lalu dilupakan begitu saja—
seolah aku hanya bayangan di tengah riuh tepuk tangan.
Kemerdekaan ini,
yang dulu kupelihara dengan darah dan air mata,
kini kubuka seperti kado pahit.
Di dalamnya, bukan lagi adab dan sopan santun,
bukan lagi penghargaan bagi pengorbanan,
melainkan wajah-wajah yang sibuk mengejar kuasa,
lidah-lidah yang mudah menghina,
dan hati-hati yang kering dari rasa hormat.
Apakah merdeka berarti lupa pada akar?