Mohon tunggu...
Sultani
Sultani Mohon Tunggu... Pemerhati Isu-isu Pangan Lokal, mantan Peneliti Litbang Kompas

Senang menulis isu-isu pangan, lingkungan, politik dan sosbud kontemporer.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Artikel Utama

Kenali 2 Hambatan Utama dalam Interview Kerja Gen Z

7 April 2025   09:11 Diperbarui: 9 April 2025   14:56 260
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Wawancara kerja. (Sumber: freepik via kompas.com)

Interaksi dua arah ini menciptakan transparansi dan saling pengertian antara perusahaan dengan kandidat sebelum menjalin hubungan profesional. 

Oleh karena itu, esensi interview tidak semata-mata soal menjawab pertanyaan dengan benar, tetapi membangun koneksi yang transparan, menunjukkan potensi, dan mencari kecocokan yang saling menguntungkan antara kandidat dan perusahaan.

Interview Kerja di Mata Gen Z 

Ilustrasi suasana interview kerja Gen Z (Sumber: Gambar diolah dengan openAI, chatgpt.com)
Ilustrasi suasana interview kerja Gen Z (Sumber: Gambar diolah dengan openAI, chatgpt.com)

Bagi banyak Gen Z, interview bukan lagi soal mempersiapkan diri, tapi mengendalikan kegelisahan atas semua skenario yang mungkin terjadi. 

Fenomena ini bukan hal baru. Banyak pewawancara HRD maupun profesional karier menyaksikan kandidat-kandidat muda yang memiliki CV kuat dan kemampuan teknis mumpuni, tetapi justru kesulitan mengekspresikan potensi mereka saat sesi wawancara berlangsung. 

Ekspresi keraguan dan kecemasan dari langsung muncul dari suara yang parau, narasi pengalaman yang stagnan, hingga ekspresi wajah penuh dengan kecemasan yang sulit disembunyikan. Padahal, yang diuji bukan hanya apa yang mereka tahu, tetapi bagaimana mereka mengkomunikasikan siapa diri mereka.

Gen Z, generasi yang dikenal adaptif, kreatif, dan berpikiran terbuka, justru kerap mengalami titik buntu dalam proses interview. Bukan karena kurang kompeten, tetapi karena overthinking dan perfeksionisme yang mengunci spontanitas dan kejujuran mereka. 

Alih-alih tampil apa adanya, banyak dari mereka terjebak dalam keinginan untuk tampil ‘sempurna’, tetapi dalam prosesnya, kehilangan koneksi manusiawi yang sebenarnya dibutuhkan dalam percakapan profesional.

Bagi sebagian Gen Z, interview kerja yang seharusnya menjadi ruang interaksi dua arah, justru terasa seperti ujian nasional versi dewasa. Ketika proses ini dirasakan sebagai medan evaluasi mutlak, tekanan untuk menjawab dengan benar menjadi lebih besar dari dorongan untuk jujur dan terbuka. 

Di sinilah letak paradoksnya: dorongan untuk aktualisasi diri secara perfeksionis justru membuat Gen Z menjadi overthinking sehingga gagal menunjukkan siapa mereka sebenarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun