan surat lusuh dari Nyai Ratna. Ia membacanya berulang kali, setiap kata kini memiliki makna yang lebih dalam. Nyai Ratna, prajurit elit yang menyelamatkannya dari pembantaian di Istana Sunda Agung. Ratu Sekar, ibu kandungnya, permaisuri yang bijaksana. Pangeran Wirasakti, ayahnya, yang tersesat dalam duka namun akhirnya menemukan penebusan. Ia adalah Gayatri, putri terakhir dari garis keturunan Sunda Agung. Beban itu terasa berat, namun juga memberikan tujuan baru yang melampaui keinginan pribadinya untuk bebas.

Kabar tentang pertempuran di Gunung Halimun dan musnahnya Kapten Willem van der Kraan menyebar dari mulut ke mulut di antara rakyat jelata. Meski VOC berusaha menutup-nutupi kekalahan telak itu, desas-desus tentang empat pendekar muda dengan kekuatan gaib dan pengorbanan seorang pangeran mulai membangkitkan percik-percik harapan. Namun, di sisi lain, VOC juga semakin brutal dalam menekan setiap potensi perlawanan, desa-desa dibakar, pajak diperberat, dan kerja paksa semakin merajalela.

Suatu hari, sekelompok petani dari dataran rendah yang telah kehilangan segalanya -- rumah, sawah, dan keluarga -- berhasil menemukan persembunyian mereka. Mereka datang dengan putus asa, memohon perlindungan dan kepemimpinan. Mereka telah mendengar tentang Putri Gayatri yang selamat.

"Ndoro Putri," ujar salah satu tetua petani itu, berlutut di hadapan Angin yang masih terduduk lemah. "Kami mohon, pimpinlah kami. Kami tak tahu lagi harus ke mana. Kompeni telah merampas segalanya."

Angin terkejut. Dipanggil 'Ndoro Putri', diminta memimpin. Ia menatap Tanah, Api, dan Tirta, mencari dukungan. Api mengangguk tegas, seolah berkata, "Inilah takdirmu." Tanah tersenyum menguatkan. Tirta hanya menatapnya dengan sorot mata yang dalam, seolah melihat potensi yang belum sepenuhnya Angin sadari.

Hatinya tergerak oleh keputusasaan para petani itu. Surat Nyai Ratna seolah membisikinya. Ini bukan lagi tentang dirinya sendiri. Ini tentang rakyatnya. "Aku... aku akan mencoba," jawab Angin, suaranya masih lirih namun ada nada baru di sana: nada seorang pemimpin.

Ia tahu apa yang harus dilakukannya pertama kali. Ia harus kembali ke akarnya, ke tempat semuanya dimulai dan berakhir. "Kita akan pergi ke reruntuhan Istana Sunda Agung," katanya pada teman-temannya dan para petani itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerbung Selengkapnya
Lihat Cerbung Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun