Mohon tunggu...
Rizka Yusuf
Rizka Yusuf Mohon Tunggu... Freelancer - Pelajar

Scribo ergo sum.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Geheim

7 Mei 2019   07:02 Diperbarui: 7 Mei 2019   07:05 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

"Ya iya, lah. Aku janji bakal hati-hati, kok."

Helaan nafas terdengar dari Taeil. "Ya udah, ayah izinin. Tapi mulai besok, ya. Nanti sore tetep ayah jemput. Kalo naik bus, harus langsung pulang ke rumah, nggak boleh pergi ke tempat lain tanpa izin."

Nara mengangguk cepat, "Makasih, ayah! Aku pergi dulu, dadah!"

**
Nara mengetuk pintu ruang tata usaha. Setelah mendengar suara yang menyuruhnya masuk, ia membuka pintu pelan-pelan.

"Permisi bu, ada Bu Hayi?", tanya Nara pada seorang wanita yang tengah berkutat pada komputer.

"Saya sendiri. Ini Kim Nara, ya?", tanya Hayi.

Nara membungkukkan badannya, "Iya bu, saya Kim Nara.". Ia menyodorkan secarik kertas yang tadi diberikan Taeil, "Saya disuruh kasih kertas ini, bu."
Hayi menerimanya. "Ayo, ibu anter ke kelas 11-3, kelas kamu.". Nara pun mengikuti Hayi keluar ruangan dan menelusuri lorong sekolah. Saat melewati ruang kepala sekolah, dua pria keluar.

"Selamat pagi, pak.", sapa Hayi. Nara juga membungkuk padanya.
"Oh, ini anak baru yang dari Seoul itu, kan?", tanya kepala sekolah.
"Iya, pak. Saya mau mengantarnya ke kelas 11-3."
"Saya juga mau ke sana, nganterin guru matematika baru. Ini, namanya pak Im Kiyoung.". Pria yang berdiri di sebelah kepala sekolah membungkuk pada Hayi dan menatap Nara lekat-lekat. "Sekalian sama saya aja, Hayi. Kamu kembali ke ruangan lagi aja."
"Oh, baiklah, pak.", ucap Hayi. "Nara, kamu dianter sama kepala sekolah, ya.". Nara mengangguk.
Kelas 11-3 yang asalnya ribut karena tak ada guru, mendadak hening saat kepala sekolah masuk bersama Nara dan Kiyoung.
"Anak-anak, hari ini kelas kalian kedatangan murid baru. Nara, perkenalkan dirimu.", ucap kepala sekolah.
Nara melambaikan tangannya. "Halo, semuanya. Namaku Kim Nara, pindahan dari Seoul.", sapanya.
"Dan ini, guru matematika baru pengganti Pak Jaehwan."
"Nama saya Im Kiyoung.", sapa Kiyoung.
"Nara, kamu tempati bangku yang masih kosong, ya.". Nara mengangguk dan menempati bangku yang berada di belakang. "Bapak tinggal dulu, ya. Selamat belajar.". Kepala sekolah pun meninggalkan ruang kelas.
Sebelum memulai pelajaran, Kiyoung mengabsen siswa kelas 11-3 satu persatu, agar bisa lebih mengenal. Selama Kiyoung mengabsen, Nara berkenalan dengan Seonghun dan Bona yang duduk tepat di depannya, karena bangku sebelah Nara kosong.
Setelah beres mengabsen, Kiyoung pun mulai berbicara tentang materi ajar. Seperti kebanyakan pengajar lainnya, mata Kiyoung aktif menatap satu persatu muridnya. Namun, Nara sering menangkap Kiyoung tengah terpaku menatapnya. Bahkan saat ia menyuruh para murid untuk diskusi berkelompok, Nara tak jarang melihat Kiyoung yang seperti memperhatikannya---lebih tepatnya, seperti menyelidiki. Jujur, Nara agak risih ditatap seperti itu. Namun, Nara pikir mungkin wajahnya mengingatkan Kiyoung pada seseorang. Entah cinta pertamanya, anaknya yang sudah meninggal, atau anak tetangganya. Karena dasarnya ia orang yang tidak terlalu peduli sekitar, Nara pun perlahan mengabaikannya.

Tiga

Sudah seminggu Nara pergi dan pulang sekolah menggunakan bus. Taeil masih saja khawatir padanya. Ia akan menelepon Nara untuk memastikan ia benar-benar sudah selamat sampai di sekolah atau di rumah. Kadang hal ini membuat Nara jengkel hingga ia tak mau mengangkat telepon dari ayahnya, dan menyebabkan ia kena nasihat panjang saat ayahnya sudah sampai rumah.
Biasanya, Nara akan langsung turun di halte bus depan gedung apartemennya dan langsung masuk ke unitnya. Namun, kali ini ia tidak turun di halte biasa. Saat masih di bus tadi, ia melihat sebuah toko es krim yang baru buka. Karena tergiur oleh foto es krim yang dipajang dan perutnya yang memang lapar, Nara turun di halte bus terdekat dan langsung berlari menuju toko itu.
Setelah puas memakan es krim, Nara pun berjalan pulang. Ia memutuskan untuk tidak naik bus, karena jarak toko es krim dengan gedung apartemennya masih terbilang dekat, tanggung kalau naik bus. Sekalian ia ingin lebih tahu lingkungan sekitar, tidak sebatas rumah-sekolah-rumah-sekolah saja.
Nara tengah berjalan santai melewati taman sembari menatap pohon-pohon yang tengah memekarkan bunganya, saat ia merasa ada yang mengikutinya. Nara pun menoleh ke belakang, dan mendapati seorang pria yang menggunakan jaket bertudung berwarna hitam dan memakai masker yang juga berwarna hitam tengah berdiri di dekat tiang lampu. Matanya memicing ke arah Nara.
Nara menolehkan kepalanya lagi ke depan dan menegak ludahnya. "Kenapa di sini ada yang ngikutin aku juga?", gumam Nara. Ia pun mempercepat langkahnya. Namun, pria bertudung itu juga ikut mempercepat langkahnya. Nara pun berlari sekencang yang ia bisa. Ia menoleh ke belakang sebentar dan melihat pria itu juga mengejarnya.
Nara terus berlari hingga ia menemukan jalan raya. Ia menyebrang tanpa melihat keadaan jalan dan tertabrak oleh sepeda motor pengantar makanan. Untunglah, pengemudi motor itu sempat mengerem, sehingga Nara tidak terlempar jauh.
"Astaga! Hei, siswa, kamu nggak apa-apa?", tanya si pengemudi sambil membantu Nara bangun. Nara bangun sambil memegang kepalanya. Ia melihat sekeliling untuk mencari pria yang tadi mengejarnya, namun pria itu sudah hilang.
"Aku nggak apa-apa, paman.", jawab Nara. Ia meringis saat mencoba berjalan. Lutut dan siku sebelah kirinya berdarah. Untunglah kepalanya tidak langsung membentur jalan, masih tertahan oleh tangannya.
"Ayo, aku antar kamu ke rumah sakit!". Pengemudi motor itu memapahnya menuju sepeda motornya dan membonceng Nara ke rumah sakit.
**
Nara melambai-lambaikan tangannya saat melihat Taeil memasuki ruang UGD dengan ekspresi panik. Ia menghampiri Nara dengan rusuh, lalu langsung mencengkeram bahu Nara sambil mengecek kondisi badannya.
"Nggak ada luka lain kok, Yah. Cuma ini.", Nara mengangkat tangan kirinya yang diperban. Taeil berhenti mengecek tubuh Nara dan menarik kursi lalu duduk di samping kasur Nara.
"Kenapa bisa kayak gini? Kamu ketabrak di mana? Ketabrak sama apa? Kamu nggak langsung pulang ya, makanya bisa kayak gini?", cerocos Taeil.
Nara menghela nafas, "Satu-satu dong, nanyanya. Pusing kepala Nara."
"Jawab aja, cepet."
"Tadi, waktu aku naik bus, aku lihat ada toko es krim baru. Ya udah, aku turun terus beli es krim dulu. Pulangnya, aku jalan kaki, soalnya nanggung kalo naik bus. Pas lewat taman, ada yang ngikutin aku lagi. Cowok pake jaket item sama masker, serem pokoknya. Aku lari, tapi malah ketabrak motor delivery pas mau nyebrang."
Taeil mengusap wajahnya kasar, "Ayah udah nyuruh kamu buat langsung pulang, nggak kelayapan ke mana dulu! Ini nih, hasilnya kalo bandel sama ayah.", omelnya.
"Ya habisnya aku pengen es krim.", Nara merengut. "Es krimnya enak, loh! Nanti ayah juga harus coba.". Nara malah mengalihkan pembicaraan, yang membuat dahinya disentil Taeil.
"Diomongin tuh jangan malah ngalihin topik! Masih untung nih, kamu cuma lecet siku sama lutut. Masih dikasih selamat sama Tuhan. Gimana kalo nggak? Mau koma lagi kayak dulu?!"
Nara mengerucutkan bibirnya sambil mengusap-usap dahinya, "Iya, maafin Nara. Tapi, kita nggak bakal pindah rumah lagi gegara ini, kan? Aku kan, sekarang nggak koma."
Taeil menghela nafas. Ia terdiam cukup lama sambil menatap Nara tajam. "Iya, kita nggak bakal pindah. Tapi, kamu nggak boleh naik bus lagi. Mending dianter jemput sama ayah lagi. Oke?"
Nara mendesah pelan dan terpaksa mengangguk.
Nara masih ingat betul kejadian dua bulan yang lalu yang hampir merenggut nyawanya dan menyebabkan ia harus pindah ke rumah barunya. Saat itu, Nara tengah menunggu Taeil untuk menjemputnya di depan tempat lesnya. Setelah setengah jam menunggu, Taeil meneleponnya dan bilang kalau ia tidak bisa menjemput karena ada urusan kantor mendadak. Taeil pun menyuruhnya untuk pulang naik bus. Karena kesal, Nara pun memutuskan untuk berjalan kaki---katanya, biar energinya habis karena berjalan kaki, jadi ia tidak perlu marah-marah---tidak peduli kalau rumahnya terletak cukup jauh dari tempat les.
Ia tengah menyusuri jalanan yang sepi saat merasa seperti ada yang mengikutinya. Saat ia menoleh, ada seorang pria yang berjalan ke arahnya. Nara pun langsung berlari, dan pria itupun mengejarnya. Saat ia ke jalan raya dan hendak menyebrang, sebuah mobil menabraknya dan ia terlempar hingga lima meter. Karena kecelakaan itu, Nara koma selama dua minggu. Sebulan setelah ia sadar dari koma, Taeil memutuskan untuk pindah rumah ke Daegu, dan dua minggu setelahnya, mereka sudah benar-benar pindah ke sini.
Nara tidak tahu apa salah Nara, sampai ada yang mengikutinya dan membuatnya celaka. Ia sudah bertanya pada Taeil, mungkin saja itu orang suruhan musuh Taeil. Ia sering mendengar kalau seorang pengacara biasanya punya musuh bebuyutan. Tapi, Taeil tidak menjawab apa-apa dan selalu langsung mengalihkan pembicaraan.
**
Tiga hari kemudian, Nara baru masuk sekolah. Sebenarnya, ia sudah ingin masuk sehari setelah kecelakaan, karena menurutnya luka yang ia dapatkan tidak terlalu parah dan ia masih bisa berjalan, namun Taeil melarangnya.
"Nanti tunggu ayah di halte ya. Kalo laper, boleh ke minimarket seberangnya, deh. Tapi hati-hati nyebrangnya.", ucap Taeil.
"Iya, ayah. Bawel banget sih.", gerutu Nara sambil melepas sabuk pengamannya.
"Eh, itu siapa?", tanya Taeil sambil menunjuk seseorang yang hampir memasuki gerbang sekolah Nara sambil menyapa para murid.
"Guru baru, namanya Pak Kiyoung.", jawab Nara. Ia melihat Taeil yang memperhatikan gurunya Nara itu sambil mengernyit, "Kenapa? Ayah kenal sama Pak Kiyoung?"
Taeil mengerjap, "Ng-nggak tahu, kayak pernah lihat wajahnya. Familiar, gitu."
"Temen ayah, kali?"
"Bukan, bukan temen."
"Terus apaan?"
Taeil menoleh, "Ih, pengen tahu banget, ya? Ini urusan ayah, nggak boleh penasaran!"
Nara mencebik, "Nyebelin banget, sih! Udah ah, aku mau turun aja!"

Empat

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun