Babak 5
Hujan sore itu membuat dingin seisi rumah. Jalan desa terlihat Lengang. Seakan penduduk desa kusyuk dengan perapian dan selimut yang menanti diperaduan. Terlihat tiga sosok manusia seperti kusyuk dengan pikiran yang beku. Mega yang kalut dan Emak sebatang kara karena perlakuan aNak dan menantunya. Terlihat Mega memeluk erat buah hati terlelap digendongannya. Lampu teplok seakan  menyanyikan senandung lara hati wanita yang retak. Emak duduk dikursi tak jauh dari Mega sembari nembang.
                putuku bocah impen kepatipati
marang bopo biyung kang gemati
seng sareh yo ngger  kudu teteg atimu marang ungkoro
gusti pangeran ora sare ngger
nyenyuwuno kanti di paring pitulungÂ
kamuliyanan titi toto tentremÂ
Â
 Emak           :"Menjadi ibu bagi seorang wanita adalah kodrat sekaligus derajat kemuliaan. Tak pernah ada batas kasih sayang untuk aNak-aNaknya. Apapun akan dilakukan. Setiap tangannya mengalirkan doa dan tidurnya adalah tentang mimpi berupa harapan. Supaya kelak aNak-aNaknya mulyo, aNak-aNak nasibnya Lebih baik daripada orang tuanya. Tidak ada yang dibeda-bedakan. Tidak ada rasa dendam. Hanya pengharapan doa semoga aNak-aNak kembali menjadi orang baik."
"Kalau bapak Masih hidup, pasti akan sedih."