Mohon tunggu...
Willem Nugroho
Willem Nugroho Mohon Tunggu... Lainnya - Seseorang yang belajar menulis.

.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Biarkan Sungai Bercerita #2: Bagian yang Terdahulu

11 Juli 2021   12:09 Diperbarui: 11 Juli 2021   12:22 821
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jalan-jalan dusun nampak lengang dari ujung ke ujung. Permadani hijau yang membentang ditambah tangga alam yaag dibuat membelah bukit terlihat sepi tidak bertuan. Hanya suara burung berkicau dan air gemercik yang terdengar bersinggung dengan batu dalam parit.

"Hai, Jumari tolong kau belikan Tepung Terigu di Warung Pak Yadi yaa?" Tanyak  bapak dari dapur rumah.

Nggih, Pak akan aku belikan."  Jawab Jumari sembari keluar dari sungai tempat ia mandi.

Jumari bergegas mengambil handuk yang dijemur di tongkat bambu panjang disamping dapur, lalu masuk ke kamar berganti pakaian.

Dusun terpencil ini memang memiliki sungai yang jernih airnya dan membentang panjang membelah. Sungai melintas dari rumah kepala dusun, Pak Rohan diujung utara hingga Rumah Pak Rusmin di ujung selatan, lalu terus menuju kota kabupaten. Sugai itu berada di samping Rumah Jumari. Air jernihnya sering digunakan untuk keperluan sehari-hari. 

Beberapa hari lagi akan digelar tradisi "Kunjung Dusun". Tradisi ini sudah diwariskan secara turun-temurun oleh para pendahulu. Dalam tradisi ini warga dusun diberikan kesempatan untuk saling berkunjung ke rumah-rumah. Tradisi ini berlaku bagi lima dusun yang ada disepanjang aliran sungai dan biasa diramaikan dengan pesta rakyat dan pasar malam.

Setelah mendapatkan uang saku dan menyisir rambutnya serupa Roy Marten. Aktor terkemuka pada waktu itu. Jumari segera mengayuh sepeda ontel milih Bapak menuju Warung Pak Yadi. Sepanjang perjalanan Jumari melihat warga semarak mempersiapkan tradisi yang diadakan tiap tahun ini. 

Rumah Pak Rohan sibuk mempersiapan mesin diesel yang disewa dari kota kabupaten. Warga lain sibuk menghias seluruh jalan menggunakan lampu-warna warni.  Pemandangan ini jarang terlihat di hari biasa kerena sebagaian warga sibuk mengurus sawah.

Sesampainya di Warung Pak Yadi, Jumari menyandarkan sepeda ontelnya di sebuah Pohon Pisang yang berada di depan halaman. Warung ini berukuran 5x5 dan menjual berbagai berbagai kebutuhan pakok( sembako).

"Nyuwun sewu, Pak Yadi" Ujar Jumari dari ambang pintu warung.

 (Permisi, Pak Yadi)

"Iyaa, Mas mau beli apa?" Jawab Pak Yadi sembari berjalan membuka pintu warung.

" Ohh mau membeli tepung terigu, Pak. Satu bungkus" Pinta Juamari kepada Pak Yadi.

" Sebentar yaa saya ambilkan. Apa Bapak mempersiakan Kunjung Dusun?" Tanya Pak Yadi.

" Iyaa, Pak untuk mempersiapkan Kunjung Dusun". Jawab Jumari sambil tersenyum lebar.

"Jadi harga tepung terigu berapa nggih, Pak?" Jumari bertanya sembari menerima Tepung dari tangan Pak Yadi.

" Ohh semuanya Rp600 rupiah, Mas." Jawab Pak Yadi sambil mengitung menggunakan jari.

Jumari merogoh saku celana sisi kiri untuk mengambil uang saku yang diberikan ibuk sebelum berangkat tadi. Ibuk memberikan uang saku Rp1000 untuk membeli semua keperluan. Alangkah terkejutnya Jumari mendapati bahwa saku celananya bolong. Dengan raut muka cemas Jumari memeriksa saku sisi kanan. Nampaknya keberuntungan menaungi Jumari. Disaku itu terdapat uang Rp800 rupiah dari uang saku ibuk tempo hari. Syukurlah.

**

Fajar belum terlihat dari ufuk timur. Ia masih malu dan bersebunyi dibalik gunung yang masih nampak gelap namun tetap megah. Lapangan dusun terlihat kecil dari kejahuan. 50 meter kira-kira jaraknya.

Ariani melipat selimutnya sampai berbentuk layaknya  tahu goreng. Simetris disetiap sisinya. Ditemani cahaya lampu cemprong Ariani membantu ibunya memasak didapur yang berada dibelakang rumah.

"Nduk, tolong kau masukan santan kedalam panci yaa." Minta Ibu Rahayu kepada anaknya itu.

"Baik, Buk." Jawab Ariani sambil mengambil guci penuh santan diatas meja.

Tidak berapa lama santan yang direbut untuk membuat Opor Ayam itu mendidih diatas tungku api.

"Sudah sana, Ni. Biar ibu saja yang melanjuatkan memasak, kau bersiap saja untuk sekolah." Pernyataan Ibuk kepada Ariani yang berada didekat tungku api.

Mendengar pernyataan ibuk itu, Ariani segera meninggalkan dapur, dan menuju ke kamarnya.

Ariani adalah siswi tingat SMA. Sewaktu SMP dan 2 tahun SMA ia tempuh di kota kabupaten. Tapi sayang untuk tahun terakhirnya ini Ariani harus pindah sekolah ke dusun.

Sekolah di kota kabupaten dimulai  pukul 07.00, sedangkan sekolah di dusun dimulai pukul 07.30. Lebih lambat tiga puluh menit.Waktu yang berbeda ini membuat Ariani sudah siap lebih awal. Buku rapi didalam tas, tempat pensil lengkap, dan seragam sudah tersetrika. Jangan bayangkan setrika listrik, tapi setrika arang. Kalian tahu kan? Jadi cukup menyita waktu.

Setelah siap dan sarapan Opor Ayam yang dibuat esok tadi, Ariani berpamitan pada Bapak dan Ibuk untuk menyambut hari baru, pengalaman baru dan sekolah baru.

**

Tergopoh-gopoh Jumari mengeluarkan Sepeda Ontel dari gudang rumah. Jam sudah menunjukan pukul 07.20. Sepuluh menit lagi sekolah akan dimulai dan Jumari baru saja bangun dari tidurnya. Hal ini membuat hati berdebat terbayang jika dirinya terlambat masuk kelas.

source: https://kumparan.com/potongan-nostalgia/edukasi-indonesia-masa-kependudukan-jepang/full
source: https://kumparan.com/potongan-nostalgia/edukasi-indonesia-masa-kependudukan-jepang/full

Jumari duduk dibangku kelas 3 SMA. Bekas Sekolah rakyat adalah satu-satunya sekolah tingat menegah atas yang ada bagi warga sepanjang aliran sungai. SMA Negeri Kapal Hulu namanya. Sekolah ini terdiri dari tiga tingkatan yang masing-masing memiliki satu kelas.

" Siapa diantara teman-teman yang tidak mngerjakan tugas yang saya berikan?" Tanya Pak Muklis dengan dana tegas.

Keringan dingin mengucur membasahi pakaian Jumari mendengar pertanyaan dari Pak Muklis itu. Sial. Jumari baru menyadari bahwa dia belum mengerjakan tugas yang diberikan minggu lalu.

"Siapa diantara teman-teman yang belum mengerjakan tolong berdiri? Tambah Pak Muklis sembari melihat sekeliling kelas.

Dengan raut wajah kwatir seperti kepiting rebus Jumari memberanikan diri untuk berdiri bersama dengan Tohar yang bernasib sama dengannya.

" Lebih baik mengakui kesalahan dan mengubah diri daripada berbohong" Guman Jumari dalam hati yang getir.

"Baik, tolong untuk Jumari dan Tohar hormat pada tiang bendera di lapangan. Kalian berdua juga sudah nyaris terlambat hari ini, jadi itu konsekuaensi yang setimpal. Cepat." Tegas Pak Mukslis dengan mata melotot tajam.

**

Matahari semakin berjalan menuju kebarat. Jumari dan Tohar masih setia berdiri tegap. Sudah 2 jam kiranya mereka berdiri didepan bendera. Bendera yang berkibar gagah diatas tiang bambu sederhana. Tohar mencuri kesempatan untuk duduk bersila selagi halaman sekolah sepi dan semua guru sibuk.

Beberapa waktu terlihat seorang perempuan dengan rambut panjang sebahu dari kejahuan. Ia keluar dari ambang pintu ruang kepala sekolah. Rambutnya hitam berkilau terkena terik matahari. Seragamnya masih bersih. Wajahnya teduh, manis, dan (mungkin) itu menggambarkan sifatnya.

" Hai, Tohar siapa perempuan itu? Tanya Jumari sambil mencuri pandang.

" Aku juga tidak tahu. Mungkin murid baru kah?" Jawab Tohar degan mengerutkan dahi, tanda penasaran.

**

Hari ini Tradisi "Kunjung Dusun" mulai diadakan hingga tiga hari kedepan. Sekolah untuk sementara diliburkan, semua fasilitas dusun berhenti kecuali angkot. Permadani hijau dibiarkan semakin menguning diterpa angin. Burung-burung terbang mengangkasa sembari membantu proses peyerbukan dikaki gunung.

Warga berdunyun saling berkunjung satu sama lain. Kudapan khas seperti Klepon,dan Wajik menjadi suatu yang selalu ada disetiap meja, tidak terkecuali Rumah Jumari. Kudapan ditata rapi demi menyambut para tamu. Sampai siang hari Rumah Jumari telah disinggahi oleh Pak Rohan, Paka Rusmin, dan masih banyak lagi.

Di lapangan dusun sedang dipersiapkan Pertunjukan Wayang satu malam penuh beserta dengan pesta rakyat, dan pasar malam. Jaraknya 800 meter dari Rumah Jumari.

Menjelang sore terdengar suara dari depan pintu Rumah Jumari.

 Tok..tokk..tokk. Dengan cepat Bapak membukakan pintu rumah. Ternyata Pak Kusmin. Beliau adalah sekertaris dusun. Ia tinggal tidak jauh dari lapangan yang akan mengelar berbagai acara itu. Pak Kusmin berkunjung bersama dengan istrinya.  Tidak nampak siapapun lagi yang masuk dari ambang pintu.

 " Jumari tolong kau kemari, dan bersalaman dengan Pak Kusmin." Ujar Bapak memanggil Jumari yang berada dibelakang rumah."

"Nggih, Pak.".Jumari masuk ke ruangan tamu, lalu bersalam dengan Pak Kusmin.

Selepas itu Jumari segera kembali ke belakang rumah.

Ditemani riuh tertawa Bapak dan Ibuk bersama Pak Kusmin dari ruang tamu, Jumari sibuk memberi pakan ternaknya. Deru air sungai deras seakan menjadi pengiring fajar yang semakin jondong keufuk timur.

Terlihat dengan samar-samar wajah perempuan duduk dibebatauan sungai. Jumari melihat dengan penasaran siapa sebenarnya perempuan itu?. Bukannya Pak Kusmin datang hanya bersama istrinya? Jumari berlari kecil menuju balik pintu gudang rumahnya. Ia ingin melihat dengan lebih jelas..

source: https://paimingambar.blogspot.com/2020/04/lukisan-rumah-di-tepi-sungai.html 
source: https://paimingambar.blogspot.com/2020/04/lukisan-rumah-di-tepi-sungai.html 

Jumari perlahan mendekati bibir sungai. Perempuan itu menyadari keberadaan Jumari lalu tersenyum.

" Hai, siapa namamu?" Tanya Jumari sambil berjalan kecil mendekat dan agak canggung."

" Namaku Ariani" Jawabnya singkat sembari turun dari bebatuan sungai dan mengulurkan tanganya kepada Jumari.

Setelah melihat wajah dan mendengar nama itu Jumari menyadari bawah perempuan ini sudah ia lihat ketika menjalani hukuman dari Pak Muklis tempo hari.

"Salam kenal namaku Jumari. Ohh yaa apa kamu belajar di sekolah rakyat?. Jawab Jumari dengan senyum tipis dan mengulurkan tanganya.

"Iyaa, aku belajar di sekolah rakyat"

" Beberapa hari lalu aku melihatmu keluar dari ruang kepala sekolah. Ada apa?"Tanya Jumari sembari mengambil posisi duduk bersila. Diikuti oleh Ariani.

"Aku sebelumnya bersekolah di kota kabupaten, dan mulai tahun ini akan kembali ke dusun. Jadi waktu itu  aku mengurus semua berkas yang perlu" Jawab Ariani dengan senyum tipis

" Ohh jadi kamu orang baru yaa?"  Tanya Jumari mencairkan suasana.

"Enda  kok. Aku anak dari Pak Kusmin dan Bu Rahayu. Jadi aku orang dusun ini juga"

Mendengar pernyataan Ariani, Jumari baru menyadari bahwa Pak Kusmis dan Bu Rahayu tidak berkunjung berdua saja.

"Hmm..Apa kamu enda keberatan? Setahuku di kota kabupaten akan lebih menjanjikan." Jumari mengerutkan dahi tanda penasaran"

"Bapak dan ibuku sudah tidak lagi sanggup untuk membiayai sekolah sekaligus tempat tinggal di kota kabupaten. Jadi aku harus mengalah" Tandas Ariani dengan raut sedih.

Jawaban Ariani itu hanya membuat Jumari termenung.

**

Dua hari semenjak Jumari bertemu dengan Ariani. Si perempuan di atas batu sungai itu. Tradisi Kunjung Dusun semakin semarak dengan berbagai acara yang diselenggarakan di lapangan dusun. Disana terdapat berbagai wanaha pasar malam dan pertunjukan wayang yang menjadi perimadona warga dusun. Pertunjukan wayang kulit akan diadakan 2 hari lagi. Yaa, maklum dusun dipesisir sungai ini tidak tersentuh hingar-bingar  tiap malam.

Jumari menyisir rambutnya yang basah kebelakang. Remang lampu cemprong menjadi penerang yang setia berkawan dengan suara deru aliran sungai. Malam ini adalah malam yang istimewa. Jumari akan datang ke pasar malam bersama dengan dengan perempuan itu. Ariani. Perempuan yang membuat Jumari jatuh hati sejak kali pertama.

Sepeda Ontel Bapak sudah dipersiapkan Jumari sedari sore.  Ia tidak mau hal koyol merusak momenya bersama Ariani. Setelah semua siap Jumari mengayuh sepedanya menyusuri jalan dusun yang penuh dengan lampu warna warni menuju ke Rumah Ariani. Kunag-kunang menjadi layaknya bintang menyelinap diantara daun.

Jumari membunyikan lonceng sepedanya setibanya didepan Ruamah Ariani kring...kring...kring. Rumah itu masih sama terbuat dari anyaman bambu seperti Rumah Jumari. Halamannya cukup luas dan dipenuhi Bunga Bankung berwarna putih. Gulma juga menumbuhi sebagian dari halaman beralas tanah itu.

Tidak seberapa lama muncul perempuan dari ambang pintu rumah itu. Ia menyapa Jumari dengan mengakat tanganya.

"Hai, Jumari" Ujar Ariani menuruni anak tangga rumahnya yang lebih tinggi.

Jumari hanya menjawab dengan senyum sekaligus mengangkat tangannya pula.

"Ayo segera kita pergi ke pasar malam itu, Juamari" Ujar Ariani sembari mengambil sikap duduk dibangku belakang sepeda ontel Jumari.

Dengan cepat Jumari segera mengayuh sepeda tua itu menuju pusat pasar malam itu.

" Ariani apa kamu sudah izin dengan orang tuamu kan?" Tanya Jumari diatas sepeda menitih setiap jalan.

" Sudah, aku hanya bisa sampai Pukul 9 malam." Ujar Ariani

"Ohh, baiklah" Jawab Jumari singkat.

Sesampainya di lapangan dusun Jumari dan Ariani memutuskan untuk makan malam terlebih dahulu. Disana terdapat kios kecil yang menjual berbagai makanan khas daerah seperti : Gudeg, Tiwul,dll.

Meja diujung kios itu menjadi tempat yang tepat melindungi mereka berdua dari terpaan  angin malam ditengah keriuan.

Dibawah lampu remang kios itu mereka memebicarakan mengenai berbagai hal mulai dari alam, dan hal- remeh lain..

" Hai, kenapa kau nampak sedih" Tanya Juamari sambil melihat harut muka Ariani yang berubah.

"Aku masih merasa ragu apa keputusan pindah ke dusun adalah keputusan yang tepat?"

" Ohh masalah itu. Apa kamu sudah coba menyakinkan bapakmu?" Tanya Jumarin

Hmm aku sudah coba menyakinkan, tapi yaa memang masalah biaya itu hal yang pokok."

"Aku tidak bisa ikut campur tentang hal ini, tapi coba kamu lihat bianglala yang ada diluar sana" Ujar Jumari pada Ariani sambil menunjuk keluaar pintu kios.

Ariani hanya menjawab dengan mengangguk, tanda rasa bimbang masih ada dalam dirinya.

"Oke bianglala ini berbentuk sebuah roda raksasa, bukan?" Jumari melanjutkan sambil mengarahkan mata pada Ariani.

"Iyaa kaya gitu, hidup juga sama kaya  roda. Ada kalanya kita itu ada dibawah, tapi juga waktu tertentu kita ada di atas kan?. Kita kadang harus bisa prihatin. Yakin aja sama situasimu sekarang, Ni. Kamu harus optimis aja yang penting." Tandas Jumari dengan senyum tipis mencoba meyakinkan Ariani.

" Tapi aku enda yakin? Apa ini suatu yang bagus."

"Hmm kalo dilihat dari fasilitas emang (mungkin) kota kabupaten lebih bagus, tapi bukan berarti kamu enda bisa berpretasi". Jawab Jumari

Iyaa sih, Oke aku sependapat sama kamu" Balas Ariani dengan senyum mengakiri ke sedihanya.

source: https://gambarnyaaldriana.blogspot.com/2012/01/pasar-malam-di-akhir-tahun.html
source: https://gambarnyaaldriana.blogspot.com/2012/01/pasar-malam-di-akhir-tahun.html

Jumari merasa lega melihat Ariani tidak bersedih lagi.

Selepas makan malam di kios itu Jumari mengajak Ariani melihat pertunjukan wayang kulit yang ada di sisi utara lapangan.

Mereka menyusuri panggung dan memutuskan duduk di sisi paling depan yang masih terbilang sepi sehingga lebih longgar.

" Ayo duduk sini aja" Ujar Ariani pada Jumari.

" Oke aku ngikut aja" Sambil mengambil posisi duduk bersila.

Pertunjukan wayang dimulai dengan diiringi berbagai bunyi dari alat musik Gamelan Jawa yang membuat suasana semakin semarak. Para warga berkerumun semakin riuh menyaksikan kehebatan dalang dalam mengemas adegan.

" Ariani kamu suka tokoh wayang apa? Ujar Jumari ditengah riuhnya penonton.

"Hmm. Yudistira. Dia tokoh pewayangan yang bijaksana, cerdik, dan baik hati. Yudistira bisa menjadi teladan bagi semua orang. Kalo kamu apa?. Jawab Ariani sembari bertanya.

"Aku menyukai tokoh Shikandi. Dia tokoh yang pemberani. Shikandi juga bisa jadi pemimpin. Ehh iya kan?. Jawab Jumari.

"Iyaa, bener kok." Ariani membalas, diikuti tawa lepas mereka berdua.

Suasana mengiringi mereka dalam selimut malam. Suara gamelan membawa semua warga bersuka cita.

**

18 tahun kemudian....

Angin malam berhembus meniup dedauanan. Suara jangkrik terdengar menyapa. Abah sedang berada diluar rumah untuk memperbaiki  lampu temprong yang rusak.

" Apa kau sudah mengerti Tobari? Itu adalah permulaan" Tanya Emak sembari menepuk pundak anaknya.

"Iyaa, Mak aku sekarang mengerti." Jawab Tobari dengan seyum lebar

"Coba tolong kau ambilkan dua tokoh wayang yang tertancap didinding itu. Ujar Emak sambil menunjuk diding disudut kamar..

Tobari segera beranjak dan mengambil 2 tokoh wayang yang terbuat kayu tipis itu lalu. memeberikannya pada Emak

" Jadi waktu Abah, dan Emak menikah dulu, kami berjanji untuk saling memberikan replika wayang kulit. Abahmu memilih wayang yang menurut Abah sesuai dengan sifat baik Emak, dan begitu sebaliknya Emak memilih wayang yang menurut Emak sesuai dengan sifat baik  Abahmu. Abah memilih Wayang Shikhandi sedangkan Emak memilih Wayang Yudistira".

Tobari menganggukan kepala sembari terus memberikan perhatian pada cerita Emak.

" Tokoh wayang ini akan selalu mengingatkan Abah dan Emak untuk melihat setiap kelebihan, dan  saling melengkapi kekurangan satu sama lain. Jika Abah dan Emak tidak rukun kami juga diingatkan tentang tujuan kami yaitu komitmen untuk saling mencintai. Cinta itu adalah restu Tuhan."

"Ohh iyaa berkaitan dengan nama belakangmu itu adalah gabungan dari kedua nama wayang ini.YUDISTSHIKHAN. Abah dan Emak ingin kau memiliki sifat yang baik dari kedua wayang ini." Tambah Emak.

" Terimakasi, Mak." Tobari menyeka air mata yang jatuh kepipinya lalu memeluk Emak.

source: https://www.murnis.com/shop/shadow-puppets/wayang-kulit/wayang-kulit-yudistira/
source: https://www.murnis.com/shop/shadow-puppets/wayang-kulit/wayang-kulit-yudistira/

Lalu kenapa Abah dan Eamak baru memberitaukan hal ini sekarang, Mak? Tanya Tobari dalam dekap pelukan Emak.

" Kau harus menjadi dirimu sendiri Tobari. Abah dan Emak tidak mau kau justru terbebani. Jadi kami sepakat untuk memberitahumu diusia yang tepat, yaitu 12 tahun. Sekalipun  kau baru mengetaui arti namamu itu sekarang,  Abah dan Emak tahu bahwa kau telah tumbuh menjadi anak yang baik selama ini. Bahkan lebih baik. Kami Bangga padamu Tobari. Kau adalah anak luar biasa."

Abah tiba dari ambang pintu kamar sambil membawa lampu temprong yang sudah baik pelitanya. dan mendekati Emak dan Tobari. Tobari yang menyadari kehadiran Abah segera memeluk dengan erat Abah.

Yaa...sungai  menjadi saksi bagi semua perjalanan terbentuknya keluarga kecil ini. Sungai itu akan terus ada disitu,menemani, dan ikut berbahagia dengan caranya sendiri.

TAMAT

Baca juga : "Biarkan Sungai Bercerita #1" 

Catatan

Parit adalah lubang panjang di tanah tempat aliran air; selokan.

Lampu Cemprong : lampu tempo dulu yang dinyalakan dengan miyak tanah berbentuk tabung dengan bagian bawah yang membulat, terbuat dari kaca.

Diesel adalah sejenis mesin pembakaran dalam; lebih spesifik lagi, sebuah mesin pemicu, dimana bahan bakar dinyalakan oleh suhu tinggi gas yang dikompresi, dan bukan oleh alat berenergi lain seperti busi.

Klepon adalah kue yang dibuat dari tepung pulut yang dibulatkan, diisi gula merah dan diguling-gulingkan pada kelapa parut.

Wajik adalah penganan yang dibuat dari campuran ketan, gula, dan kelapa dan dipotong seperti bentuk intan (segi empat, jajaran genjang)

Gudeg adalah masakan yang dibuat dari buah nangka muda diberi bumbu bersantan (masakan khas Yogyakarta)

Tiwul adalah penganan yang dibuat dari tepung gaplek, diberi gula sedikit, kemudian dikukus, dapat dimakan bersama kelapa parut yang telah diberi garam sedikit

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun