(Guntoro dan Bayu aji saling memandang. Ada  rencana lain yang dipikirkan. Suara azan ashar terdengar sayup-sayup. Emak bergegas mengambil air wudu di padasan yang terLetak tak jauh dari pintu depan rumah. Ndaru mengikutinya dari belakang)
Â
 babak 3
Terlihat Guntoro berkemas. Tak lama kemudian suara motor dinyalakan Bayu aji di depan pekarangan. Seperti Emak yang dulu, setia memasak makanan keluarga kesukaan anak-anaknya.
Emak           :"Sarapan dulu Le, sudah Emak Masakan tempe bacem, sayur gori sama sambal terasi kesukaan kalian."
Guntoro        :"Ndak usah Mak, kami buru-buru. Lebih baik Mak  pikirkan tawaran kami untuk segera menjual tanah pekarangan ini. Dalam minggu-minggu ini, kami tunggu kepastian dari Emak. Kami pamit dulu Emak." Â
Hati Emak hancur. Dipandanginya punggung bocah Lelaki berperawakan seperti bapaknya itu, kepalanya sudah mulai tumbuh uban. Deru mesin dan bau knalpot Masih menyeruap direlung hidung Emak. Seperti bau pekat bedak bayi yang tiba-tiba hilang berganti racun.Â
Emak           :"Empat puluh tahun lalu kalian sangat manis. Kini wajah kalian sangat menakutkan. Hingga orang yang melahirkan kalian saja tidak lagi dikenali. Zaman telah menghasutnya dengan keserakahan."
Ndaru          :"Kok sepi, dimana mereka Mak. Mas Gun, Mas Bayu?" (Ndaru datang dari arah pintu dapur. Dengan tangan basah. Setelah membersihkan kandang ternak. Dipandanginya sekililing rumah. Ndaru tertegun melihat mata Emak berembun yang diam-diam jatuh)
                "Ada apa Mak."
Emak           :"Kang Masmu sudah pulang, Le. Ndak papa. Ayo kita sarapan dulu."