Karena penantian, betapapun perihnya, telah menjadi cara satu-satunya untuk tetap merasa bahwa kau nyata.
Dan begitulah, malam menutup cerita.
Lampu kedai padam satu per satu.
Aku berdiri, menatap sekali lagi kursi kosong itu, lalu melangkah keluar.
Langkahku berat, tapi aku tahu: aku akan kembali.
Karena sebuah penantian, meski tak pernah berbuah kedatangan, kadang lebih hidup daripada perjumpaan itu sendiri.
Dan aku, terkutuk atau terberkati, memilih untuk tetap menunggu yang tak pernah pulang.
Penantian adalah luka yang kita rawat dengan sadar.
Ia seperti senja yang kita harap kembali ke pagi—sebuah mustahil yang tetap kita peluk.
Aku menunggu, meski tahu tak ada yang akan tiba.
Dan akhirnya, yang datang hanyalah sunyi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI