Mohon tunggu...
Abdul AzizArifin
Abdul AzizArifin Mohon Tunggu... Lainnya - Pelajar

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Meraih Mimpi Menggapai Asa

4 Maret 2022   06:28 Diperbarui: 4 Maret 2022   06:30 2781
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

LOMBA FILM DOKUMENTER

Kelas berukuran 7 x 9 meter ini makin terasa sempit karena keributan yang dibuat Burhan CS. Kali ini, mereka bermain bola kertas.
Guru PKn berhalangan hadir karena sakit. Jadi, kami mendapat tugas mengerjakan latihan soal. Aku, Sarah dan Ilham sudah beres mengerjakan tugas itu, sehingga leluasa ngobrol rencana pembuatan film.
"Taufik ngajakin  kita  untuk membuat  film dokumenter. Ada lomba tingkat nasional. Ikutan gabung, yuk!" Sarah membuka obrolan.
"Boleh. Tema film nya, apa?"
"Itu dia... masih nyari tema film yang sesuai dengan kemampuan kita."
"Bagaimana kalo tentang permainan anak-anak?" usulku.
"Permainan seperti apa? Gadget?" Sarah memberikan usulnya.
"Gadget udah gak menarik lagi. Semua anak yang seusia kita, sudah punya aplikasi gadget masing-masing pada ponsel atau note book mereka."

"Jadi, permainan seperti apa yang akan di angkat untuk film kita?"
"Permainan anak-anak zaman dulu?. Engrang, congklak, gobak sodor, sondah? Uuuh... anak zaman sekarang, mana ada yang mengenal permainan seperti itu,"
"Justru disitu keunikannya. Sekarang, Kita cari tahu dimana tempat anak-anak yang masih menggunakan permainan seperti itu. Aku tanya ibu dulu, ya. Dia punya banyak temen, mungkin bisa bantu." Kataku menutup obrolan. Bu guru yang ngajar IPS sudah berdiri di depan pintu kelas.
*****
Seminggu ini, rencana pembuatan film dokumenter semakin mengerucut kepada pembicaraan teknis. Aku, Sarah, Taufik. Ilham dan Nadya asyik membicarakan pembagian tugas dan menyusun skenario pembuatan film dokumenter. Handy cam punya Taufik menjadi senjata utama yang paling berharga, dia merekam setiap moment dari film yang kami buat. Aku dan Sarah  menjadi reporter,  Ilham menulis script wawancara untuk narasumber sedangkan Nadya sebagai

pengarah gaya alias sutradara. Karena ide awalnya dari Taufik, maka dia menjadi leader kami dalam proyek ini.
Hari Sabtu, kami siap melakukan pengambilan film. Beberapa hari lalu, ibu sudah menghubungi kepala sekolah SD Alam dan mereka siap membantu. Pukul delapan pagi, kami berlima sudah berada di lokasi  pengambilan film. Saat kami datang, anak laki-laki asik bermain gobak sodor, sorodot gaplok dan petak umpet. Di sudut  lainnya,  anak-anak  perempuan  bermain sondah, bekel dan sapintrong. Taupik langsung membuka handy cam. Dengan cekatan, dia merekam semua yang dilakukan anak-anak. Waaah...Anak-anak kecil ini hebat, mereka tidak  canggung walaupun permainan yang dilakukannya terus disorot kamera. Kadang, Aku, Sarah dan Nadya secara spontan ikut larut dalam permainan yang mereka lakukan. kami bisa tertawa lepas bareng anak-anak lainnya saat bermain
Ular  Naga  karena  Nadya  yang  ketangkap,  langsung dikelitik oleh anak kecil yang jadi penjaga garda.
Bapak kepala sekolah mau meluangkan waktu untuk menjawab pertanyaan Sarah, yang jadi reporternya.Semua pertanyaan dijawabnya dengan

lengkap. Taufik yang merekam wawancara, beberapa kali mengacungkan jempolnya. Kepala sekolah juga mengusulkan agar Psikolog yang menjadi konsultan sekolah turut dijadikan sebagai narasumber. Kebetulan, hari itu dia ada di sekolah. Tentu saja, saran beliau kami sambut gembira. Ilham dengan sigap, langsung menulis daftar pertanyaan sebagai bahan wawancara dadakan kearahku.
Tidak terasa, hari beranjak senja. Ahirnya, kami berhasil merekam semua aktifitas permainan anak-anak sesuai script yang dibuat Ilham. Hmmm... indahnya. Sepenggal moment  masa  kecil  mereka,  berhasil diabadikan oleh tim. Penat yang dirasakan, setara dengan kebahagiaan berlimpah yang kami terima sore ini. dalam  perjalanan  pulang,  Ilham  dan  Taufik  merencanakan kegiatan mengedit film. Untuk urusan ini, mereka memang ahlinya.
Saat jam istirahat pertama, Taufik mengajak tim untuk kumpul di mushola. Taufik dan Ilham kesulitan dalam mengedit  film.  Kemampuan  mereka  dalam menggunakan computer masih terbatas.

"Minta bantuan Pak Agus aja, yuk. Beliau guru TIK yang baik," usul Nadya. Sarah melirik padaku, sambil berkata; "Urusan pedekate dengan Pak Agus, serahkan pada kami. Sekarang ada pelajaran TIK, Aku dan Faza bisa minta bantuan beliau. Gimana?". Taufik mengangkat jempolnya. Bel tanda masuk kelas sudah berbunyi. Kami  langsung  bubar, kembali  ke  kelas masing-masing.
Siang ini, kami kembali berkumpul di laboratorium TIK. Pak Agus berkali-kali memuji ide kreatif yang dapat diterjemahkan dengan baik dalam film ini. Kami juga belajar bagaimana cara mengedit foto yang benar. Ramailah ruang laboratorium TIK dengan celoteh lima anak yang antusias memperhatikan setiap potongan film. Ilham dan Nadya sibuk dengan catatan skenario film yang dibuatnya. Aku, Sarah dan Taufik bertugas melihat film dan memastikan setiap alur film sesuai dengan skenario yang ada.
Tidak terasa, jam dinding sudah menunjukkan pukul lima sore. Pak Agus meminta kita semua pulang. Pak Agus bersedia mengedit keseluruhan film ini hingga

ahir. Besok pagi, film sudah harus dikirimkan kepada panitia lomba melalui surel.
*****

MAHDI, SI PENAKLUK ULAR

Aku dan teman-teman tinggal menanti pengumuman lomba. Proses diskusi yang alot tentang film yang melelahkan, sudah berahir. Hari ini, aku pulang dengan bahagia.
Saat aku datang, ibu sedang duduk di ruang baca. "Assalamualaikum Ibuuu," sapaku, dan langsung
tiduran dipangkuannya.
"Waalaikum salam, nak." "Mahdi belum datang, bu?"
"Belum. Mungkin masih di jalan. Teteh mandi dulu, bau ah!" kata ibu sambil bercanda. Aku bukannya mandi, malah  berusaha  memeluk  ibu  yang  masih membaca bukunya.
"Ibuuu ... Assalamualaikum," Adikku yang baru datang berteriak heboh. Dia baru kelas empat SD. Mahdi punya segudang energy dalam tubuhnya, sehingga selalu saja ada tingkah polah yang membuat seisi rumah kelabakan.
"Aku punya kejutan buat Ibu.  Matanya  merem  ya!. Teteh juga diem. Awas, gak boleh ngintip." Katanya

ribut.Kamiberduamengikutiperintahnyasambil tersenyum.
"Ya, sekarang buka matanya!" "ASTAGHFIRULLAH, MAHDIIII !"
Ibu dan aku langsung berdiri karena kaget. Ular Piton yang panjangnya sekitar dua meter, bergelung malas diatas karpet.
"Tenang, dia masih tidur, bu." Jawabnya. "Aku yang menangkap ular ini sendirian, hebat kan?.
"Bukankah kamu tadi pergi sekolah? Dimana kamu menangkap ular itu?" tanya ibu beruntun. Aku sudah berusaha mengamankan diri, menjauh dari ular Piton yang meringkuk diam.
"Begini, Aku menyelinap ke luar sekolah lewat pagar samping. Disana ada kuburan. Terus, dibawah pohon besar itu ada lubang besar, tempat ular ini sama anak-anaknya tinggal. Naah, aku lihat ular besar itu lagi tidur. Kufikir, inilah saat yang tepat untuk mempraktekkan cara menangkap ular seperti yang pernah ibu ajarkan," katanya penuh semangat.
Ibu tertegun, Masyaallah... Beberapa minggu lalu, kami menonton petualangan Panji, Sang Penakluk

di salahsatu stasiun TV swasta. Panji, tokoh dalam film dokumenter itu seorang pemuda yang memiliki kemampuan menangkap ular berbisa. Selesai menonton, Ibu bercerita jika saat kuliah, Ibu pernah menangkap ular Piton yang nyasar ke tenda. Waktu itu, Mahdi minta agar ibu mempraktekkan cara menangkap ular dengan menggunakan ular-ularan karet. Ibu mengajari dia, bagaimana cara memegang ular dengan  benar. Mahdi dengan antusias mencoba beberapa kali.
Saat ini, aku dan ibu dibuat kaget sekaligus bangga dengan keberaniannya. Ibu bersyukur, karena ular yang ditangkap adikku dalam masa puasa, sehingga tidak begitu berbahaya. Bayangkan saja, selama empat jam ular ini berada dalam tas sekolah yang menempel di punggung adikku. Cerdasnya, bagian kepala ular dibungkus dengan plastik sehingga ular menjadi lemas karena kekurangan oksigen.
"Setelah nyampe rumah... mau diapain ularnya, De?" tanyaku iseng.
"Mau dipelihara. Di gudang, ada akuarium bekas. Itu bisa aku pake kan bu?" tanyanya sambil menatap

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun