Mohon tunggu...
Petrus Kanisius
Petrus Kanisius Mohon Tunggu... Belajar Menulis

Belajar menulis dan suka membaca. Saat ini bekerja di Yayasan Palung

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Aku dan Hujan

18 Juli 2025   14:02 Diperbarui: 19 Juli 2025   10:57 163
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Hujan memang bisa membawa badai hingga tangis luka derita ketika tetesannya tak tertampung karena ulah kita. Namun ia selalu bijaksana bisa mengapus dahaga hingga memberi hidup sebagian besar makhluk yang mendiami bumi.

Aku, aku? Aku sering serakah, angkuh dan mengeluh dan banyak alasan tentang diri. Tak seperti hujan yang turun menyejukan jiwa dan memberikan kehidupan, yang selalu dirindukan.

Ku ingin hujan menyirami setiap tubuhku. Aku rindu itu. Basuhlah dan siramilah kiranya aku dengan tetesan yang bisa menghilangkan ego, penyekat dan pembatas antara aku dengan semua.

Aku selalu ingat dan merindukan tentang hujan. Karena setiap tetesnya pula memberikan kekuatan untuk tumbuhan bisa tumbuh dan menyegarkan daun-daun yang mulai luluh layu ketika kering kerontang mendera di musim yang tak tentu.

 Aku ingin melepas tetesan demi tetesan keringat, tetapi aku sering kalah oleh kemalasanku. Aku sering kalah dengan titah Sang Kuasa yang tak lain harus bisa mensyukuri setiap tarikan nafas.

Aku semakin sulit berterima kasih kepada pencipta, kepada hujan, kepada alam dan sesama yang sudah memberi tanpa tanpa alasan ini itu alias ikhlas tanpa batas.

Rinai rintik hujan selalu memberi tanda kepada kita bahwa ia ada sebagai penyejuk jiwa bukan musuh atau penghalang rintang ketika kita harus menembus batas menjelang senja tiba.

Pun, banyak dari antara aku yang berlindung dan takut dari hujan, takut membasahi tubuh karena tetesannya terlalu deras.

Aku yang terkadang risau, ketika panas ingin hujan, ketika hujan ingin panas. Ketika hujan dan panas (hujan panas) bersama-sama turun aku pun enggan menerabasnya. Lalu?

Ya, itulah aku. Aku yang selalu salah, selalu berkilah dan ego diri tanpa melihat setiap arti dari tetesan hujan yang memberikan kesejukan dan kehidupan. Terima kasih hujan yang mengajarkanku tentang arti mensyukuri kehidupan. Ku ingat dan selama ini aku sering menjadi fotocopi dibanding menjadi diri sendiri. Hidupku hanya sekali, buatlah kiranya berarti bagi semua dan sesama. Kuingin seperti hujan yang apa adanya.

Ketapang, 18 Juli 2025

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun