Mohon tunggu...
Susila Ekawati
Susila Ekawati Mohon Tunggu... Guru - Guru Bimbingan Konseling

Saya guru BK di SMP N 3 Jepon Blora

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Upaya Mengurangi Degradasi Moral pada Siswa SMP N 3 Jepon dengan Pendekatan Rational Emotive Therapy

1 Oktober 2022   18:42 Diperbarui: 1 Oktober 2022   18:45 595
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

                                                                                                                                             MAKALAH

                                                    UPAYA MENGURANGI DEGRADASI MORAL DENGAN TEKNIK KONSELING RATIONAL EMOTIF THERAPY

 

Di susun oleh

Susila Ekawati

 

 

BAB I

P E N D A H U L U A N

  • Latar Belakang
  •             Degradasi moral merupakan menurunnya suatu kualitas moral seiring dengan perkembangan globalisasi yang tidak seimbang. Virus globalisasi terus mengerogoti bangsa ini. Sayangnya kita seakan tidak sadar tapi malah mengikutinnya. Kita terus menerus dituntut untuk selalu mengikuti perkembangan jaman di era globalisasai tanpa memandang aspek kesantunan bbudaya negeri kita tercinta ini. Ketidak seimbangan inilah yang pada akhirnya membuat moral semakin jatuh dan rusak. Begitu juga dengan prilaku  yang terjadi di masyarakat sudah banyak yang melenceng atau menyimpang dari norma dan nilai sosial yang berlaku di masyarakat.
  •             Menurut kamus besar bahasa Indonesia degradasi adalah kemunduran atau kemerosotan, dan menurut Immanuel Kant moralitas adalah hal adan keyakian serta sikap batin dan bukan hal sekedar penyesuaian aturan dari luar entah itu aturan hukumnegara, agama atau adat istiadat. Sedangkan menurut Robert J. Havighurst moral yang bersumber dari adannya suatu tata nilai yakni suatu obyek rohani atas suatu keadaan yang di inginkan. Maka kondisi atau potensi internal kejiwaan seseorang untuk dapat melakukan hal-hal yang baik sesuai dengan nilai-nilai value yang diinginkan (Sholeh, 2005 : 104 )
  • Banyak anak-anak di sekolah yang sekarang tidak faham akan pentingnya moral dalam kehidupan sehari-hari. Dalam kenyataannya tidak semua orang bertindak berdasarkannorma-norma dan nilai sosial yang berlaku di masyarakat, mulai dari cara berbicara, cara berpakaian, cara besosialisasi. Kalau kita amati di sekolah banyak anak didik yang  sekarang mengalami penyimpangan dan kemunduran prilaku. Perlu di ingat  yang menyerang moral remaja bukan hanya dalam cara berpakaian, gaya berbicara namun masih banyak lagi, belum lagi kalu kita lihat polah tingkah mereka mulai dari narkoba, seks bebas dan masih banyak lagi kenakalan-kenakalan yang mereka lakukan.
  •             Dengan teknologi yang semakin canggih maka memudahkan manusia untuk mencari informasi mengenai berbagai hal apapun dan di mana pun, baik itu hal negatif maupun hal positif, yang sangat di sayangkan adalah apabila emajuan teknologi di gunakan untuk hal-hal yang nrgatif contohnya video porno, sekarang setiap orang dengan sangat mudah mengakses dari ponsel dengan internet yang bisa merusak moral bangsa kita.
  •             Di sekolah kami perilaku degradasi moral juga sudah mulai terjadi misalkan pada saat siswa berbicara dengan bapak ibu guru pengajar, kadang mereka tidak menggunakan bahasa yang semestinya, kurang hormat pada orang yang lebih tua, kemudian cara berpakaian pun sudah mulai menyimpang dari aturan sekolah. Seolah-olah itu merupakan hal yang biasa di dalam kehidupan bermayarakat.
  •             Dalam hal ini penulis mencoba menggunakan layanan konseling kelompok dengan ternik Rational Emotive Therapy, di dalam bimbingan dan konseling terdapat beberapa layanan dan teknik konseling yang dapat  di berikan kepada siswa yang sedang meengalami masalah. Layanan dan teknik yang dapat di jadikan alternatif di antarannya adalah konseling kelompok dengan teknik Rational Emotive Therapy, layanan ini dapat di berikan oleh seorang guru pembimbing dan konseling un tuk membantu peserta didik agar  dapat menyelesaikan masalah.
  •             Pendekatan Rational Emotive Therapi merupakan pendekatan yang dapat di gunakan untuk praktek konseling individu dan kelompok. Rational Emotive Therapy menggunakan prosedur yang bervariasi dan sistematis yang secara khusus untuk mengubah tingkah laku dan batas-batas tujuan yang di susun secara bersama-sama oleh konselor dan konseli. Pembentukan kelompok pada pendekatan konseling Rational Emotive Therapi yaitu konselor mengumpulkan sekelompok peserta didik yang mempunyai masalah yakni degradasi moral kemudian terciptanya raport, memulai diskusi pribadi, mendeteksi perasaan konseli, menghubungkan diskusi perasaan dengan perasaan konseli, merefleksikan perasaan konseli, mendefinisikan tujuan konseling, membantu konseli memantau perkembangan mereka, membantu konseli mendefinisikan tujuan khusus, membantu konseli menjadi lebih baik, membantu konseli memahami kemampuan interpersonal untuk merubah tingkah laku, membantu konseli mengkomunikasikan tujuannya pada orang lain, berbagi keberhasilan, terminasi dan follow up.
  •             Dalam hal ini Rational Emotive Therapi mampu mengatasi permasalahan degradasi moral yang di alami oleh konseli yaitu dengan menelusuri masalah klien yang di bantunya, konselor berperan lebih aktif di bandingkan klien. Maksudnya  peran konselor harus bersikap efektif dan memiliki kapasitas untuk memecahkan masalah yang di hadapi, artinya konselor harus melibatkan diri dan berusaha menolong kliennya supaya dapat berkembang sesuai dengan keinginan dan disesuaikan dengan potensi yang dimilikinnya. Berikutnya dalam proses hubungan  konseling harus tetap diciptakan dan di pelihara hubungan baik dengann konseli. Dengan sikap yang ramah danhangat dari konselor akan mempunyai pengararuh yang penting demi suksesnya proses konseling sehingga dengan tercipttannya proses konseling yang akrab dan rasa nyaman ketika berhadapan dengan klien.
  •            
  •  Identifikasi Masalah
  •             Berdasarkan uraian dari latar belakang di atas, maka identifikasi masalah yang di temukan penulis adalah prilaku degradasi moral, sehingga diperlukan bimbingan yang lebih untuk mengurangi prilaku degradasi moral pada peserta didik  . Maka identifikasi masalahnya adalah :
  • Banyaknya peserta didik kelas 9  laki-laki yang sering melakukan tindakan merokok di sekitar lingkungan sekolah
  • Banyaknya perserta didik kelas 9 perempuan yang menggunakan make up berlebih pada saat sekolah
  • Banyaknya peserta didik kelas 9 laki-laki yang sering melakukan pelecehan terhadap teman perempuan di kelasnya
  • Banyaknya perserta didik kelas 9 baik laki-laki atau perempuan yang suka berbicara kotor.
  • Kesiswaan sudah melakukan pemanggilan dan bahkan memberikan sangsi, baik sangsi mendidik maupun sangsi yang fisik ( push up, membersihkan ruang kelas ), atau bahkan membuat surrat pernyataan dan pemanggilan orang tua wali murid, namun tindakan tersebut tidak membuat jera pada peserta didik.
  • Batasan Masalah
  •             Batasan masalah merupakan pembatasan permasalahan terhadap pengertian judul. Yang kegunaannya memperjelas pokok permasalahan yang akan di bahas sehingga menghindarkan kesalahan dalam  memberikan simpulan. Adapun  batasan masalah yang terdapat pada judul adalah " Upaya Mengurangi Degradasi Moral Melalui Konseling Kelompok Dengan Teknik Rational Emotive Therapy "  
  •                              
  •  Rumusan Masalah
  •             Berdasarkan lartar belakang masalah di atas, maka permasalahan utama dalam makalah ini adalah apakah layanan konseling kelompok  dengan teknik Rational Emotive Therapy efektif  dapat menanggulangi degradasi moral pada peserta didik

  •  Tujuan
  •       Tujuan utama penulis adalah untuk mengetahui apakah  layanan konseling kelompok  dengan Teknik Emotive Therapy efektif untuk mengatasi masalah peserta didik terutama pada permasalahan degradasi moral.

  •  Manfaat
  • Secara teoritis
  • Secara teoritis tulisan  ini bermanfaat untuk memberikan pembuktian tentang efektif atau tidaknya pelaksanaan layanan konseling kelompok dengan teknik Rational Emotive Therapy.
  • Hasil dari tulisan ini juga dapat memberikan masukan baru bagi pengembangan ilmu pengetahuan pada umumnya serta pengembangan ilmu bimbingan konseling pada khususnya.
  • Secara Praktis
  • Melalui tulisan ini di harapkan peserta didik dapat memiliki bekal kedisiplinan dan moral yang baik yang akan bermanfaat untuk kehidupannya di masa yang akan datang.
  • Memberikan sumbangan pemikiran, informasi, dan evaluasi bagi guru bimbingan dan konseling di sekolah dalam rangka pengembangan layanan bimbingan dan konseling khususnya layanan konselingg kelompok dengan  teknik Rational Emotive Therapy untuk mampu mereduksi prilaku gradasi moral bagi peserta didik.
  •             Makalah ini memberikan kesempatan bagi penulis untuk langsung terjun ke lapangan untuk melakukan pengamatan kepada peserta didik secara langsung,  bahwa untuk mengurangi degradasi moral pada peserta didik dapatt di kembangkan melalui layanan konseling kelompok dengan teknik Rational Emotive Therapy.


    •                                                                                                          BAB II
      •                                                                                    PEMBAHASAN
      •  
  •  Degradasi Moral
  •                         Terbentuknya moral yang baik merupakan salah satu keberhasilan dalam mencapai tujuan pendidikan, hal ini di dukung dengan adanya kurikulum 2013 yang menjadikan aspek sikap sebagai salah satu penilaian dalam  ketuntasan siswa. Moral merupakan nilai yang berlaku dalam suatu lingkungan sosial yang mengatur  tingkah laku seseorang. Yang artinya moral menjadi tolak ukur yang di pakai oleh masyarakat untuk menentukan baik buruknya tindakan manusia sebagai manusia. Disini manusia berhak  menilai moral manusia lain baik atau buruk berdasarkan tingkah laku yang di landasi dengan norma-norma yang ada.
  •               Membentuk manusia yang berbudi pekerti yang luhur adalah salah  satu dari aspek tujuan Pendidikan Nasional  sebagai mana di jelaskan dalam UU NO.20 Tahun 2013 Bab II Pasal 3 Undang-undang Sisdiknas   yang menjelaskan  bahwa : " Pendidikan Nasional bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beeriman dan manusia yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
  •               Perubahan dan pola kehidupan yang sedang berlangsung pada saat ini banyak menampilakan gambaran umum tentang anak-anak remaja yangkerap melakukan perbuatan menyimpang, yang tentunya penyimpangan penyimpanganini di lakukan oleh para remaja yang kurang memeiliki moral yang baik. Adapun faktor-faktor yang menyebabkan remaja melakukan perbuatan menyimpang dikarenakan adanya keterbelakangan dibidang pendidikan, kurangnya peranan lembaga sosial dan masih tidak terpenuhinya hak-hak anak serta masih sangat dirasakan kurangnya nilai kontrol diri dalam menghadapi realita kehidupan.

            Menghadapi dampak dari bentuk-bentuk pelanggaran, kekerasan dan tindak kejahatan yang kerap ditimbulkan oleh remaja, yang di karenakan anak pada masa remaja adalah masa dimana remaja masih mencari jati dirinya, dalam melakukan tindakan selalu terbawa emosi dan tidak dipikirkan terlebih dahulu akan dampak yang nantinya ditimbulkan baik atau buruknya. Dalam menghadapai kenakalan remaja yang di akibatkan degradasi moral memerlukan banyak pihak yang terlibat, baik dari keluarga, lingkungan, sekolah, serta pemerintah.

            Usaha pembinaan dan penggembangan generasi muda atau remaja terus ditingkatkan sejalan dengan proses pembangunan nasional yang terus berlangsung baik didalam pendidikan formal sekolah maupun lingkungan keluarga hingga lingkungan masyarakat luas, mengingat bahwa generasi muda juga memiliki kedudukan sama yaitu sebagai bagian masyarakat luas yang kelak akan menjadi penerus pembangunan bangsa.

            Saat ini fenomena kehidupan anak atau remaja dilihat dari segi nilai/norma, moral dan akhlak yang sangat memprihatinkan, dan pada kenyataanya gejala-gejala degradasi moral semakin nyata di eraglobalisasi ini, dimana banyak generasi muda melakukan hal-hal yang menyimpang dari norma-norma yang ada, baik dalam bertutur kata dan bertingkah laku, yang seharusnya, para remaja lebih mengutamakan pendidikan, dan pengetahuan agama, yang malah sebaliknya mereka abaikan. Semua ini diakibatkan oleh merosotnya moralitas anak dan adanya hubungan antara kaburnya nilai/norma dengan penyimpangan prilaku masyarakat. Pada umumnya semua ini secara langsung dan tidak langsung dipengaruhi oleh lingkungan sekitarnya.

             Menurut Franciscus Balcon dan Jhon Locke dalam Abu Ahmadi (1991:20) dengan teorinya yang terkenal yaitu teori Empirisme (Tabula Rasa) berpendapat bahwa:Pada dasarnya anak lahir di dunia perkembangannya ditentukan oleh adanya pengaruh dari luar termasuk pendidikan dan pengajaran. Dianggapnya anak lahir dalam kondisi kosong, putih bersih seperti lilin (Tabula Rasa) maka pengalaman (Empiris) anak yang akan menentukan corak dan bentuk perkembangan jiwaanak.

            Berdasarkan teori di atas, lingkungan sosial yang membentuk prilaku anak karena lingkungan sosial memberikan pengalaman prilaku dan sikap kepada anak sehingga anak dapat menilai mana prilaku yang baik atau buruk dan mana yang boleh dan tidak boleh. Penyimpangan prilaku merupakan perbuatan yang bertentangan dengan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Apabila dalam masyarakat tidak tampak lagi keunggulan moral dimana sopan santun hidup kurang terpelihara , agama dan nilai/norma tidak terlihat lagi serta penyimpangan prilaku nilai sering terjadi, berarti dapat dikatakan telah merosotnya moral masyarakatersebut.

            Menurut Charles H. Page " Lembaga sosial adalah tata cara atau prosedu yang telah diciptakan manusia untuk mengatur hubungan antara manusi yang berkelompok". Yang artinya lembaga sosial merupakan cara yang mengatur bagaimana individu, kelompok dalam bertindak, bersifat mengikat yang diharapkan tidak melakukan tindakan menyimpang yang dapat mengaggu keamanan dan kestabilan masyarakat. Seseorang akan dianggap menyimpang apabila melakukan tindakan-tindakan yang melanggar norma, adat istiadat dan peraturan yang secara hukum. Sehingga peran lembaga sosial pun penting, agar dapat membina, mengendalikan dan mencegah adanya penyimpangan soasial yang di lakukan remaja akibat menurunnya moralitas mereka. Karena fungsi lembaga sosial disini adalah sebagai pedoman bertingkah laku atau bersikap, menjaga keutuhan masyarakat, dan juga sebagai social control, yaitu sebagai sistem pengawasaan masyarakat terhadap tingkah laku anggotanya. Yang artinya lembaga sosial disini ikut serta dalampembentukan moral dan prilaku masyarakat atau seluruh anggota darilembaga sosial tersebut.

            Ada lima lembaga sosial dasar yang penting dalam masyarakat kompleks, yaitu lembaga keluarga, lembaga pendidikan, lembaga agama, lembaga politik dan lembaga pemerintah (Philipus dan Nurul Aini,2004: 54). Melihat masalah yang kita hadapi adalah masalah moral yang ada pada anak remaja, yang semakin lama semakin merosot dengan bukti adanya banyak penyimpangan moral yang  tentunya melibatkanperan lembaga sosial yang di mulai dari yang paling dasar yaitu lembaga keluarga, lembaga pendidikan, lembaga agama, lembaga pemerintah dan lembaga hukum. Dimulai dari yang pertama yaitu lembaga keluarga karena keluarga adalah lembaga yang paling inti dan dasar dalam sosial masyarakat yang dapat membentuk prilaku seorang anak, kedua lembaga pendidikan dimana sekolah adalah salah satu lembaga pendidikan yang terlibat langsung dengan seorang anak dan ikut dalam pembentukan karakter, budi pekerti, dan prilaku seorang peserta didik, ketiga lembaga agama dimana agama merupakan pedoman manusia dalam berbuat, berucap, dan bertingkah laku yang tentunya lembaga agama ini bisa di wakilkan oleh tokoh-tokoh agama yang ada dalam masyrakat guna, mengingatkan dan mencegah prilaku yang kurang pantas dalam beragama, keempat lembaga pemerintahan dimana pemerintah juga harus ikut andil dan prihatin terhadap penurunan kualitas moral remaja, melalui perwakilannya yaituanggota dalam pemerintahan daerah atau pemerintah desa yang terdiri dari   degradasi moral memerlukan banyak pihak yang terlibat, baik dar lurah , RT, RW, dst. Dan yang kelima atau terakhir yaitu lembaga hukum dimana lembaga ini mempunyai tugas untuk mengawasi, dan menangani tindakan-tindakan melanggar hukum yang tentunya, lembaga hukum ini diwakili oleh kepolisian yang nantinya akan di bawa ke tingkat pengadilan dan juga kejaksaanPeran-peran lembaga sosial inilah yang sangat di butuhkan untuk membina dan menangani moral remaja yang sekarang ini sudah mengalami penurunan yang segnifikan hal ini dibuktikan dengan adanya fakta penyimpangan-penympangan prilaku remaja akibat degradasi moral. Mengingat peran remaja sangat penting dalam pembangunan bangsa dan sebagai generasi penerus maka masalah moral merupakan hal utama yang harus diselesaikan agar berkembangnya remaja sesuai dengan kepribadian

B KONSELING KELOMPOK DENGAN TEKNIK RATIONAL EMOTIVE THERAPY (RET)

.

  • Definisi Konseling Kelompok 

            Konseling kelompok merupakan salah satu kegiatan layanan dalam bimbingan dan konseling disekolah.Dalam mendefinisikan konseling kelompok para ahli memiliki pendapat yang berbeda-beda. Layanan bimbingan kelompok dan dan konseling kelompok dapat di ibaratkan sebagai "anak kembar" yang lebih banyak persamaan dari pada perbedaanya. Persamaan terletak pada semua unsur pokonya, dan perbedaanya terletak kepada muatan materi yang didukungnya.

            Bimbingan dan konseling kelompok adalah suatu kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok orang dengan memanfaatkan dinamika kelompok. Artinya, semua

peserta dalam kegiatan kelompok saling berinteraksi, bebas mengeluarkan pendapat, menanggapi, memberi saran dan lain-lain sebagainya, apa yang dibicarakan itu kesemuannya bermanfaat untuk diri peserta yang bersangkutan sendiri dan untuk semua peserta.Prayitno. 2004. Seri Layanan Konseling : Bimbingan Konseling KelompokSemarang: Bimbingan Konseling Unnes.h.69

            Prayitno. 2004. Bimbingan dan Konseling Kelompok. Jakarta: Gramedia.h3

Sementara Amti menuturkan bahwa "layanan konseling kelompok secara tidak langsung dapat dikatakan sebagai layanan konseling perorangan yang dilaksanakan dalam suasana kelompok".Disana ada konselor dan ada klien, yaitu anggota kelompok (yang jumlahnya paling kurang dua orang).Disana terjadi hubungan konseling yang diusahakan seperti konseling perorangan yaitu permisif, terbuka dan penuh  keakraban.Sedangkan konseling sendiri diartikan sebagai pelayanan khusus dalam hubungan langsung tatap muka antara konselor dan klien.Dalam hubunngan tersebut masalah klien dicermati dan diupayakan pengentasanya, dan sedapat-dapatnya dengan kekuatan klien sendiri. Sedangkan Wibowo mengutip pernyataan Olsen mengenai pengertian konseling kelompok, menyatakan bahwa:  Konseling kelompok merupakan pengalaman terapeutik bagi orang yang tidak memiliki masalah-masalah emosional yang serius. Sementara Gazda menyatakan bahwa konseling kelompok adalah suatu proses antar pribadi yang dinamis yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang sadar, dan melibatkan fungsi-fungsi terapi seperti sifat permisif, berorientasi pada kenyataan, katarsis, saling mempercayai, saling memperlakukan dengan mesra. Saling pengertian saling menerimadan saling mendukung.

            Menurut Sukardi layanan konseling kelompok dapat diartikan sebagai layanan dalam bimbingan dan konseling yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan masalah yang dialami melalui Prayitno & Amti E. 2004. Dasar-dasar bimbingan dan konseling. Jakarta: PT Rieneka Cipta.h.311 Wibowo, M.E. 2005. Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang: UPT Unnes Press.h.19 dinamika kelompok.Sedangkan dinamika kelompok itu sendiri merupakan suasana yang hidup yang berdenyut, yang bergerak, berkembang yang ditandai dengan adanya interaksi antar anggota dalam kelompok. Nurihsan dalam mendefinisikan konseling kelompok memberikan pandangan bahwa konseling kelompok dapat diartikan sebagai sebuah bantuan kepada individu dalam situasi kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, dan diarahkan kepada pemberian kemudahan bagi pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti memberikan kesempatan, dorongan pengarahan kepada individu yang bersangkutan untuk berubah sikap dan perilakunya agar selaras dengan llingkungan.

            Nurihsan dalam mendefinisikan konseling kelompok memberikan pandangan bahwa konseling kelompok dapat diartikan sebagai sebuah bantuan kepada individu dalam situasi kelompok yang bersifat pencegahan dan penyembuhan, dan diarahkan kepada pemberian kemudahan bagi pertumbuhan dan perkembangan individu, dalam arti memberikan kesempatan, dorongan pengarahan kepada individu yang bersangkutan untuk berubah sikap dan perilakunya agar selaras dengan llingkungan.

            Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pada dasarnya bimbingan dan kelompok dan konseling kelompok itu sama, yang membedakan secara mendasar adalah pada muatan materi. Sehingga konseling kelompok dapat diartikan sebagai suatu kegiatan dalam layanan bimbingan dan konseling dengan format wawancara Sukardi, Dewa Ketut dan Kusmawati, Nila. 2008. Proses Bimbingan dan Konseling di Sekolah Jakarta: Rineka Cipta.h.49 Yusuf dan Nurihsan. 2008. Landasan Bimbingan dan Konseling  Bandung: PT Remaja Rosdakaryah.h.32-33 konseling dalam format kelompok yang dipandu konselor profesional yang sifatnya untuk pencegahan dan penyembuhan, dimana dalam kegiatan tersebut memungkinkan peserta konseling kelompok memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan masalah dengan memanfaatkan dinamika kelompok untuk kepentingan terapeutik guna mengembangkan pribadi semua peserta dan peralihan-peralihan lainya melalui pendalaman masalah pribadi yang dinamis yang terpusat pada pemikiran dan perilaku yang sadar, dan melibatkan fungsi-fungsi terapi seperti sifat permisif, berorientasi pada kenyataan, katarsis, saling mempercayai, saling memperlakukan dengan mesra. Saling pengertian saling menerima, dan saling mendukung.

  • Komponen Konseling Kelompok

            Layanan Konseling Kelompok terdiri dari dua pihak utama dalampelaksanaannya, yaitu pemimpin kelompok dan anggota kelompok.

a. Pemimpin Kelompok

            1. Karakteristik pemimpin kelompok

 Pada dasarnya karakteristik PK dalam konseling kelompok sama dengan PK dalam bimbingan kelompok.Pemimpin Kelompok (PK) adalah konselor yang terlatih dan berwenang menyelanggarakan prektek konseling professional.Hal ini sesuai denganpengertian konseling kelompok yang dikemukakan oleh Winkel: "Konseling kelompok adalah bentuk khusus dari layanan bimbingan dan konseling yaitu wawancara konseling antara konselor profesional dengan beberapa orang sekaligus yang tergabung dalam suatu kelompok kecil". (Winkel, 2004:589) Dengan demikian hanya konselor memiliki keterampilan dalam pelaksanaan  konseling kelompok sajalah yang dapat menjadi pemimpin kelompok dalam penyelenggaraan Konseling Kelompok. Orang yang ahli dan profesional artinya bahwa orang tersebut memiliki kompetensi dalam pelaksanaan dan menilai, memberikan ballikan, memberi perlindungan, mengungkapkan diri (self descloser), memberikan teladan, menghadang, dan mengahiri kegiatan kelompok.

            Adapun secara terperinci mengenai kompetensi PK dalam penyelenggaraan layanan konseling kelompok,menurut Prayitno terdapat tiga kompetensi dasar yang harus dikuasai oleh PK, yaitu:

  • Mampu membentuk kelompok dan mengarahkannya, sehingga terjadi  dinamika kelompok dalam suasana interaksi antara anggota kelompok yang bebas, terbuka, dan demokratik, konstruktif, saling mendukung dan  meringankan beban, menjelaskan, memberikan pencerahan, memberikan rasa nyaman, menggembirakan dan membahagiakan; serta mencapai tujuan bersama kelompok.
  • Berwawasan luas dan tajam sehingga mampu mengisi, menjembatani, meningkatkan, memperluas dan mensinergikan konten.
  • Memiliki kemampuan hubungan antar-personal yang hangat dan nyaman, sabar dan memberi kesempatan, demokratik dan kompromistik (tidak antagonistic) dalam mengambil kesimpulan dan keputusan tanpa memaksakan dalam ketegasan dan kelembutan, jujur dan tidak berpura-pura disiplin dan kerja keras.

Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa seorang pemimpin kelompok adalah seseorang yang profesional dan memiliki keterampilan dalam  mengakomodir kegiatan konseling kelompok. Keterampilan yang harus dimiliki antara lain keterampilan dasar konseling, seperti refleksi, opening, dan sebagainya,keterampilan memimpin kelompok, dan keterampilan dalam menghidupkan dinamika kelompok diantara semua peserta seintensif mungkin untuk Prayitno .2004. Seri Layanan Konseling : Bimbingan Konseling Kelompok Semarang: Bimbingan Konseling Unnes.h.12 mencapai tujuan-tujuan konseling, serta yang paling utama adalah paham secara teori maupun praktis mengenai kegiatan pelaksanaan konseling kelompok.

b)  Peran Pemimpin Kelompok (PK)

            Salah satu syarat suatu kerumunan dapat dikatakan sebagai sebuah kelompok jika dalam kerumunan tersebut terdapat seorang pemimpin, yang selanjutnya sering dikenal dengan istilah pemimpin kelompok. Dalam menjelaskan peran dari pemimpin kelompok dalam kegiatan kelompok Marat dalam Walgito terdapat empat peran utama seorang pemimpin dalam kegiatan kelompok, antara lain, sebagai pusat dalam suatu kegiatan kelompok, sebagai pemberi arah, sebagai penggerak dalam kegiatan kelompok, dan memberikan bentuk dalam kegiatan kelompok.

            Dalam pelaksanaan layanan konseling kelompok, PK memiliki peranan yang sangat besar dalam sukses tidaknya penyelenggaraan layanan konseling kelompok. Menurut Prayitno dalam upaya mengarahkan suasana kelompok melalui dinamika kelompok, PK memiliki peranan antara lain sebagai berikut:

  • Sebagai Pembentuk kelompok,yang terdiri atas 8-10 orang, sehingga terpenuhi syarat-syarat kelompok yang mampu secara aktif mengembangkan dinamika kelompok yaitu:
  • Terjadinya hubungan antara anggota kelompok, menuju keakraban diantara mereka Prayitno .2004. Seri Layanan Konseling : Bimbingan Konseling Kelompok Semarang Bimbingan Konseling Unnes.h.6
  • Tumbuhnya tujuan bersama diantara anggota kelompok dalam suasana kebersamaan
  • Berkembangnya itikad dan tujuan bersama untuk mencapai tujuan kelompok
  • Terbinanya kemandirian pada diri setiap anggota kelompok, sehingga mereka masing-masing mampu berbicara dan tidak terjadi yes-man
  • Terbinanya kemandirian kelompok, sehingga kelompok ini berusaha dan mampu " tampil beda" dari kelompok lain.
  • Melakukan Penstrukturan, yaitu membahas bersama anggota kelompok apa, mengapa dan bagaimana layanan KKp dilaksanakan.
  • Pentahapan kegiatan Konseling Kelompok (KKp).
  • Pelaksana penilaian segera (leiseg) hasil layanan KKp.
  • Pelaksana tindak lanjut layanan.

C. Anggota Kelompok

1. Pembentukan anggota kelompok

            Tidak semua kumpulan orang atau individu dijadikan anggota KKp. Suatu kelompok yang sukses dihasilkan dari perencanaan yang cermat dan terperinci. Perencanaan tujuan dasar pembentukan kelompok, cara mengumumkan dan merekrut anggota, pemilihan dan seleksi,keanggotaan, banyaknya anggota kelompok, frekuensi dan lamanya pertemuan, serta waktu pertemuan. Layanan konseling kelompok tidak selalu efektif untuk semua orang. Sebagaimana diungkapkan ada beberapa kondisi yang sangat tidak direkomendasikan dalam kriteria seseorang menjadi pemilihan anggota  konseling kelompok. Menurut Farida (2008:23) kondisi tersebut antara lain dalam keadaan depresi, sangat takut berbicara didalam kelompok sampai-sampai keringat dingin keluar yang berlebihan, tidak memiliki keterampilan sama sekali, terlalu banyak menuntuk perhatian dari orang lain sehingga dapat mengganggu didalam kelompok tersebut. Ada beberapa hal yang perlu menjadi perhatian ketika konselor ingin membentuk suatu kelompok konseling, antara lain besarnya kelompok, homogenitas dan heterogenitas anggota kelompok, serta peran dari anggota kelompok.

 

  • 2.Besarnya Anggota Kelompok 

            Kelompok yang terlalu kecil, misalnya 2-3 orang akan mengurangi efektifitas konseling kelompok.  Kedalaman dan variasi pembahasan menjadi terbatas, karena sumbernya (yaitu para anggota kelompok ) memang terbatas. Di samping itu dampak layanan juga sangat terbatas, karena hanya didapat oleh 2-3 orang saja. Kondisi seperti itu mengurangi makna keuntungan ekonomis konseling kelompok. Hal ini tidak berarti bahwa konseling kelompok tidak dapat dilakukan terhadap kelompok yang beranggotakan 2-3 orang saja; dapat tetapi kurang efektif. Sebaliknya, kelompok terlalu besar juga kurang efektif. Karena jumlah peserta yang terlalu banyak, maka partisipasi aktif individual dalam dinamika kelompok menjadi kurang intensif; kesmpatan berbicara dan memberikan/menerima "sentuhan" dalam kelompok kurang, padahal melalui "sentuhan- sentuhan" dengan frekuensi tinggi itulah individu memperoleh manfaat langsung dalam layanan konseling kelompok. Kekurang-efektifan kekompakan mulai terasa jika jumlah anggota kelompok melebihi 10 orang. Sebagaimana yang dinyatakan oleh Prayitno : "Kekurang efektivan kelompok akan mulai terasa jika jumlah anggota kelompok melebihi 10 orang".

            Menurut Wibowo jumlah anggota konseling kelompok yang ideal adalah maksimal berkisar delapan orang. hal ini untuk membedakan antara bimbingan kelompok dan konseling kelompok. Jika jumlah anggota terlalu banyak maka akanberdampak kurang kondusifnya kelompok dalam melakukan pembahasan permasalahan dalam kelompok, namun jika terlalu sedikit makan akan berdampak kepada keterbatasan sumber referensi dalam pembahasan permasalahan dan dinamika kelompok tidak akan berjalan

            Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa jumlah anggota konseling kelompok yang idela berkisar antara delapan sampai sepuluh orang. Jika kurang dari delapan orang atau lebih dari sepuluh orang akan berdampak kepada tidak efektifnya konseling kelompok karena sulit dalam pembentukan dinamika kelompok.

  • Homogenitas/Heterogenitas Anggota Kelompok 

            Prayitno. 2004. Bimbingan dan Konseling Kelompok. Jakarta: Gramedia.h.9

Wibowo, M.E. 2005. Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang: UPT Unnes

Press.h.18Dalam konseling kelompok homogenitas anggota kelompok akan sangat berpengaruh terhadap keberfungsian kelompok. Sebagaimana diungkapkan Farida : "Suatu kelompok yang homogen akan lebih fungsional dibandingkan dengan kelompok yang heterogen. Misal kelompok remaja, masalah-masalah dapat difokuskan pada masalah pubertas, seperti hubungan antarpribadi, perkembangan seksual, dan kemandirian." (Farida, 2008:23) Melalui interaksi dalam kelompok usia sebaya antara individu satu dengan yang lainya, mereka dapat berbagi rasa, saling mendukung dan salling mengerti. Ada beberapa hal yang harus dilakukan dalam pembentukan kelompok sehingga kerjasama yang baik antar anggota kelompok dapat tercipta Perubahan yang intensif dan mendalam memerlukan sumber-sumber yang bervariasi. Dengan demikian, layanan KKp memerlukan anggota kelompok yang dapat menjadi sumber-sumber bervariasi untuk membahas masalah pribadi dan memecahkan masalah tertentuPrayitno kondisi dan karakteristik anggota kelompok untuk konseling kelompok yang baik  adalah yang homogen, hal ini berkaitan dengan format dan peranan anggota kelompok, dimana untuk membahas permasalahan pribadi diutamakan anggota kelompok yang memiliki homogenitas.

            Homogenitas dalam layanan konseling kelompok yang dimaksud adalah homogen dalam hal usia dan jenjang pencapaian tugas perkembangan. Artinya bahwa dalam menentukan kelompok hendaknya dipilih yang usianya relative sama dan memiliki karakteristik jenjang pendidikan yang sama, hal ini bertujuan ketika dalam Prayitno .2004. Seri Layanan Konseling,  pelaksanaan konseling kelompok tidak terjadi ketimpangan saat melakukan pembahasan suatu masalah yang menjadi topik dalam kegiatan konseling kelompok. Dengan usia perkembangan yang relatif sama akan berdampak kepada kesamaan pemahaman dan pola pikir dalam pembahasan suatu topik permasalahan. Dengan demikian dalam konseling kelompok homogenitas sangat ditekankan guna menghindari ketimpangan saat melakukan suatu pembahasan suatu topik permasalahan. Hal ini dikarenakan dalam konseling kelompok yang menjadi pembahasan adalah permasalahan pribadi maka sangat dianjurkan dalam pemilihan anggota kelompoknya adalah individu yang berada pada jenjang usia perkembangan yang relatif sama, dan hal ini pula yang membedakan antara konseling kelompok dan bimbingan kelompok.

D. Peran anggota kelompok 

            Anggota kelompok merupakan pihak yang memiliki peran yang sangat besar dalam konseling kelompok karena menjadi aktor utama dalam pencapaian tujuan pelaksanaan layanan konseling kelompok.Hal ini dikarenakan dalam pelaksanaan layanan konseling terdapat asas-asas dalam pelaksanan layanan konseling kelompok yang salah satunya adalah asas kemandirian yaitu keputusan diambil sendiri oleh klien.

            Dalam kegiatan layanan konseling kelompok, AK memiliki perananan sebagai pihak yang menjadi subyek sekaligus objek dalam pelaksanaan layanan.Dalam hal ini prayitno mengistilahkanya dengan aktifitas mandiri. Sebagaimana yang dinyatakan bahwa:  Peran Anggota Kelompok (AK)dalam layananBKp dan KKp bersifat dari, oleh, dan untuk para AK sendiri.Masing-masing AK beraktifitas. Masing-masing AK beraktifitas langsung dan mandiri dalam bentuk:

  • Mendengar, memahami dan merespon dengan tepat dan positif (3-M).
  • Berfikir dan berpendapat Menganalisis, mengkritisi dan berargumentasi
  • Merasa, berempati dan bersikap.
  • Berpartisipasi dalam kegiatan bersama.

  • Aktifitas mandiri masing-masing AK itu diorientasikan pada kehidupanbersama dalam kelompok. Kebersamaan ini diwujudkan melalui:
  • Pembinaan keakraban dan keterlibatan secara emosional antar AK
  • Kepatuhan terhadap aturan kegiatan dalam kelompok
  • Komunikasi jelas dan lugas dengan lembut dan bertatakrama.
  • Kesadaran bersama untuk menyukseskan kegiatan kelompok.

            Berdasarkan keterangan diatas dapat disimpulkan bahwa anggota kelompok

memiliki peranan sebagai subjek sekaligus objek dalam pelaksanaan konseling kelompok. Adapun untuk melihat peran tersebut, dapat diamati dalam bentuk Mendengar, memahami dan merespon dengan tepat dan positif (3-M),berfikir dan berpendapat, menganalisis, mengkritisi dan berargumentasi, merasa, berempati dan bersikap, berpartisipasi dalam kegiatan bersama. Yang secara umum dalam kegiatan konseling kelompok dapat diamati melalui pembinaan keakraban dan keterlibatan secara emosional antar AK, pandangan partisipan yang berada dilatar penelitian dan seperti apa peristiwa atau aktivitas yang terjadi dilatar penelitian. Penelitian bersifat deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti suatu objek yang bertujuan membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis dan objektif, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, ciri-ciri serta hubungan diantara unsur-unsur yang ada atau fenomena tertentu.

  • Subjek Penelitian 

            Dalam penelitian ini peneliti memilih tempat di SMP Negeri 3 Jepon Kabupaten Blora.  Objek penelitian disini  adalah peserta didik   kelas IX  yang mengalami degradasi moral melanggar peraturan tata tertib sekolah, membolos, berbicara jorok, melecehkan teman perempuan.

E. Teknik Penggumpulan Data

1.Wawancara 

             Wawancara adalahmerupakan salah satu metode untuk mendapatkan data tentang peserta didik dan guru BK yang mengadakan hubungan secara langsung Wawancara digunakan sebagai metode pengumpulan data yang dilakukan dengantanya jawab secara lisan antara wawancara dengan guru Bimbingan Konselinsesuai dengan pokok persoalan yang dikehendaki. Dalam penelitian ini sebagai subjek   wawancara adalah Kordinator guru bimbingan konseling dalam menagani peserta didik kelas  IX yang bertugas membantu peserta didik dengan segala kebutuhan dalam menangani permasalahan  peserta didik. Apa bila dilihat dari teknik pelaksanaannya maka wawancara dapat dibagi atas:

a. wawancara terpimpin: wawancara yang menggunakan pokok-pokok yang diteliti;

b. wawancara tidak terpimpin: proses wawancara dimana wawancara tidak sengaja      mengadakan Tanya jawab pada pokok fokus tertentu; dan

c. wawancara bebas: yaitu kombinasi dari keduanya.

            Dalam penelitian ini peneliti menggunakan wawancara bebas terpimpin yaitu pewawancara hanya membuat pokok-pokok masalah yang akan ditelitiselanjutnya dalam proses wawancara berlangsung mengikuti situasi. Bimo Walgito, Bimbingan dan konseling (Studi dan Karir), Andi Offset, Yogyakarta, 2011, hal.76 Nurbuco Cholid dan Abu Achmadi, Metode Penelitia, Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hal.12.

2. Observasi 

            Observasi yaitu mengamati langsung di sekolah tentang bagaimana pelaksanaan pendekatan konseling kelompok dengan pendekatan Rational Emotive Behavior Therapy (REBT) di SMP Tirtayasa Bandar Lampung dan bagaimana keadaan lingkungan sekolah berikut sarana dan prasarananya. Data yang diperoleh untuk melengkapi dan memperjelas data yang telah diperoleh melalui wawancara. Observasi menurut pandangan Nana Syaodih Sukmadinata yaitu observasi atau pengamatan merupakan suatu teknik penghimpun data tentang kegiatan, perilaku atau perbuatan, yang diperoleh langsung dari kegiatan yang sedang dilakukan peserta didik. Data yang dikumpulkan berupa fakta-fakta tentang perilaku dan aktivitas yang dapat diamati atau yang tampak dari luar, aktifitas yang tampak tidak dapat diperoleh melalui observasi.

Dari segi pelaksanaan pengumpulan data observasi dapat dibedakan menjadi dua jenis yaitu:

a.  observasi berperan serta (participant observation) yaitu peneliti terlibat langsung dengan aktivitas orang-orang yang sedang diamati; dan

b. Observasi non partisipan (non participant) yaitu penelitian yang tidak terlihat dan hanya sebagai pengamat indenpenden.

Nana Syaodih Sukmadinata, Bimbingan dan Konseling dalam Praktek Maestro, Bandung, 2007, hal. 224.

            Metode observasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi berperan serta (participant observation) dalam pelaksanaannya peneliti melihat dan mengamati langsung aktivitas pelaksanaan konseling Rational Emotive Therapy (RET) di SMP Negeri 3 Jepon Kabupaten Blora. Adapun hal yang akan di observasi adalah proses pelaksanaan Konseling Rational Emotive Therapy (RET) di SMP Negeri 3 Jepon Kabupaten Blora. Observasi dilakukan untuk memperoleh data tentang aktivitas peserta didik dan guru BK selama proses pelaksanaan konseling berlangsung.

3.Dokumentasi 

            Dokumentasi merupakan cara lain untuk memperoleh data dari responden dengan menggunakan teknik dokumentasi. Pada teknik ini peneliti dimungkinkan memperoleh informasi dari bermacam-macam sumber tertulis atau dokumen yang ada pada responden atau tempat, di mana responden bertempat tinggal atau melakukan kegiatan sehari-harinya.

            Dokumentasi adalah teknik pengumpulan data-data mengenai hal-hal atau variabel yang berupa catatan, transkip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, natulen, rapat, langger agenda dan sebagainya. Dalam penelitian ini metode dokumentasi digunakan untuk mendapatkan data tentang kondisi obyektif sekolah seperti sejarah berdirinya, visi dan misi, Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hal. 81. RPL/modul/sop/foto, keadaan guru, keadaan peserta didik, dan keadaan sarana prasarana.

  • F.Metode Analisis Data 

            Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode penelitian kualitatif dengan deskriptif. Penelitian ini merupakan pengumpulan data dan informasi untuk menggambarkan suatu keadaan dan memeriksa sebab-sebab dari suatu gejala yang terjadi tanpa rekayasa saat penelitian berlangsung. Melalui  pendekatan deskriptif inilah diperoleh data dan informasi sebanyak-banyaknya mengenai pendekatan konseling Rational Emotive Therapy (RET). Dalam Mengatasi Pelanggaran Disiplin Peserta Didik di SMP Negeri 3 Jepon Kabupaten Blora

             Analisis data kualitatif adalah bersifat induktif, yaitu suatu analisis berdasarkan data yang diperoleh, selanjutnya dikembangkan pola hubungan tertentu atau menjadi hipotesis. Aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas. Aktivitas dalam analisis data yaitu:

  • Data reduction (reduksi data) mereduksi data berarti merangkup, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan polanya dan membuang yang tidak perlu.
  • Display (penyajian data) setelah data reduksi, maka langkah selanjutnya adalah mendisplaykan data. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data biasa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, hubungan antara katagori dan sejenisnya. Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah dengan teks yang bersifat naratif. Selanjutnya selain melakukan display data selain dengan teks yang naratif, juga dapat berupa grafik,  manik, network (jejaring kerja) dan chart. Dengan mendisplaykan data akan memudahkan untuk memahami apa yang terjadi, merencanakan kerja selanjutnya, berdasarkan apa yang telah dipahami.
  • Penarikan kesimpulan langkah ketiga dalam analisi data kualitatif menurut

Miles dan Huberman adalah penarikan kesimpulan data verivikasi.  Kesimpulan awal yang ditemukan masih bersifat sementara, dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat dan mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Kesimpulan dalam kualitatif yang diharapkan adalah temuan baru yang sebelumnya belum pernah ada. Temuan dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu obyek yang sebelumnya masih remang-remang sehingga setelah diteliti akan menjadi jelas, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif, hipotesis atau teori.

G. Triangulasi Data

            Dalam teknik pengumpulan data, triangulasi diartikan sebagai teknik pengumpulan data yang bersifat menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data yang ada. Bila peneliti melakukan pengumpulan data dengan triangulasi, maka sebenarnya peneliti mengumpulkan data yang sekaligus menguji kredibilitas data, yaitu mengecek kreadibilitas data dengan berbagai teknik pengumpulan data dan berbagai sumber data. Triangulasi teknik berarti peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari sumber yang sama. Peneliti menggunakan observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan dokumentasi untuk sumber data yang sama secara serempak. Pemeriksaan dengan cara triangulasi dilakukan untuk meningkatkan derajat keterpercayaan dan akurasi data. Triangulasi dilakukan dengan dua strategi yaitu

  • Triangulasi sumber

 Peneliti mencari informasi lain tentang suatu topik yang digalinya dar lebih satu sumber, perinsipnya lebih banyak sumber lebih baik.

  • Triangulasi metode

            Dilakukan pengecekan dengan lebih dari satu metode. Jika triangulasi sumber    dilakukan hanya dengan satu metode yaitu wawancara.

  • Gambaran Umum Layanan Bimbingan dan Konseling di SMP
  • Negeri 3 Jepon Kabupaten Blora

 

            Aktivitas layanan bimbingan konseling pola 17 plus meliputi 4 bidang bimbingan yaitu bimbingan pribadi, sosial, belajar dan karir yang dilaksanakan melalui 10 jenis layanan yaitu orientasi, informasi, penempatan penyaluran, penguasaan konten, bimbingan kelompok, konseling kelompok, konseling individu, konsultasi, mediasi dan layanan advokasi. Yang ditunjang dengan 6 kegiatan pendukung yaitu aplikasi instrumen, himpunan data, home visit, konfrensi kasus, alih tangan kasus dan tampilan kepustakaan. Layanan BK di SMP Negeri 3 Jepon bisa dikatakan cukup memadai, selain guru BK yang antusias dalam melaksanakan tugasnya di tambah dengan sarana dan prasarana yang cukup memadai, memiliki ruang BK sendiri. SMP Negeri 3 Jepon memiliki 2 guru BK yaitu: Ibu Sri Sulistyorini, S.Pd dan Susila Ekawati SE sebagai guru BK SMP Negeri 3 Jepon.

Data jumlah peserta didik

NO

KELAS

JUMLAH

1

VII

160

2

VIII

158

3

IX

160

Jumlah

478

II. PENERAPAN

 

Konseling Rational Emotive Therapy (RET)

Dalam teori Albert Ellis (dalam Corey),, pelaksanaan Konseling Rational Emotive Therapy (RET) terdiri dari 4 langkah yaitu:

  • Langkah pertama, dalam langkah ini konselor berusaha menunjukkan kepada klien bahwa masalah yang dihadapinya berkaitan dengan keyakinannya yang tidak rasional. Disini klien harus belajar  memisahkan keyakinan rasional dari yang tidak rasional. Pada tahap ini peranan konselor adalah sebagai propagandis yang berusaha mendorong, membujuk, meyakinkan, bahkan sampai kepada mengendalikan klien untuk menerima gagasan yang logis dan rasional. Jadi, pada langkah ini peran konseling adalah menyadarkan klien bahwa gangguan atau masalah yang dihadapinya disebabkan oleh cara berpikir yang logis.
  • Langkah kedua, peranan konselor adalah menyadarkan klien bahwa  pemecahan masalah yang dihadapinya merupakan tanggungjawab sendiri. Maka dari itu dalam konseling rational emotive ini konselor berperan untuk menunjukkan dan menyadarkan klien, emosional yang selama ini dirasakan akan terus menghantuinya apabila dirinya akan tetap berpikir secara tidak logis. Oleh karenya, klien lah yang harus memikul tanggung jawab secara keseluruhan terhadap masalhnya sendiri.
  • Langkah ketiga, pada langkah ini konselor berperan mengajak klien menghilangkan cara berpikir dan gagasan yang tidak rasional. Konselor tidaklah cukup menunjuk kepada klien bagaimana proses ketidak logisan berpikir ini, tetapi lebih jauh dari konserlor harus berusaha mengajak klien mengubah cara berpikirnya dengan cara menghilangkan gagan-gagasan yang tidak rasional.
  • Langkah keempat, peranan konselor mengembangkan pandangan-pandangan realistis dan menghindarkan diri dari keyakinan yang tidak rasional. Konselor berperan untuk menyerang inti cara perpikir yang tidak rasional dari klien dan mengajarkan bagaimana caranya mengganti cara berpikir yang tidak rasional dengan rasional.

            Namun, berdasarkan fakta yang ada mengenai pelaksanaan konseling rational emotive therapy (RET) yang di lakukan oleh guru Bimbingan Konseling di SMP Negeri 3 Jepon Kabupaten Blora di sini memiliki tahapan konseling rational emotive r therapy (RET) yang lebih mengikuti tahapan yang ada pada RPL BK yaitu sebagai berikut:

  • Langkah Pembentukan 

            Pada tahap ini ada beberapa aktivitas yang dilakukan oleh guru bimbingan konseling di SMP  Negeri 3 Jepon seperti mengucapkan salam dan berdoa. Setelah itu guru Bimbingan Konseling mengecek. Pengecekan peserta didik merupakan rutinitas yang dilakukan oleh guru bimbingan konseling pada tahap ini pengecekan tersebut dilakukan oleh guru bimbingan konseling bertujuan untuk memastikan berapa peserta didik yang hadir dan tidak hadir. Setelah pengecekanselesai, guru bimbingan konseling melakukan selingan dengan mengajak peserta didik untuk mengikuti kegiatan dengan penuh perhatian, semangat, dan penampilan dengan melakukan kegiatan Berpikir, Merasa, Bersikap, Bertindak dan Bertanggung jawab (BMB3) berkenaan dengan materi pelayanan yang akan dibahas. Kegiatan demi melaksanakan fungsi pendidikan secara optimal, yaitu membentuk peserta didik menjadi peribadi utuh yang dilandasi akhlak dan budi luhur. Dalam kaitan dengan upaya sekolah mengatasi pelanggaran disiplin tata tertib di SMP Negeri Jepon, berdasarkan hasil wawancara dengan koordinator guru BK Ibu Sri Sulistyorini, S.Pd. dimana beliau menjelaskan bahwa: upaya dalam mengatasi pelanggaran disiplin tata tertib peserta didik serta penurunan moral peserta didik , yang kami lakukan tentu diarahkan atau difokuskan pada pembinaan dan pencegahan pelanggaran disiplin tata tertib malalui pendekatan pikiran, perasaan, dan perilaku. Hal ini dilakukan dalam bentuk program yang berkelanjutan. Program ini terintegrasi kedalam program tahunan sekolah dibidang kesiswaan. Operasionalnya dilakukan melalui sejumlah kegiatan yang dipadukan terintegrasi dengan program pengajaran pada setiap mata pelajaran yang diberikan oleh masing-masing guru yang bersangkutan. Disamping itu juga dilakukan kegiatan layanan bimbingn konseling kelompok khususnya bagi peserta didik yang memiliki kasus atau permasalahan tertentu, seperti pelanggaran disiplin tata tertib. Kegiatan layanan bimbingan konsling ini dilakukan oleh guru BK baik pada peserta didik secara individu maupun kelompok.

            Hal ini dilakukan melalui program tahunan sekolah secara berkelanjutan, yaitu melaksanakan pembinaan dengan menggunakan pendekatan pikiran,perasaan dan perilaku. Strategi yang diprogramkan sekolah dilaksanakan melalui dua pendekatan yaitu: program sekolah melalui layanan bimbingan konseling, dan program sekolah bidang kesiswaan. Dalam program sekolah melalui layanan bimbingan dan konseling kelompok, dimana materi pendekatan yang digunakan salah satunya yaitu dengan layanan konseling kelompok pendekatan Rational Emotive  Therapy (RET) kedalam jam pelajaran pada setiap minggu sesuai dengan kurikulum sekolah. Sedangkan untuk program sekolah bidang kesiswaan merupakan kegiatan ekstrakurikuler untuk mengembangkan karakter yang meliputi: bidang olah raga, bidang seni, bidang Agama, bidang akademik atau Karya Ilmiah Remaja (KIR), dan bidang kepramukaan. Gambaran lebih lanjut mengenai upaya sekolah khususnya guru BK sendiri dalam mengatasi pelanggaran disiplin tata tertib peserta didik di SMP  Negeri 3 Jepon dalam wawancara dengan Ibu Sri Sulistyorini, S.Pd selaku guru BK menjelaskan bahwa: Mengenai hal ini upaya yang dilakukan adalah: membantu peserta didik memahami diri dan lingkungannya, membantu peserta didik agar mampu mencegah atau menghindarkan diri dari berbagai permasalahan yang dapat menghambat perkembangan dirinya, membantu peserta didik mengatasi masalah yang dialaminya, membantu peserta didik memelihara dan menumbuh kembangkan berbagai potensi dan kondisi positif yang dimilikinya dan membantu peserta didik memperoleh pembelaan atas diri dan kepentingannya yang kurang mendapat perhatian.

            Mengenai kegiatan dibidang layanan bimbingan konseling yang berkaitan

dengan upaya sekolah dalam mengatasi pelanggaran disiplin tata tertib disekolah

yang telah dilaksanakan selama 2 tahun terakhir ini, yaitu tahun 2014 sampai sekarang ini, adalah dikelompokkan menjadi dua program kegiatan, yaitu program pembinaan, dan program pencegahan. Aspek pembinaan meliputi: melakukan pendataan atau pencatatan peserta didik yang bermasalah atau memiliki kasus kenakalan disekolah (pelanggaran disiplin), memanggil peserta didik bermasalah tersebut untuk mengklarifikasi kasus atau permasalahannya, menginformasikan permasalahan peserta didik kepada orang tua/wali bersangkutan, melaksanakan layanan bimbingan konseling sesuai dengan kasus atau permasalahannya, melaksanakan pengamatan dilapangan atau dikelas untuk mengetahui perkembangan sikap dan perilaku peserta didik bersangkutan, melaksanakan kunjungan rumah (Home Visit), dan melaksanakan evaluasi serta tindak lanjut. Sedangkan aspek pencegahan kenakalan peserta didik, meliputi kegiatan-kegiatan yang bersifat ekstrakurikuler.

            Berdasarkan hasil penelusuran data di lapangan, diperoleh sebuah data bahwa kegiatan layanan bimbingan konseling di SMP  Negeri 3 Jepon di berikan untuk menyelesaikan masalah pelanggaran disiplin tata tertib atau problematika yang dihadapi peserta didik, selain itu layanan bimbingan konseling juga diarahkan dalam

perubahan pikiran, perasaan dan perilaku peserta didik jangka lebih lanjut yaitu pembentukan karakter peserta didik. Karakter peserta didik yang diinginkan oleh

SMP Negeri 3 Jepon adalah karakter peserta didik yang baik, unggul dan berkualitas, karakter yang mengarah keperubahan positif bagi kemajuan dan perkembangan peserta didik dan perkembangan sekolah.Upaya-upaya dari layanan bimbingan konseling diharapakan mampu memberikan dampak yang besar bagi peserta didik utamanya untuk kemajuan dirinya dan tujuan sekolah. Atas dasar ini guru BK harus berusaha keras dalam upaya mencapai visi dan misi layanan bimbingan konseling denga lebih intensif lagi dalam hal kinerja dan pelayanan. Layanan bimbingan konseling sangat ikut andil dalam pembentukan keperibadian peserta didik. Selain itu, menurut hasil wawancara dengan guru BK di SMP Negeri 3 Jepon bahwa kegiatan layanan konseling yang sedang dilaksanakan adalah layanan konseling dengan pendekatan Rational Emotive  Therapy (RET). Layanan konseling dengan pendekatan Rational Emotiver Therapy (RET) ini merupakan salah satu upaya guru BK dalam mengatasi Pelanggaran disiplin tata tertib peserta didik kelas VII, VIII dan IX di SMP Negeri 3 Jepon Adapun waktu dan tempat pelaksanaan layanan konseling Rational Emotive Therapy (RET) dalam mengatasi pelanggaran disiplin tata tertib dilakukan secara berkelompok. Layanan konseling kelompok terkadang dilakukan pada saat jam-jam pelajaran kosong, baik diruangan kegiatan belajar maupun ruang BK sekolah.Pembahasan mengenai peroses konseling kelompok senantiasa berkaitan dengan tahap-tahap perkembangan kegiatan kelompok serta karakteristik masing-masing tahap tersebut. Masalah perkembangan kelompok merupakan hal yang penting dalam konseling kelompok. Oleh karena itu guru BK, sebagai pemimpin kelompok harus memahami dengan jelas tahap-tahap perkembangan kelompok. Pemahaman terhadap perkembangan kelompok akan memberikan wawasan kepada guru BK tentang hal-hal yang akan mendukung serta akan menghambat peroses kelompok serta dapat megoptimalkan kemampuannya membenatu anggota-anggota untuk mencapai tujuannya.

            Adapun pelaksanaan layanan bimbingan konseling kelompok pendekatan

Rational Emotive Therapy (RET) di SMP Negeri 3 Jepon. Ibu Sri Sulistyorini, S.Pd. mengemukakan bahwa ada beberapa tahapan dalam layanan bimbingan konseling pendekatan Rational Emotive  Therapy (RET) dalam mengatasi degradasi moral dan pelanggaran disiplin peserta didik kelas IX yang sedang dilaksanakan di SMP Negeri 3 Jepon. Tahapan-tahapan tersebut yaitu:

  • Tahap Pembukaan 

            Tahap pembukaan adalah tahap dimana peserta didik yang memiliki perilaku

membolos dikumpulkan secara bersama. Tahap pembentukan ini salah satu upaya

guru BK dalam menanamkan kepercayaan kepada peserta didik akan pentingnya

layanan bimbingn konseling. Dalam hal ini peserta didik diberikan beberapa penjelasan tentang layanan bimbingan konseling, dan manfaat layanan bimbingan

koseling, langkah-langkah penerapan layanan bimbingan konseling kelompok yang dilaksankan. Kegiatan-kegiatan dalam tahap pembukaan yaitu peletakan dasar hubungan antara guru BK dan peserta didik ketika menghadapi permasalahan, sehingga peserta didik dan guru BK dapat menyelesaikan permasalahan yang sedang dihadapi secara bersama-sama melalui kegiatan layanan bimbingan konseling kelompok. Pada tahap pembukaan ini, guru BK harus mampu meyakinkan dan memantapkan keterlibatan layan bimbingan konseling dalam membantu menyelesaikan permasalahan peserta didik.Kemudian guru BK berupaya untuk memberikan motivasi kepada peserta didik untuk tidak melakukan perilaku kenakalan yang sama dari sebelumnya. Motivasi yang diberikan ini agar peserta didik memiliki kedekatan kepada guru BK sehingga peserta didik tidak merasa malu dalam mengungkapkan permasalahan yang dihadapinya. Menurut hasil wawancara dengan Ibu Sri Sulistyorini, S.Pd. pendekatan Rational Emotive  Therapy (RET) dalam mengatasi perilaku pelanggaran disiplin tata tertib peserta didik sangat tepat diterapkan, hanya saja pada tahap pembukaan ini guru BK akan merasakan kesulitan dalam penerapannya, karena pada tahap ini guru BK harus mampu meyakinkan peserta didik terhadap kegiatan layananan bimbingan konseling yang sedang dilaksanakan di sekolah dalam membantu permasalahan peserta didik. Dalam hal ini guru BK juga harus menjelaskan tentang asas kerahasiaan, kesukarelaan, keterbukaan, dan kenormatifan dalam menyelesaikan masalah peserta didik.

  • Tahap penjelasan dan pengutaraan masalah
  •                         Setelah tahap pembukaan dalam layanan bimbingan konseling kelompok dengan pendekatan Rational Emotive Therapy (RET) maka tahap selanjutnyaadalah tahap penjelasan dan pengutaraan masalah. Dalam hal ini, guru BK berupaya agar peserta didik dapat mengutarakan dan menjelaskan segala permasalahan yang dihadapinya, alasan latar belakang permasalahan yang dihadapinya dan kondisi peserta didik saat menghadapi permasalahan tersebut. dan peserta didik tidak melakukan perilaku yang sama serta mengupayakan agar peserta didik mencurahkan segala permasalahan yang dihadapi dan mencari penyelesaian permasalahan tersebut secara bersama-sama.

  • Tahap Penyelesaian Masalah
  •                         Pada tahap penyelesaian masalah ini, menurut Ibu Sri Sulistyorini, S.Pd., Guru BK dan peserta didik bekerja sama untuk mencari solusi penyelesaian masalah dengan berdiskusi, saling tukar pengalaman berkaitan dengan permasalahan, pengutaraan masalah, penyajian, dan pembukaan diri berlangsung dengan bebas namun terarah sesuai dengan permasalahan. Demikian pula saling tanggap dan tukar pendapat berlangsung dengan lancar. Keduanya bersikap saling membantu, saling memotivasi, saling menerima, saling menguatkan, dan saling berusaha untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi .Peserta didik dibantu untuk ecara terus menerus mengembangkan pikiran rasional serta mengembangkan makna hidup yang rasional sehingga peserta didik tidak terjebak pada masalah yang disebabkan oleh pemikiran irasional mereka sendiri. Disini lah guru BK menanamkan kepada peserta didik pentingnya kedisiplinan diri.

4.Tahap pengakhiran atau penutup 

            Setelah beberapa tahapan kegiatan layanan konseling kelompok pendekatan Rational Emotive Therapy (RET) dalam mengatasi perilaku pelanggaran disiplin tata tertib peserta didik, maka tahap selanjutnya adalah tahap pengakhiran atau tahap penutup dari kegiatan layanan bimbingan konseling kelompok yang telah dilaksanakan. Tahap pengakhiran ini dilaksanakan untuk melihat apakah peroses layanan bimbingan konseling yang telah dilaksanakan dapat memberikan perubahan perilaku bagi peserta didik. Perubahan perilaku diwujudkan sebagai dampak implementasi dari layanan bimbingan konseling.

            Pada tahap pengakhiran ini, upaya yang dilakukan oleh guru pembimbing yaitu memusatkan pembahasan dan penjelajahan pada peserta didik agar peserta didik mampu menerapkan hal-hal yang telah dipelajari dalam kegiatan layanan bimbingan konseling kelompok yang telah diterapkan dalam kehidupan nyata sehari-hari. Guru BK dalam pengakhiran ini juga memberikan penguatan terhadap hasil-hasil yang telah dicapai oleh peserta didik, khususnya terhadap keikutsertaan secara aktif peserta didik dan hasil-hasil yang telah dicapai oleh masing-masing peserta didik telah mengikuti kegiatan layanan bimbingan konseling kelompok dengan pendekatan Rational Emotive Therapy (RET) dalam mengatasi pelanggaran didiplin tata tertib di SMPNegeri 3 Jepon. Berkaitan dengan tahap pengakhiran dan perubahan perilaku, Ibu Sri Sulistyorini, S.Pd menyatakan bahwa, "perubahan perilaku peserta didik ditunjukkan dengan banyak hal, antara lain kita bisa melihat perubahan perilaku peserta didik, bisa dilakukan juga wawancara ulang untuk memahami nilai-nilai positif yang mereka dapat setelah mendapatakan layanan bimbingan konseling. Peserta didik yang pada awalnya suka melanggaran disipli tata tertib menjadi lebih disiplin, peserta didik yang tadinya banyak melakukan penyimpangan jadi lebih baik dan teratur. Dalam tahap akhir ini juga tidak lupa guru BK untuk menanyakan bagaimana perasaan mereka setelah mengikuti konseling kelompok dengan pendekatanRational Emotive Therapy(RET).". Ibu Sri sulistyorini, S.Pd memaparkan bahwa memang setiap kelompok berbeda dalam menunjukkan hasilnya. Dari pernyataan Ibu Sri sulistyorini, S.Pd, maka dapat dipahami bahwa bimbingan konseling kelompok memberikan layanan yang maksimal dan bekerja secara sungguh-sungguh untuk ikut berperan aktif dalam menjalankan visi dan misinya, utamanya berkenaan dengan pembentukan perilaku positif pada peserta didik sehingga dapat bermanfaat bagi diri peserta didik, orang tua dan pihak sekolah. Tahapan tersebut merupakan tahapan pelaksanaan layanan bimbingan konseling kelompok dengan tekhnik Rational Emotive Therapy (RET) dalam mengatasi degradasi moral peserta didik IX di SMPNegeri 3 Jepon. Tahapan tersebut merupakan salah satu upaya yang dilakukan oleh pihak sekolah melalui kegiatan layanan bimbingna konseling kelompok dalam mengatasi perilaku pelanggaran disiplin tata tertib peserta didik. Selain melaksanakan beberapa tahapan dalam menagatasi pelanggaran disiplin tata tertib peserta didik, ada beberapa upaya yang di lakukan oleh guru BK di SMP Negeri 3 Jepon dalam mengatasi pelanggaran disiplin tata tertib peserta didik kelas IX, yaitu dengan cara pemberian penguatan psikis pemahaman, saran, nasehat dan motivasi untuk lebih disiplin dalam segala hal. Hal tersebut dilakukan oleh guru BK agar peserta didik memiliki motivasi dan kedisiplinan yang tinggi dalam kegiatan belajar sehingga terhindar dari perilaku yang menyimpang, baik perilaku yang disebabkan oleh faktor lingkungan sekolah maupun lingkungan bermain peserta didik di luar sekolah. Untuk lebih jelasnya berikut ini akan dijelaskan upaya yang dilakukan oleh guru BK di SMP Negeri 3 Jepon dalam mengatasi pelanggaran disiplin tata tertib peserta didik kelas IX, setelah dilaksanakan layanan konseling kelompok dengan tekhnik Rational Emotive Therapy (RET) yaitu:

 a. Pemantauan diri 

            Pemantauan diri di SMP Negeri 3 Jepon adalah satu upaya yang dilakukan oleh guru BK bekerja sama dengan orang tua, guru mata pelajaran, peserta didik dan pihak sekolah. Pemantauan diri ini salah satu strategi pendukung sebagai pelaksanaan layanan konseling kelompok pendekatan Rational Emotive Therapy (RET). Pemantauan diri ini adalah kegiatan yang dilakukan peserta didik mengamati dan mencatat segala sesuatu yang berkaitan dengan perilaku peserta didik, baik dalam kegiatan belajar maupun diluar kegiatan belajar. Hal ini dilakukan oleh guru BK agar kegiatan pelaksanaan layanan bimbingan konseling kelompok dengan Rational Emotive Therapy (RET) dalam mengatasi pelanggaran disiplin tata tertib dapat terlaksana dengan baik dan mampu memberikan dan penyelesaian permasalahan degradasi moral . Pemantauan diri ini tidak hanya dilakukan guru BK di SMP Negeri 3 Jepon saja, tetapi guru BK bekerja sama dengan guru mata pelajaran, pihak sekolah, dan orang tua peserta didik. Seperti hasil wawancara dengan Ibu Sri Sulistorini, S.Pd. yang mengatakan bahwa: kegiatan pemantauan diri terhadap bekerja sama dengan guru mata pelajaran, pihak sekolah dan bekerja sama dengan orang tua peserta didik yang melakukan pelanggaran disiplin tata tertib.

b.  Penguatan positif 

            Penguatan positif yang dilakukan guru BK di SMP Negeri 3 Jeponyaitu memberikan pemahaman kepada peserta didik untuk menghindari pelanggarn disiplin tata tertib, kemudian mengajak peserta didik berdiskusi menggali pemecahan masalah pelanggarn disiplin, mengatasi pelanggran disiplin tata tertib, setelah peserta didik mengungkapkan beberapa cara dalam mengatasi pelanggarn disiplin, guru BK memberikan penguatan berupa pujian, motivasi agar berubah perilakunya sebagaiman yang diharapkan.

            Ada langkah-langkah penguatan positif dalam mengatasi pelanggaran disiplin

peserta didik kelas IX di SMP Negeri 3 Jepon yaitu:

  • Mengumpulkan informasi tentang permasalahan yang berkaitan dengan pelanggaran disiplin tata tertib.
  • Memilih perilaku target yang ingin ditingkatkan atau perilaku yang akan dihilangakan .
  • Menetapkan data awal (perilaku awal alasan peserta didik melakukan pelanggran disiplin).
  • Menentukan penguatan yang bermakna dalam mengatasi pelanggaran disiplin tata tertib peserta didik.
  • Menetapkan jadwal pemberian penguatan dalam mengatasi pelanggaran disiplin tata tertib peserta didik.
  • Penerapan penguatan positif dalam mengatasi pelanggaran disiplin tata tertib peserta didik.

c. Kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri 

            Kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri merupakan kegiatan akhir setelah layanan konseling kelompok Rational Emotive Therapy (RET) dilaksanakan di SMP Negeri 3 Jepon. Perjanjian kontrak ini merupakan salah satu upaya guru bimbingan konseling di SMP Negeri 3 Jepon untuk mengatasi pelanggran disiplin tata tertib peserta didik kelas, IX dengan disaksikan oleh pihak sekolah (termasuk wali kelas) serta pihak keluarga atau orang tua peserta didik sehingga peserta didik tidak melakukan pelanggaran disiplin dan melalukan tindakan yang merusak norma norma seperti sebelumnya. Kontrak perjanjian yang dilakukan oleh guru BK di SMP Negeri 3 Jepon dilaksanakan melalui beberapa langkah yaitu: .

  • Peserta didik membuat perencanaan untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku yang diinginkan.
  • Peserta didik meyakini pikiran, perasaan , dan perilaku yang diinginkan.
  • Peserta didik menanggung resiko yang dilakukannya (sanksi).
  • Pada dasarnya semua yang peserta didik harapkan untuk mengubah pikiran, perasaan, dan perilaku yang dinginkan adalah untuk peserta didik sendiri.
  • Peserta didik menuliskan peraturan untuk dirinya sendiri selama menjalani Rational Emotive Therapy (RET).

            Kontrak penjanjian ini tidak hanya keinginan dan disepakati oleh pihak guru bimbingan konseling dan pihak sekolah saja, melainkan kesepakatan antara peserta didik dengan dirinya sendiri dan disaksikan oleh guru BK, pihak sekolah dan orang tua peserta didik untuk menghindari dan tidak melakukan pelanggaran disiplin tata tertib seperti sebelumnya. Hal ini dilakukan oleh guru BK sebagai salah satu upaya untuk mencegah pelanggaran disiplin tata tertib peserta didik di SMP Negeri 3 Jepon Selain disaksikan oleh guru BK, perjanjian kontrak yang diberikan oleh guru BK di SMP Negeri 3 Jepon terkadang disaksikan oleh orang tua peserta didik yang telah melakukan pelanggran disiplin tata tertib. Keberadaan orang tua peserta didik ini bukan semata-mata untuk menjatuhkan peserta didik dihadapan kedua orang tua peserta didik untuk melakukan pemantauan secara bersama-sama terhadap perilaku peserta didik, sehingga peserta didik akan terhindar dari perilaku yang menyimpang.

d.Saran-saran dan memberi nasehat 

            Setelah tahapan-tahapan upaya guru BK di SMP Negeri 3 Jepon tersebut, upaya terakhir yang dilakukan oleh guru BK adalah memberikan saran dan nasehat kepada peserta didik untuk menghindari pelanggaran disiplin tata tertib sekolah. Pemberian saran yang dilakukan oleh guru BK kepada peserta didik ini berupa saran dan nasehat kepada peserta didik Agar peserta didik mempunyai aktivitas yang dapat mendukung kegiatan belajar, menyarankan agar memiliki jadwal dalam kegiatan belajar, memiliki perilaku yang baik, menghindari teman-teman di luar sekolah yang memiliki perilaku yang tidak baiuk, dan memberikan saran-saran yang dapat memotivasi peserta didik untuk lebih giat dalam kegiatan belajar. Dalam pelaksanaan konseling kelompok Rational Emotive Therapy (RET) yang dilakukan oleh guru BK sudah melakukan langkah langkah tersebut yaitu tahap monitor diri atau observasi diri maksudnya peserta didik  mencatat dengan teliti dengan mengamati tingkah lakunya. Selanjutnya tahap evaluasi diri yaitu peserta didik membandingkan catatan yang dibuatnya dengan target yang dia capai. Dan juga tahap penghapusan dan penguatan maksudnya tahapan ini yaitu peseri didik mengatur dirinya sendiri memberikan hukuman apa bila target yang dia buat tidak berhasil

            Pemberian pemahaman kepada peserta didik ini dilakukan dengan sejak awal kegiatan pelaksanaan layanan bimbingan konseling kelompok dengan pendekatan Rational Emotive Therapy (RET)dalam mengatasi pelanggaran disiplin peserta didik. Dalam hal ini, guru BK di SMP Negeri 3 Jepon memberikan pemahaman kepada peserta didik agar peserta didik memahami akan kegiatan layanan bimbingan konseling yang sedang dilaksanakan, dan menghindari perilaku-perilaku yang tidak sesuai dengan aturan tata tertib yang ada di sekolah. Setelah tahapan dan langkah-langkah pelaksanaan layanan bimbingan konseling pendekatan Rational Emotive Therapy (RET) dalam mengatasi pelanggaran disiplin peserta didik kelas IX di SMP Negeri 3 Jepon, diakhir kegiatan pelaksanaan layanan bimbingan konseling, guru memberikan beberapa saran dan motivasi sebagai penguatan diri peserta didik. Hal ini dilakukan agar peserta didik lebih termotivasi untuk lebih giat dalam belajar dan menghindari perilaku yang tidak sesuai dengan tata tertib sekolah yang dijalankan, dan mengindari pergaulan dengan teman-teman yang  memiliki perilaku yang tidak sesuai dengan tata tertib yang ada

BAB III

PENUTUP

A.SIMPULAN 

            Setelah peneliti menganalisis data yang ada dengan interpretasi maka langkah selanjutnya adalah menarik kesimpulan. Adapun kesimpulan yang dapat disajikan dalam penelitian adalah Penerapan Layanan Konseling Kelompok Dengan Teknik Rational Emotive Therapy (RET) Dalam Mengatasi Pelanggaran Disiplin Peserta Didik di SMP Negeri 3 Jepon telah dilaksanakan, namun masih perlu ditingkatkan lagi karena waktu pelaksanaannya belum maksimal.

            Bentuk-bentuk Degradasi moral dan pelanggaran disiplin yang dilakukan oleh peserta didik di SMP Negeri 3 Jepon termasuk dalam kategori pelanggaran tingkat berat yaitu terlambat datatang kesekolah ,membolos saat jam pelajaran berlangsung, merokok disekolah, mengucapkan kata-kata kotor, melecehkan teman perempuanPelaksanaan kegiatan layanan bimbingan konseling melalui pendekatan Konseling Rational Emotive Therapy (RET) dalam Mengatasi Pelanggran Disiplin Peserta Didik SMP Negeri 3 Jepon dilaksanakan melalui bebrapa tahapan yaitu: tahapan pembukaan, tahap penjelasan dan penguatan masalah, tahap kegiatan atau tahap pengakhiran. Pelaksanaan layanan bimbingan konseling tersebut didukung dengan upaya guru BK dengan cara yaitu: pemantauan diri, penguatan fositif, kontrak atau perjanjian dengan diri sendiri, dan juga langlah-langkah Rational Emotive Therapy (RET) yaitu: monitor diri atau observasi diri, tahap evaluasi diri, dan juga tahap penghapusan dan penguatan, serta saran-saran pemberian nasehat untuk pelanggran disiplin yang tidak sesuai dengan tata tertib sekolah.

B. SARAN 

Berdasarkan kesimpulan diatas, maka penulis menyarankan:

  • Kepala Sekolah supaya pelaksanaan bimbingan guru BK berjalan dengan lancar, sekolah harus memberikan jam khusus untuk guru BK agar permasalahan peserta didik lebih mudah diatasi.
  • Guru BK harus lebih maksimal dalam melaksnakan layanan, khususnya layanan Bimbingan Konseling Kelompok.
  • Bagi peserta didik agar menaati peraturan sekolah menumbuhkan kesadaran agar tidak melakukan pelanggran disiplin tata tertib yang sudah ada.
  • Perlu dibangun kerjasama yang baik antara guru BK dengan seluruh personil sekolah (kepala sekolah, guru-guru dan peserta didik).

C. PENUTUP 

            Dengan mengucap rasa syukur kehadiran Allah SWT yang telah memberikan petunjuk dan inayahnya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan ketentuan yang berlaku kendalapun peneliti menyadari sepenuhnya bahwa dalam pembahasan skripsi ini masih terdapat kekeliruan dan kekurangan-kekurangan oleh sebab itu keritik dan saran-sarannya yang bersifat konstuktif dari pembaca sangat dinantikan dan atas sumbangsih pemikiran para peneliti hanturkan terimakasih sedalam-dalamnya. Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan dunia pendidikan pada umumnya, amin ya robbal'alamin.

                                                                                               DAFTAR PUSTAKA

Ahmadi Abu dan Supriyono Widodo, Psikologi Belajar, Jakarta : Rineka Cipta, cet.3. 2013.

Ani Nurdiani Azizah, Salinan lampiran peraturan menteri pendidikan dan

kebudayaan Republik Indonesia Nomor 111 Tahun 2014 Tentang Bimbingan dan konseling pada pendidikan dasar dan pendidikan menengah, https://www.google.com/search?q=Lampiran-Permendikbud-no-111-tahun-

2014-tentang-bimbingan-dan-konseling. Pdf-Adobe Reader, Diunduh tgl: 9

April 2016, jam 20.30 Wib.

Ali, Mohammad. 2008. Psikologi Remaja, Jakarta: Bumi Aksara.

Arikunto, Suharsimi. 2007. Prosedur Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta.

Astuti, Diah. ilmu pendidikan, http//:taqrib.info/indonesia

/index.phpcontent&view=article&id=600:pentingnya-pengetahuan-dan-

pendidikan --menurut-alquran&catid. Diunduh tgl : 09 April 2016,

jam:21.00 WIB

Aqib Zainal. 2012. Ikhtisar Bimbingan dan Konseling Disekolah, Bandung:Yrama

Widya,cet 1. Corey, G. 1995. Teori dan Praktek dari Konseling dan Psikoterapi. IKIP Semarang  Press. Semarang.

El-kawaqi, Implementasi, blogspot.com/2012/12/pengertian-implementasi-menurut-

para.html?m=1. Diunduh tgl : 12 Januari 2016, jam:11.30 WIB

Emzir, 2010. Metodologi Penelitian Pendidikan, Rajawali Pers, Jakarta.

Hurlock, B Ellizabeth. Perkembangan Anak, Erlangga, Jakarta, cet 6.

 

Kaelan, M.S, 2005. Metode Penelitian Kualitatif Bidang Filsafat, Paradigma, Yogyakarta.

Khairani. Makmur. Psikologi Konseling. Aswaja. Jakarta

Latipun. Psikologi Konseling. UPT UMM. Jakarta.

Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan Kompetensi dan Praktiknya, Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hal. 81. RPL/modul/sop/foto, keadaan guru

Bimo Walgito, Bimbingan dan konseling (Studi dan Karir), Andi Offset, Yogyakarta, 2011, hal.76

Nurbuco Cholid dan Abu Achmadi, Metode Penelitia, Bumi Aksara, Jakarta, 2009, hal.12.

Prayitno. 2004. Bimbingan dan Konseling Kelompok. Jakarta: Gramedia.h.9

Wibowo, M.E. 2005. Konseling Kelompok Perkembangan. Semarang: UPT Unnes

Press.h.18

Nana Syaodih Sukmadinata, Bimbingan dan Konseling dalam Praktek Maestro, Bandung, 2007, hal. 224.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun