Aku terjebak dalam kebisuan, Mencari kata yang terselip di antara ruang dan rasa.
Ini adalah teluk rahasia, Telah lama berlabuh di pelabuhan dadaku.
Kini, angin telah mengubah arah, Dan aku harus melepasnya...
Perasaan ini datang seperti musim yang telah berganti, Bersemi lama sebelum aku menyadari namanya.
Kala itu, langitmu telah dihiasi bintang lain. Kini pun,jika senjamu masih berbagi cahaya...(Aku hanya ingin kau tahu, ada pelangi dalam dadaku).
Semua berawal dari debar-debar yang geram, Gemuruh yang mengganggu kedamaian hatiku.
Maka, izinkan aku memahami orbitmu, Memetakan konstelasi dalam senyummu.
Aku sendiri masih meraba makna... Samudra ini begitu dalam,namun asing.
Maafkanlah, untuk semua badai yang sempat kita lewati, Untuk kata-kata yang pernah membeku menjadi es.
Aku tersesat dalam momen itu, Api itu telah padam,tinggal abunya yang berlayar.
Kembali pada sunyi yang ingin kuucapkan...., Wajahku memerah,jemariku gemetar.
Menulis ini seperti melangkah di mimpi yang pernah berulang... Napas ini berat,namun akhirnya lega.
Mungkin nanti, jika jarum waktu mengizinkan, Akan kukatakan dengan suara,bukan dengan huruf,
Karena kau bagaikan kata-kata yang kupahami tanpa kamus, Melodi yang mengalun tepat di nadanya.
Terima kasih, untuk semua yang belum dan telah.
Semoga mentari senantiamu menyinari jalan.
Selamat pagi, untukmu yang selalu hadir dalam rindu.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI