Tak perlu dua kali. Sayup, kudengar tawamu saat aku berlari ke halaman. Menembus rinai, berpacu dengan butiran hujan. Kemudian tergesa menghampiri serta menyelamatkan cucian yang terhampai di tali jemuran.
"Basah lagi, Mas?"
"Iya."
"Pakaian Adek?"
"Masih lembab! Mas setrika aja, ya?"
Kau duduk di sampingku. Memangku bayi mungil di pelukanmu. Sesekali tersenyum melihat gerak tanganku yang gagap mengayun setrikaan.
Bagi seorang ibu yang baru melahirkan. Hujan adalah ujian.
"Gantian, Mas!"
Kalimat itu bukan pertanyaan. Tapi permintaan. Kau letakkan sosok mungil di dalam dekapanmu ke tempat tidur. Tanpa suara, kau ambil alih setrika.
"Mas tadi lagi nulis?"
"Iya."
"Nulis apa? Puisi? Cerpen? Atau..."
"Cerpen. Tapi baru dua paragraf!"
"Tentang apa?"
"Hujan!"
Aku terlambat. Telapak tanganmu telah lebih dulu singgah di pahaku.
Plak! Plak! Plak!
***
"Kenapa Mas menyukai hujan?"