Mohon tunggu...
Rian Diaz
Rian Diaz Mohon Tunggu... Mahasiswa - Menulis banyak, membaca juga banyak

Pegiat teater dan menulis fiksi, pelajar etnografi dan pemerhati masalah-masalah bangsa

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Gara-gara Senja Seno Gumira, dari Surakarta Saya Terkenang Larantuka

13 Juli 2023   16:18 Diperbarui: 16 Juli 2023   00:30 613
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
ilustrasi: Matahari terbenam, Senja. (Foto: KOMPAS.com/ANGGARA WIKAN PRASETYA)

Saya cukup beruntung terlahir di kota ini. Saya tak perlu bayar penginapan atau tiket pesawat untuk mendatanginya, tak ada liburan, tak ada urgensi. 

Terbit dan senja dapat saya nikmati sesuka hati. Rona senja dan rona matahari terbit yang tumpah di lautan adalah hal biasa bagi mata orang-orang kota ini.

"Ibu pulang ya, nanti gelas kopinya di taruh saja di tempat cuci piring" suara ibu pemilik warung menyadarkan saya dari lamunan.

"Oh, iya. Sudah tutup Ibu? Saya pun mengeluarkan dompet untuk membayar kopi. 

"Tidak usah bayar. Gratis." Sahut Ibu warung sembari melangkah pergi.

Saya kembali menyeruput kopi ini pelan-pelan sambil mengawasi debur ombak, kepiting dan kerikil kecil sedang tergulung-gulung ombak di hamparan pasir.

Biarkan itu menjadi pemandangan biasa, tak perlu mengamat-amati dari dekat. Terombang ambil hanyalah peristiwa biasa dalam hidup. 

Mungkin Tuhan juga memandang saya terombang -ambing mirip dengan kepiting itu. Seorang lelaki yang pikirannya terombang-ambing dalam senja sedang menikmati kopi.

Ada banyak hal berubah di tempat lorong waktu atau pinta ajaib membawa saya pulang ini. Dahulu pantai ini ditumbuhi banyak semak belukar dan ratusan tumbuhan kumis kucing yang merambat ke sana kemari. Daun-daun ketapang yang berguguran di atas pasir, perahu nelayan dan semak belukar saling merengkuh mirip sangkar burung.

Banyak masa kecil kuhabiskan di sini. Menemani bapak mancing, mandi bersama teman-teman juga mengganggu pasangan yang asik memadu kasih, mengintip mereka dari celah sangkar itu.

Pantai ini dahulu pasirnya berwarna putih dan lembut. Sekarang warna pantai terlihat kusam dan pekat, ditambah dengan kehadiran tanggul yang menahan abrasi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun