Mohon tunggu...
Sri Romdhoni Warta Kuncoro
Sri Romdhoni Warta Kuncoro Mohon Tunggu... Buruh - Pendoa

• Manusia Indonesia. • Penyuka bubur kacang ijo dengan santan kental serta roti bakar isi coklat kacang. • Gemar bersepeda dan naik motor menjelajahi lekuk bumi guna menikmati lukisan Tuhan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Kerlip Kunang-Kunang di Cabean Kunti

28 Januari 2022   15:21 Diperbarui: 28 Januari 2022   15:30 1717
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar dari Picarts

Tak ada bintang pun bulan. Benar-benar pekat, sepekat pikirannya. Gerimis memberi kontribusi menyegarkan kembali tubuhnya. Bergerak pelan diantara titik air yang jatuh dari kubah langit. Terangkat hingga level tegak kemudian melangkah sempoyongan.
Matanya tajam menyorot sekitaran.

"Aku harus segera keluar dari tempat ini", lirih Murtiah.

Langkah kaki dibuat selebar mungkin. Berharap tempat laknat itu semakin jauh ia tinggalkan. Kewaspadaanya dipompa. Jangan sampai bersirobok dengan seseorang, apalagi gerombolan. 

Sesekali langkahnya berhenti untuk menstabilkan aliran napas. Dengan mengandalkan intuisi, Murtiah bergerak. Rintik hujan kian tebal, menjurus deras. Mulutnya ia buka lebar-lebar guna menampung tumpahan cairan langit. Sepercik asin sempat tercecap. 

Murtiah tidak tahu, sudah berapa kilometer ia berjalan. Suara hatinya masih berdentam,"Jangan berhenti! Kamu belum aman". Peringatan yang hakiki. 

Ia percaya dengan intuisi. Bahkan simboknya pernah bilang,"Suoro ati kuwi iso dinggo patokan"(suara hati itu bisa dijadikan pegangan). Namun, dirinya sudah lelah. Ia ingin istirahat. "Sedelok meneh, kowe entuk panggon sing aman"(sebentar lagi, dirimu dapat tempat yang aman)

Malam bertambah gelap. Tubuhnya lunglai. Didepannya hanya warna pekat. Seutas jalan yang akan menyambut hanyalah fatamorgana. Matanya berkeliaran, telinga menangkap gemericik air.

"Dimana sumbernya?"

Kaki kian goyah. Kelelahannya sudah mencapai titik nadir. Hanya ketakutan stimulus kekuatannya. Samar-samar bayangan hitam bertaburan dengan berbagai ukuran. 

Pepohonan menjulang tinggi dibeberapa titik. Semak belukar beranakpinak mengelilingi lokasi dimana Murtiah tertatih. 

Kecerobohannya membuat segala hal diterobos. Kulitnya perih disayat jelatang-jelatang berduri. Kakinya beberapa kali tersandung bebatuan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun