Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Pemerhati Isu-isu Pangan Lokal, mantan Peneliti Litbang Kompas

Senang menulis isu-isu pangan, lingkungan, politik dan sosbud kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Membingkai Demonstrasi dalam Kerangka Dramaturgi Bursa Politik

1 September 2025   21:01 Diperbarui: 1 September 2025   19:21 103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi demonstrasi buruh di depan gedung DPR/MPR (Sumber: Kompas.com)

Dalam dramaturgi, naskah berfungsi memberi arah bagi aktor. Demikian pula dalam demo modern, narasi digital membentuk improvisasi massa. Slogan yang viral di TikTok lebih mudah diulang ketimbang pidato panjang. Meme yang lucu sekaligus menyindir lebih cepat melekat dalam ingatan ketimbang analisis akademik. Naskah digital ini singkat, emosional, dan bisa dipakai siapa saja.

 Algoritma digital kini berfungsi sebagai “mitos baru” yang membentuk imajinasi kolektif. Jika dulu mitos politik ditransmisikan melalui cerita rakyat atau pamflet ideologis, kini ia ditulis dalam format visual yang bisa viral dalam hitungan menit. Mitos-mitos ini  memberi penjelasan sekaligus memobilisasi: siapa kawan, siapa lawan, siapa yang harus dijatuhkan.

Ironisnya, naskah provokasi digital seringkali jauh lebih kuat daripada wacana resmi pemerintah. Satu video dengan caption emosional bisa mengalahkan seribu halaman laporan kebijakan. Fakta dikalahkan oleh dramaturgi visual. Realitas digantikan oleh teatrikal yang diulang-ulang sampai tampak lebih nyata daripada aslinya.

Pertanyaannya, "Siapakah sebenarnya sutradara sejati dalam demokrasi digital ini?" "Apakah masih elit politik yang menulis naskah, ataukah algoritma itu sendiri yang kini lebih berkuasa menentukan lakon politik nasional?"

Properti dan Simbol: Spanduk, Bendera, dan Gesture Jalanan

Ilustrasi spanduk dan atribut demo ditempel di pintu pagar masuk gedung DPR/MPR (Sumber: cnbcindonesia.com)
Ilustrasi spanduk dan atribut demo ditempel di pintu pagar masuk gedung DPR/MPR (Sumber: cnbcindonesia.com)

Tidak ada pertunjukan tanpa properti. Dalam demonstrasi, properti itu berupa spanduk, poster, bendera, bahkan koreografi massa yang seragam. Setiap properti bukan sekadar alat visual, melainkan simbol yang membawa makna politik. Spanduk dengan kalimat tegas bisa lebih menggetarkan daripada pidato panjang. Poster bergambar tokoh tertentu bisa menjadi simbol perlawanan atau simbol musuh.

Dalam dramaturgi, properti memberi nuansa pada panggung. Ia memperkuat pesan yang ingin disampaikan aktor. Dalam konteks demo, properti visual seringkali lebih diingat publik ketimbang substansi tuntutan. Orang bisa lupa isi orasi, tetapi mereka ingat bendera yang dibakar atau boneka yang digantung sebagai simbol pengkhianat. 

Properti merupakan simbol ritus sekaligus medium komunikasi simbolik yang menyatukan massa dalam ritual protes.Bendera, misalnya, bukan hanya kain, tetapi lambang identitas kolektif. Ketika bendera dirobek, itu bukan sekadar aksi vandal, melainkan gestur sakral yang melawan legitimasi negara. Begitu pula spanduk dengan warna tertentu bisa menandai identitas kelompok politik. 

Sayangnya, viralitas simbol seringkali menggeser substansi. Yang dibicarakan publik bukan lagi harga pangan atau kebijakan publik, melainkan gambar ekstrem yang muncul dari demonstrasi. Properti menjadi lebih penting daripada isi. Drama visual mengalahkan substansi politik.

Dengan demikian, properti demo tidak bisa dipandang remeh. Ia adalah bahasa panggung yang membentuk makna. Di sinilah bahayanya: ketika substansi tuntutan lenyap di balik simbol yang terlalu teatrikal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun