Mohon tunggu...
Harun Anwar
Harun Anwar Mohon Tunggu... Desainer - Menulis sampai selesai

Lelaki sederhana yang masih ingin tetap tampan sampai seribu tahun lagi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Pada Titik Aku Mencintaimu, Hidup Tak Boleh Berhenti

2 Februari 2020   20:49 Diperbarui: 3 Februari 2020   20:20 927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Pixabay/4startraveler)

Mengenal
"Entah bagaimana Tuhan memulai semuanya. Segalanya menjadi misteri. Bagaimana Tuhan menciptakan cinta, menggerakkan hati, itu yang tak diketahui manusia."

Perempuan itu datang dengan langkah menggontai. Caranya berpakaian amat membosankan. Mungkin ia kurang pandai menyelaraskan busana antara kaki sampai kepala.

Wajahnya agak gelap, barangkali ada di level yang sama dengan wajahku. Bibirnya agak tebal, pertanda ia tak suka berteriak. Matanya bulat. Dan ia coba tersenyum saat aku menatapnya. Tapi aku melewatkan untuk bersulang senyum. Sejak melihatnya aku meyakini ia pasti orang kampung, dan ternyata betul.

Sebagai lelaki yang gemar memerhatikan ihwal keindahan, waktu itu aku memberinya nilai lima dalam barometer. Ia sungguh tak cantik. Meski aku menyadari kecantikan itu milik perempuan tapi aku bersikukuh ia tetap tidak cantik.

Untung saja ia punya senyum yang manis. Lipatan pipi, bukaan bibir, gigi putih, dan sklera mata yang bersih menjadi nilai tambah yang membuatku masih bisa menyapanya. Jika tidak karena itu, aku tak akan menatapnya. Menulis di bagian ini membuatku tersenyum sendiri.

Sejenak segalanya berlalu. Ia sosok yang cukup menyenangkan diajak bercerita. Padanya aku bercerita ini dan itu. Entah apa ia mendengarkan atau hanya dengar-dengar saja, aku tak tahu.

Pada lipatan pikiran aku memang menyukainya. Rasa suka biasa yang memang kerap timbul pada banyak interaksi. Rasa suka yang didorong indera. Tak sampai menjalar di hati. Tak lebih.

Suatu hari, saat interaksi itu kian intens, aku mulai memperlihatkan sikap jahat. Perempuan itu kerap membuat jengkel. Gayanya bikin emosi. Pernah satu kali aku sampai mengepalkan tangan ingin menumbuk apa yang ada di sekitar karena marah.

Ia yang menyadari itu merasa tersudut. Sampai pernah ia akhirnya jatuh air mata. Merasa disakiti. Aku hanya terdiam dan coba minta maaf.

Apakah Ini Cinta?
Di satu malam tiba-tiba saja ada yang menyusup. Seperti memanaskan pembaringan. Wajahnya tiba-tiba muncul di pikiran. Entah bagaimana itu bisa terjadi. Padahal aku memblokir pertemanan dengannya di facebook, jadi toh tak mungkin gara-gara melihat fotonya.

Bermalam-malam lamanya kejadian macam itu berulang. Ketika bertemu pun tak ada lagi perasaan marah-marah. Segalanya berganti menjadi ketertarikan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun