Mohon tunggu...
PRAPASKA DALIS
PRAPASKA DALIS Mohon Tunggu... Mahasiswa

Mahasiswa Program Studi Hukum Keluarga Islam Fakultas Syariah UIN Raden Mas Said Surakarta angkatan 2023 more info follow my instagram @praz_dls

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Review Skripsi : Faktor-Faktor Penyebab Laki-Laki Dan Perempuan Belum Menikah di Usia 35-60 Tahun Ke Atas

31 Mei 2025   07:35 Diperbarui: 9 Juni 2025   20:20 213
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Logo Universitas Islam Negeri Raden Mas Said Surakarta

   Dari seluruh temuan ini, dapat kita ketahui bahwa aspek psikologis memainkan peranan sentral dalam pembentukan keputusan untuk menikah atau tidak. Kompleksitas emosi seperti kecemasan, trauma, ketakutan, ketidakpercayaan diri, serta sikap penerimaan diri, semuanya berinteraksi membentuk narasi kehidupan personal yang unik pada masing-masing individu. Oleh karena itu, pemahaman terhadap fenomena belum menikah pada usia dewasa lanjut tidak cukup hanya dengan menelaah faktor-faktor struktural seperti ekonomi dan budaya, tetapi juga harus mempertimbangkan kedalaman aspek psikologis yang melatarbelakanginya.

  6. Tinjauan dari Siklus Reproduksi Dari perspektif biologis

    Kemampuan reproduksi merupakan salah satu aspek biologis yang sangat relevan dalam diskursus mengenai pernikahan, khususnya bagi individu yang memasuki usia dewasa lanjut namun belum menikah. Dalam konteks masyarakat Indonesia yang masih menjunjung tinggi nilai pernikahan sebagai sarana untuk melanjutkan keturunan, faktor kesuburan dan kesehatan reproduksi memiliki bobot pertimbangan yang signifikan. Secara umum, baik laki-laki maupun perempuan mengalami penurunan fungsi reproduksi seiring bertambahnya usia, meskipun dengan pola dan mekanisme yang berbeda.

   Pada perempuan, penurunan kemampuan reproduksi terjadi secara lebih drastis dan memiliki batas biologis yang relatif tegas. Usia 35 tahun sering kali dianggap sebagai titik awal penurunan kesuburan secara medis. Fase ini biasanya disusul oleh periode klimakterium, yakni masa transisi menuju menopause, di mana fungsi ovarium menurun akibat fluktuasi dan kemudian defisiensi hormon estrogen dan progesteron. Gejala-gejala yang menyertai fase ini meliputi gangguan siklus menstruasi, penurunan gairah seksual, kekeringan pada organ intim, hingga gangguan psikologis seperti mood swing dan insomnia. Selain itu, kehamilan pada usia ini juga berisiko tinggi, baik terhadap ibu maupun janin, dengan kemungkinan komplikasi seperti pre-eklamsia, diabetes gestasional, hingga meningkatnya risiko bayi lahir dengan kelainan genetik seperti sindrom Down.

   Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa sebagian narasumber perempuan seperti Siti (35 tahun), Suharti (42 tahun), dan Nurul (43 tahun) masih mengalami menstruasi secara teratur, yang menunjukkan bahwa mereka secara biologis masih berada dalam masa subur. Namun, mereka juga menyadari bahwa kehamilan pada usia tersebut tidak lepas dari risiko medis yang meningkat, yang pada gilirannya menjadi salah satu pertimbangan dalam menunda atau bahkan menolak kemungkinan untuk menikah. Sebaliknya, narasumber seperti Rusmini (62 tahun) telah mengalami menopause sepenuhnya dan secara terbuka menyatakan bahwa ia sudah tidak lagi memiliki dorongan atau harapan untuk menikah dan memiliki keturunan. Hal ini menunjukkan bahwa perubahan biologis secara langsung membentuk persepsi dan sikap terhadap institusi pernikahan di usia lanjut.

   Pada laki-laki, meskipun tidak mengalami menopause, mereka tetap mengalami penurunan kemampuan reproduksi yang bersifat progresif. Proses ini dikenal dalam literatur medis sebagai andropause atau late-onset hypogonadism, yaitu penurunan kadar hormon testosteron yang berdampak pada kualitas sperma, libido, dan vitalitas secara umum. Penurunan ini tidak secepat dan sedramatis perempuan, namun tetap memengaruhi kapasitas untuk membuahi secara optimal, terutama setelah usia 40 tahun. Penelitian menunjukkan bahwa kualitas sperma dalam hal motilitas, morfologi, dan volume mengalami penurunan seiring usia, yang berpotensi mengurangi peluang keberhasilan konsepsi dan meningkatkan risiko gangguan genetik pada anak.

    Narasumber laki-laki seperti Mustahal (48 tahun), Muh Arifin (40 tahun), dan Saiful Bakhri (50 tahun) mengungkapkan bahwa mereka masih memiliki keinginan untuk menikah, yang mencerminkan bahwa dorongan seksual dan keinginan biologis belum sepenuhnya hilang. Namun demikian, dorongan tersebut juga dibayangi oleh kesadaran akan keterbatasan usia dan kondisi fisik, yang membuat mereka lebih selektif dan berhati-hati dalam mempertimbangkan pasangan hidup dan kemungkinan memiliki anak.

   Fakta-fakta biologis ini menegaskan bahwa kemampuan reproduksi tidak hanya menjadi persoalan medis, tetapi juga berkaitan erat dengan aspek psikologis, sosial, dan bahkan spiritual seseorang. Sebagian narasumber menunjukkan adanya pergeseran orientasi tujuan menikah dari semula untuk memperoleh keturunan menjadi untuk mencari pendamping hidup, teman berbagi, atau sekadar memenuhi kebutuhan emosional dan sosial di usia tua. Hal ini menunjukkan bahwa makna pernikahan pada usia dewasa lanjut cenderung lebih fleksibel dan tidak lagi terpaku pada fungsi prokreasi semata.

    Sehingga dapat kita pahami bahwasannya reproduksi baik pada laki-laki maupun perempuan menjadi salah satu variabel penting yang turut memengaruhi keputusan untuk menikah atau tidak. Pertimbangan ini bersifat multidimensi, mencakup aspek biologis, medis, emosional, dan sosial, serta berinteraksi dengan nilai-nilai budaya dan keagamaan yang dianut oleh individu yang bersangkutan. Maka dari itu, dalam memahami fenomena belum menikah di usia lanjut, aspek reproduksi perlu diposisikan sebagai bagian integral dari keseluruhan struktur pengambilan keputusan yang kompleks dan personal.

  7. Tinjauan dari Maqasid Syariah Dalam perspektif Islam

  Pernikahan dalam Islam tidak semata-mata dimaknai sebagai ikatan lahir dan batin antara dua individu yang berbeda jenis kelamin, tetapi lebih dari itu, pernikahan juga merupakan bagian integral dari sistem nilai syarī‘ah yang bertujuan untuk merealisasikan kemaslahatan umat manusia. Hal ini tercermin dalam konsep maqāṣid syarī‘ah, yaitu tujuan-tujuan pokok hukum Islam yang terdiri atas lima aspek utama: menjaga agama (ḥifẓ al-dīn), menjaga jiwa (ḥifẓ al-nafs), menjaga akal (ḥifẓ al-‘aql), menjaga keturunan (ḥifẓ al-nasl), dan menjaga harta (ḥifẓ al-māl). Dalam konteks pernikahan, aspek ḥifẓ al-nasl atau penjagaan terhadap keturunan menjadi sorotan utama, karena melalui pernikahan yang sah, keturunan manusia dapat dijaga secara nasab, moral, dan spiritual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun