(Emak menatap Ndaru yang sedang memutar radio didepan kamar)
               "Sudah setahun lebih, tak ada satupun kabar berita tentang Mega. Bagaimana keadaanmu di sana Nduk?" (gumamnya lirih)
"Le, coba kamu tanyakan sama Pakde Parto. Bukankah anaknya Pakde Parto juga berangkat  bersama dengan Mega. Barangkali ada kabar dari sana tentang Mbakyumu."
(Ndaru bergegas pergi tanpa sepatah kata pun. Ada rasa kalut juga menyelimuti pikirannya)
Ndaru          :"Kulo nuwun, permisi" (tangannya mengetuk pintu kayu yang telah pudar pernisnya)
Pakde Parto     :"Monggo...(matanya menatap samar pemuda dihadapannya) lho Nak Ndaru to, monggo-monggo silakan masuk."
Ndaru           :"Njih Pak." (mukanya lesu, seakan raut wajahnya bercerita banyak tentang kedatangannya kerumah Pakde Parto)
Pakde Parto     :"Kok tumben sendirian, bagaimana kabar ibu. Apa benar ibune sakit-sakitan, Nak Ndaru?" (Pakde Parto menangkap kegelisahan Ndaru)
Ndaru          :"Ya begitulah Pakde, ibu sudah sepuh jadi ya sakit tua. Asam uratnya sering kambuh. Dan matanya ada sedikit gangguan. Begini Pakde, maksud kedatangan saya kesini... (pembicaraannya terpotong. Pakde parto memanggil istrinya yang sedang di dapur)Â
Pakde Parto     :"Bu, Bune ada Nak Ndaru ini lo. Buatkan teh hangat Bune."
"Bagaimana  Nak Ndaru, apa ibu sudah berobat. Mbakyumu sudah dua kali kirim duit, tentu bisa meringankan biaya rumah sakit. Mohon maaf ini, pakde belum sempat nengok kesana."