Mohon tunggu...
Harun Anwar
Harun Anwar Mohon Tunggu... Desainer - Menulis sampai selesai

Lelaki sederhana yang masih ingin tetap tampan sampai seribu tahun lagi

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Artikel Utama

Pada Titik Aku Mencintaimu, Hidup Tak Boleh Berhenti

2 Februari 2020   20:49 Diperbarui: 3 Februari 2020   20:20 927
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Pixabay/4startraveler)

Aku mulai menatapnya dengan cara yang lain. Mencoba menelisik lebih dalam di matanya. Dan mulai mengirimi pesan inbox. Menyapanya saat malam dengan gaya manis yang diatur-atur. Barangkali itu membuatnya merasa aneh.

Hari berganti hari. Pertanyaan pun muncul. Ada apa dengan diri ini? Iya aku positif menyukainya. Tapi apa ini cinta?

"Tidak mungkin. Aku tidak mungkin jatuh cinta dengan orang kampung. Meski aku sendiri dari kampung tapi aku ingin naik kelas. Tidak boleh cari orang kampung. Harus orang kota. Lagi pula kulit wajahnya tidak terang-terang amat."

Aku coba mengelak dari perasaan yang membayangi. Tapi semakin berusaha untuk menepis kenyataan itu aku justru jatuh dalam jurang kenyataan bahwa aku mungkin jatuh cinta dengannya.

Pelan-pelan aku menelaah lebih dalam. Mencermati setiap tanda-tanda. Melihat lembar-lembar rekaman kejadian yang telah berlalu. Menghabiskan banyak waktu di malam dan siang untuk berpikir. Ini bukan perkara ecek-ecek.

Aku berusaha mengenali perasaanku sendiri. Sekuat tenaga. Hingga kadang kala aku jadi kesal sendiri dan marah. Itu juga kadang merembes padanya. Aku meyakinkan diriku bahwa ini bukan cinta. Ini hal biasa. Aku tidak jatuh cinta. Begitu, dan begitu. Begitu seterusnya. Sampai aku lelah.

Hingga aku menyadari aku sedang jatuh cinta. Ya, jatuh cinta. Sesuatu yang sungguh tidak terbayangkan sebelumnya.

Berbeda dengan banyak orang di luar sana yang akan dengan mudah mengaku diri jatuh cinta padahal tidak. Aku lebih teliti. Apalagi perihal perasaan. Ini hal serius. Bukan tentang aku saja. Ada orang lain di situ. Aku harus benar-benar mengenali ini.

Suatu malam, pada waktu yang berdekatan, aku pulang kerja dengan begitu lelah. Aku tertidur. Seperti biasa tak ada aktivitas makan malam. Hingga jam 11 malam aku terbangun kembali, teringat diri yang belum sempat salat isya. Di dalam salat itu wajahnya muncul lagi. Itu membuat air mataku jatuh sendirinya.

Setelah salat aku duduk sejenak di atas sajadah lusuh di ruangan rumah yang temaram itu. Air mataku kembali berlinang. Kali ini lebih basah dari sebelumnya.

Aku benar-benar menangis. Pipiku jadi basah. Bahkan suara sesengguk keluar berterbangan di malam sunyi. Aku menangis sejadi-jadinya. Seperti orang yang kehilangan kekasih, seperti orang yang kehilangan cintanya, padahal aku sedang jatuh cinta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun