Bukan saja kata-kata itu. Aku masih melanjutkan berkata-kata. Tapi dengan napas yang tidak teratur lagi. Sementara ia menunduk. Entah apa maksudnya. Berselang sesaat ia lalu terus menutup matanya.
Padanya aku berkata supaya ia tenang. Tak usah sampai terkejut jauh-jauh. Aku tak meminta apa-apa dari cinta itu. Aku tak meminta untuk dibalas dengan cinta yang sama. Aku malah tak sampai berpikir demikian.
Aku juga tak akan mengajaknya berpacaran. Toh bagiku mengikat sebuah hubungan dengan ikatan pacaran adalah hal paling rendah yang dilakukan seorang laki-laki kepada perempuan. Lagi pula aku rasa ia mungkin juga punya cinta yang lain atau pacar.
Hari itu berlalu. Aku begitu senang bisa mengungkapkan rasa cinta itu. Mungkin setelah ini aku akan pergi jauh. Dia pun demikian. Tidak akan ada lagi utang bagiku. Aku menganggap mengatakan cinta itu adalah wajib. Ia harus dengar secara langsung dariku bukan saja melihat cinta itu pada caraku bersikap.
Sekarang aku bisa memulai hidup yang baru tanpa ketakutan-ketakutan lagi. Hidup memang tak boleh berhenti pada titik itu. Entah apakah besok aku masih akan mencintainya atau tidak. Sungguh, Tuhan itu Maha Kuasa. Dia membuatku jatuh cinta, Dia membuatku kuat untuk menunaikan cinta itu, Dia juga memberiku keberanian untuk mengatakan cinta.
(Sebenarnya cerita ini amat panjang. Tapi saya menceritakannya dengan singkat)
Hooohh. Luar biasa. Tabik!