Mohon tunggu...
Mia Ismed
Mia Ismed Mohon Tunggu... Guru - berproses menjadi apa saja

penyuka kopi susu yang hoby otak atik naskah drama. pernah nangkring di universitas negeri yogyakarta angkatan 2000. berprofesi sebagai kuli di PT. macul endonesa bagian dapor

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tanah Tembuni

1 Oktober 2019   09:15 Diperbarui: 1 Oktober 2019   10:08 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

                                "Kang Mas, (Emak menyebut swaminya, berkeluh kesah dalam gumamnya lirih) kulo nyuwun ngapuro. Saya ndak bisa jadi ibu yang baik. Ndak bisa menjaga putramu dadi wong bener."

Mega                    :"Hanya orang yang merasa lahir dari batu yang tak punya hati terhadap wanita Mak. Mega legowo, pasrah dengan segala jalan hidup ini. Mega sudah putuskan, biarkan Mas Gatot mencari kebahagiaan di luar sana. Sudah saatnya Mega menata hidup kembali untuk Wulan, untuk Emak dan dek Ndaru. Emak Masih punya kita."

Emak                     :"Tuhan memberikan tanda berupa tali pusar di tubuh manusia, supaya kita selalu ingat bahwa kita lahir dari ibu. Ibu  yang tak bisa jauh dari aNak-aNaknya. Ibumu ya itu surgamu, kemuliaanmu. Jika di hati manusia sudah tak ada lagi sosok ibu dan tak membutuhkan ibu lagi barangkali bekas tali pusar itu sudah hilang atau memang sudah merasa lahir dari cangkang telur kesombongan. Hingga terang-terangan menghilangkan jejak-jejak dari tuhannya."

Suara telepon berdering. Mega bergegas mengambil benda yang tak jauh dari tempat duduknya

Mega                    : "Selamat sore, iya benar ini dengan Mega. Apa, jadi pengajuan berkas saya diterima. Baik Pak, akan saya musyawarahkan secepatnya dengan keluarga. Terimakasih"

Emak                     :"Sepertinya telepon penting, dari siapa, Mega?"


Mega                    : "Berkas pengajuan Mega ke Yayasan penyalur tenaga kerja ke luar negeri beberapa hari lalu diterima, Mak. Maafkan, Mega harus berjuang untuk Masa depan Wulan, dek Ndaru dan untuk Emak. Mega akan mengadu nasib menjadi Tenaga Kerja di luar negeri. Emak ndak keberatan kan?. (wajah Mega menatap lekat Emak yang  terlihat bingung dengan keputusannya)

Emak                     : "Apakah keputusanmu sudah bulat, kamu yakin akan meninggalkan Wulan, Nduk?"

Mega mengangguk, menatap lekat aNaknya yang sedang bermain boneka di teras. 

                                 "Semua perlu keberanian untuk bangkit, meskipun terkadang harus memberikan ruang harapan dari hati yang terlanjur dipenuhi kebencian. Emak yakin kamu sudah memikirkan segala sesuatunya. Seorang ibu tak akan tahan berlama-lama jauh dari aNak-aNaknya. Lihatlah bocah itu, Dia aNak pintar. Kelak suatu hari nanti ia menjadi wanita tangguh seperti Emaknya."

Mega                     :"Terimakasih, Mak." (mega bergegas menggendong Wulan. Diciumnya kening bocah itu cukup lama. Air matanya merembes. Membuat ruangan itu hening, khidmat selayaknya prosesi perpisahan)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun