“Hidup ini emang lelucon, bukan? Contohnya kamu: seorang pengacara biasa yang mengalami kecelakaan mobil, lalu bisa berubah jadi makhluk Hulk populer”, K.E.V.I.N. memberikan analogi dengan suara datar khas robot. “Kenyataannya, kamu hanya karakter dalam cerita”, lanjutnya tajam.
She-Hulk tersentak dan untuk sesaat pikirannya melayang, tidak bisa berkata apa-apa. K.E.V.I.N. menyampaikan suatu kejujuran yang pahit bagi She-Hulk. Suatu fakta yang, tergantung diterima dari perspektif mana, dapat meruntuhkan atau membangkitkan seseorang.
“Makna”, suara K.E.V.I.N. menyadarkan lamunan She-Hulk. “Makna? Maksudnya kamu?”, tanya She-Hulk, kali ini dengan nada lebih pelan. “Setiap kisah punya makna. Baik…buruk…selalu ada makna di baliknya”, K.E.V.I.N. menjelaskan.
“Jika kamu ganti kisahnya, maka maknanya pun bisa saja berubah. Masalahnya: apakah kamu tahu apa makna di balik kisah Wanda saat ini?”, K.E.V.I.N. memberikan pertanyaan yang membuat pikiran She-Hulk kembali melayang.
“Apa makna di balik kisah kamu, Jen? Kamu juga mau ubah jalan narasinya? Tidak lagi menjadi She-Hulk? Apa yang akan berubah jika demikian? Teman-teman, kekasih, keluarga, pekerjaan?”, K.E.V.I.N menghantam She-Hulk dengan pukulan pertanyaan bertubi-tubi.
“A…aku ga…aku cuma…ini tuh bukan tentang aku!”, She-Hulk membantah, terbata-bata, sebelum melanjutkan. “Aku ga bisa ngeliat teman-teman aku kenapa-kenapa. Wanda bergantung sama aku. Anak-anaknya bergantung sama aku. Wong bergantung sama aku. Aku ga boleh kecewain mereka”.
“Kenapa, Jen? Kenapa kamu peduli? Kamu bisa menolak permintaan Wong saat itu. Lalu, kenapa?”, desak K.E.V.I.N. “Karena aku…karena aku…AKU INGIN HIDUPKU BERMAKNA!!!!”, teriak She-Hulk.
Tak sadar, air mata mengalir di pipinya, seraya tubuhnya kembali ke wujud manusia, si Jennifer Walters. Si pengacara, sahabat Nikki Ramos dan Mallory Brook, saudara sepupu Bruce Banner, mantan kekasih Matt Murdock…She-Hulk, si pahlawan.
K.E.V.I.N. mendekati Jen yang tersungkur di lantai. “Aku ga nyangka episode ini bisa se-dark dan sepanjang ini”, canda Jen sambil menghapus air matanya. “Ga ada yang bilang kalau kamu akan gagal atau berhasil. Semua tergantung upayamu dan itu yang terpenting”, ucap K.E.V.I.N.
Jen tertawa sedikit, tidak menduga K.E.V.I.N. yang justru akan menyadarkannya. “Sejak kapan sih kamu jadi bijak begini? Kata-kata penyemangatmu lumayan”, Jen bercanda lagi. “Seandainya aku bisa tersenyum, Jen”, jawab K.E.V.I.N.
Lalu, K.E.V.I.N. memberikan pesan samar kepada Jen. “Ingat, Jen! Setiap kisah punya makna. Bahkan, kisah Praxis”. Sebelum Jen sempat menanyakan lebih lanjut, tiba-tiba dia sudah kembali di perpustakaan TVA.