"Kau tak akan mengerti. Dani pilihan Pak Sukma. Keluargaku pun menyetujuinya."
     "Lalu? Bagaimana dengan dirimu?" tanya Hamid. Matanya yang sebulat jengkol, menatap tak percaya. Apakah ia salah menilai diri Rani?
     "Aku tak tahu," gumam Rani sembari memalingkan pandangan. Ia tak sanggup menghadapi kemarahan Hamid. Ia sadar dirinya yang salah.
     "Rani, kau ini baru 17 tahun. Untuk apa kau mengikatkan diri pada hubungan yang tak kau benar-benar inginkan."
     "Entahlah."
     Hamid mendesah kecewa. "Tega sekali kau melakukan ini padaku. Padahal kau tahu aku sangat mencintaimu."
     "Pak Sukma sangat menyayangiku. Ia tahu apa yang terbaik untukku."
     "Jangan sampai kau menyesal! Seharusnya, kau mengikuti isi hatimu. Bukan keluargamu. Lalu, apa Bu Caraka juga menyetujui perjodoan itu?"
     "Mama mengikuti nasehat Pak Sukma. Tapi ia berkata jika jodoh tak akan ke mana."
     Raut wajah Hamid yang kecewa sungguh membuat hati Rani merana. Ia bingung. Di satu sisi ia tak merasa yakin dengan Dani yang disukai oleh Pak Sukma. Walaupun Dani jauh lebih dewasa, Rani merasa kurang nyaman dengan dirinya. Ada sesuatu yang membuat dirinya resah. Tapi Rani bingung juga dengan dirinya sendiri. Ia pun masih belum merasa yakin dengan diri Hamid walaupun Hamid tampak sungguh-sungguh mencintai dirinya.
     Cinta mudah sekali berubah menjadi benci. Jika suatu saat rasa cinta itu hilang, apakah Hamid akan tetap bersikap semanis dan selembut ini pada diri Rani? Melihat karakteristik Pak Caraka, ayahnya Rani, pada ibunya, atau pun Asep pada dirinya, membuat Rani tak lagi merasa yakin dengan cinta. Apakah cinta itu? Hanya fatamorgana.